Menjadi seorang ibu yang melahirkan anak dan menyusuinya adalah anugerah terbesar dari Allah Subhana Wa Ta'ala. Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan alami yang sangat bermanfaat meningkatkan kesehatan anak dan menjalin hubungan psikologis anak lebih dekat kepada ibunya. Saya sempat heran melihat kerabat saya pasca melahirkan tidak mau menyusui anaknya padahal air susunya sangat melimpah. Dia menolak menyusui bayinya dengan alasan bentuk payudaranya akan berubah menjadi kurang menarik. Dia juga memastikan bahwa semua kegiatannya akan terhambat karena harus punya waktu ekstra menyusui bayinya. Konsekuensinya semua anaknya sejak bayi diberikan minum susu formula yang harganya mahal.
Fakta yang terjadi di luar sana, banyak sekali ibu yang mau menyusui anaknya namun terkendala dalam menghasilkan ASI. Kondisi terkait kesehatan menyebabkan tidak semua perempuan mampu menghasilkan ASI yang cukup untuk anaknya. Tidak perlu kuatir, alam di sekitar kita telah menyediakan banyak tanaman yang sejak zaman dahulu dipercaya dapat meningkatkan produksi dan kualitas ASI. Daun katuk dan jantung pisang yang dibuat menjadi sayur dan santapan harian ibu menyusui dianggap mampu menghasilkan ASI yang kuning dan kental. Saat melahirkan si bungsu, saya juga mengkonsumsi sayur daun katuk, jantung pisang dan jejamuan penghasil ASI. Sayangnya hal itu tidak banyak menolong kondisi saya untuk menghasilkan ASI untuk bayi yang baru saya lahirkan.
Kualitas ASI terbaik dihasilkan seorang ibu pada jam pertama setelah melahirkan anak.Â
Saat itu ASI mengandung kolostrum yang sangat dibutuhkan untuk meningkatkan imunitas bayi dan tumbuh kembangnya di masa yang akan datang.Â
Saya mengalami masa berat pasca melahirkan karena saya tidak mau melihat si bayi dan membiarkannya menangis.Â
Saat itu saya sedang berada di ujung tanduk menyelesaikan pendidikan S3 alias memasuki waktu expired. Penelitian yang saya lakukan selama bertahun-tahun lamanya dipertaruhkan dengan kehamilan saya yang di luar dugaan. Saat itu saya sangat yakin telah sukses menjalankan program Keluarga Berencana dengan minum pil.Â
Apa daya, kuasa Allah Subhana Wa Ta'ala atas diri manusia melampaui apapun di dunia ini.Â
Saya positif hamil pada usia 42 tahun, suatu kondisi rawan untuk perempuan berumur 40-an melahirkan bayi. Walaupun dalam kondisi hamil besar dan sering muntah, saya tetap pergi ke gunung untuk mengamati kupu-kupu yang menjadi obyek penelitian saya. Malang tidak dapat ditolak, untung tidak dapat diraih. Kelelahan luar biasa menyebabkan di usia kandungan delapan bulan saya mengalami pecah ketuban.Â
Suami saya segera membawa ke dokter kandungan untuk pemeriksaan USG. Hasil pemeriksaan menunjukkan air ketuban nyaris kering sehingga saya segera dilarikan ke rumah sakit. Saya diinfus dan sempat menginap semalam. Saya dilarang banyak  bergerak karena air ketuban selalu keluar setiap kali ada pergerakan. Alhamdulillah, bayi saya yang berada di dalam kandungan masih bergerak.Â
Esok harinya, menaik mobil ambulans milik rumah sakit, saya dipindahkan ke sebuah rumah sakit yang lebih lengkap peralatannya karena saya harus menjalani bedah Caesar. Rumah sakit sebelumnya tidak mempunyai inkubator untuk bayi prematur. Kondisi saya sangat lemah saat itu karena air ketuban yang terus mengalir tanpa henti. Berbagai macam pikiran buruk tentang nasib saya memenuhi isi kepala. Kondisi Unit Gawat Darurat rumah sakit yang saya tempati itu semakin membuat saya stres. Beberapa orang   co-ass atau dokter muda yang sedang melakukan magang di bagian Kebidanan dan Kandungan memanfaatkan kehadiran saya untuk 'bahan ujian gratis' di depan dokternya.
Setelah mengambil data, ada co-ass yang datang menyuntikkan obat, ada pula  yang sibuk mengoles gel di atas perut dan memeriksa kandungan saya menggunakan USG. Setiap kali datang co-ass baru saya mendapat treatment memakai gel dan perut saya diuyel-uyel mirip kucing. Rasa tidak nyaman dan sakit karena alat sensor USG digerakkan dengan semena-mena menimbulkan kemarahan saya.Â