Seringkali terdengar petani mengeluh tentang tumbuhan liar atau gulma yang  berada di lahannya dan mengganggu kehidupan tanaman budidaya. Perlu diingat bahwa kondisi Indonesia dengan hamparan tanah subur sangat menunjang terjadinya variasi sangat besar dari vegetasi yang tumbuh di atas daratan dan perairan. Jenis gulma yang ditemukan tumbuh di lahan pertanian dapat dibagi tiga berdasarkan bentuk daunnya yaitu: gulma berdaun sempit, daun  lebar dan kelompok teki (sedges). Dari kejauhan, teki mirip dengan rerumputan karena daunnya yang panjang dan lurus.  Jika diperhatikan secara seksama, batang  rerumputan berbentuk bulat, sedangkan batang teki berbentuk segitiga. Umumnya teki dijumpai tumbuh di daerah bertanah lembab membentuk koloni. Teki mempunyai perakaran sangat kuat karena adanya umbi yang erat mencengkeram tanah.Â
Stigma petani selalu beranggapan bahwa  gulma berkontribusi besar terhadap hasil panen. Anggapan itu memang benar karena gulma sangat adaptif tumbuh di lapangan dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Bijinya seringkali tercampur dengan hasil panen dari lapangan sehingga harus disortir untuk mencegah penyebarannya ke tempat lain. Namun demikian, seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, pandangan negatif tentang vegetasi tumbuh liar ini ternyata salah. Gulma sebagai pengganggu di lahan petani mampu memberikan kontribusi bermanfaat sebagai bahan baku nutrisi untuk media tanaman budidaya. Penyiangan rutin yang dilakukan supaya tanaman budidaya dapat menyerap secara maksimal nutrisi tersedia selalu menyisakan onggokan sampah yang lazim dibakar. Hal serupa juga dijumpai dengan adanya sisa hasil panen tanaman budidaya. Buangan yang dianggap tidak bermanfaat dapat diubah menjadi nutritional value saat difermentasikan menjadi kompos dan pupuk cair organik dengan memanfaatkan mikroba pengurai.
Penyiangan gulma dilakukan secara manual atau menggunakan herbisida kimiawi apabila jumlah gulma yang tumbuh sudah terlalu banyak. Alasan petani menggunakan herbisida kimiawi adalah: proses cepat, herbisida mudah dibeli secara bebas, hasilnya terlihat nyata dan tidak memerlukan waktu lama melihat hasilnya. Gulma yang telah disemprot herbisida akan mengering dan mudah dibersihkan. Umumnya gulma hasil penyiangan manual dan menggunakan herbisida dimusnahkan dengan cara dibakar supaya tidak tumbuh kembali. Berjalannya waktu tidak menghentikan pertumbuhan gulma karena tetap tumbuh jika  perakarannya masih tertinggal di dalam tanah.  Selain akar yang masih berada di dalam tanah, penyebab gulma selalu muncul di lahan pertanian adalah:  terdapat ceceran biji gulma. Beberapa jenis biji gulma jenis rerumputan mengalami dormansi alias  mampu bertahan dalam tanah dan menumbuhkan tunas saat tiba musim hujan.
Manfaat Rotasi Tanaman Menangani Keberadaan Gulma
Rotasi tanaman  yang lazim dilakukan petani memberikan nutrisi ekstra pada lahan yang ditumbuhi tanaman budidaya. Rotasi tanaman bertujuan meningkatkan produktivitas lahan dengan memberdayakannya secara maksimal. Beberapa keuntungan dilakukannya rotasi tanaman adalah:
- Menjaga kestabilan produktivitas karena tanah tidak dibiarkan kosong setelah panen.
- Memberikan nutrisi ekstra di lahan tumbuh dengan cara  menanam kacang-kacangan yang bintil akarnya mampu menangkap nitrogen bebas dari atmosfer.
- Menjaga ketersediaan air di dalam tanah.
- Petani mempunyai diversifikasi hasil panen yang meningkatkan income keluarga dan stabilisasi ketahanan pangan.
- Membuka peluang barter hasil bumi dengan petani atau pedagang lainnya.
- Memutuskan siklus hidup serangga hama dan penyakit yang menyerang tanaman pertanian. Para pengganggu ini pasti berpindah tempat atau mengalami kematian saat tidak terdapat sumber makanannya di lapangan.
- Memberikan sumber makanan kaya gizi untuk serangga berguna (lebah, kupu-kupu) khusus untuk tanaman pertanian yang  menghasilkan bunga (kacang-kacangan, tomat, cabai, sawi hijau).
- Mengurangi penggunaan pupuk dan pestisida kimiawi. Â
Rotasi tanaman yang dilakukan petani dan menggunakan kompos yang berasal dari gulma yang disiangi dari lahan tersebut memberikan banyak sekali manfaat terjaganya siklus hara alami. Contoh sederhana rotasi tanaman yang dapat dilakukan adalah: setelah padi di panen, lahan kosong itu dapat digunakan untuk menanam kedelai, jagung dan kacang hijau secara monokultur atau tumpang sari. Teknik sederhana ini mampu memutuskan siklus hidup serangga hama yang berbahaya untuk tanaman padi, contohnya ulat penggerek batang, wereng coklat, wereng hijau dan walang sangit. Saat tanaman di panen, tanahnya dapat diolah untuk ditanami padi kembali.
Berdasarkan pada keanekaragamannya, terdapat beberapa jenis gulma  potensil untuk diolah menjadi kompos. Pengolahan gulma menjadi kompos dapat menjadi alternatif memanfaatkan tumbuhan liar yang dianggap menimbulkan kerugian di lahan pertanian. Jenis gulma daun lebar yang berpotensi menjadi kompos antara lain: Calopogonium mucunoides dan Centrosema pubescens. Calopogonium muconoides dinamakan kacang asu oleh  masyarakat di pulau Jawa. Kedua jenis gulma tersebut kerap ditemukan di bekas lahan perkebunan karet dan sekitar lahan budidaya lainnya. Selain Calopogonium dan Centrosema, terdapat orok-orok Crotalaria juncea, dan bunga matahari liar Tithonia diversifolia juga berpotensi untuk dijadikan bahan kompos.  Umumnya bunga matahari liar yang menghasilkan bunga berwarna kuning dijumpai berkembang biak di dataran tinggi. Berdasarkan analisis laboratorium, disajikan komponen hara yang terdapat di dalam gulma yang telah disebutkan sebelumnya yaitu: bunga matahari liar Tithonia diversifolia mengandung 3,4% nitrogen; 0,3% fosfor dan 3,1% kalium; Centrosema pubescens mengandung 2,6% nitrogen; 0,2% fosfor, dan 1% kalium; orok-orok Crotalaria juncea mengandung 5,14% nitrogen, 0,43% fosfor, dan 3,95% kalium; kacang asu Calopogonium mucunoides mengandung 3,7% nitrogen; 0,3% fosfor, dan 2,7% kalium; kirinyuh Chromolaena odorata mengandung 2,65% nitrogen; 0,53% fosfor, dan  kalium 1,9%.
Inovasi teknik rotasi tanaman dengan cara memberdayakan gulma untuk menutrisi tanah sangat bermanfaat meningkatkan hasil panen petani. Metode ini menjamin kebutuhan gizi tanaman budidaya tetap tersedia  dan siklus pengembalian biomassa ke dalam tanah tetap berjalan dengan baik. Manfaat lainnya untuk petani adalah menjaga ketahanan pangan dan solusi untuk masalah stunting yang ditemukan di daerah pelosok. Sosialisasi pemanfaatan semua sumber daya yang terdapat di lahan petani harus tetap dilakukan oleh instansi terkait supaya pengetahuan masyarakat terus meningkat. Selain itu, produk pertanian yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi dan tetap menjaga kestabilan ekosistem karena berkurangnya penggunaan bahan kimiawi berbahaya di agroekosistem (srn).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H