Kita tetap bersahabat  dalam suka dan duka.Â
Sekilas kalimat ini tampak sederhana namun sangat mendalam maknanya. Sebuah ikrar dari orang yang memutuskan dirinya menjadi sahabat dari seseorang. Sayangnya impian sangat berbeda dengan realitas. Menemukan sahabat yang sefrekuensi tidak semudah membalikkan telapak tangan. Bagaikan mencari jarum dalam tumpukan jerami mendapatkan tipikal manusia seperti ini. Umumnya saat seseorang berada dalam kondisi senang dan bahagia, banyak sekali yang bersedia menjadi sahabat. Sebaliknya saat duka datang melanda, sahabat yang muncul dapat dihitung dengan jari. Itulah kenyataan di dalam kehidupan duniawi, adanya gula mengundang banyak semut untuk datang ke tempat itu.
Saya mempunyai seorang sahabat bernama Rosi Widarawati, anak perempuan tetangga yang bertinggal di sebelah rumah. Ayahku dan ayahnya bekerja sebagai dosen di perguruan tinggi yang sama namun berbeda Fakultas. Kehidupan di dalam perumahan dosen yang serba teratur dan sistematis menyebabkan anak-anaknya juga tertular sikap disiplin  dari ayah yang berprofesi sebagai pendidik. Selama masa sekolah, banyak sekali suka dan duka yang saya dan Rosi alami bersama. Saling memegang rahasia dan berbuat iseng yang tidak melampaui batas menjadi santapan harian kami yang terasa sangat menyenangkan. Alangkah asyiknya pulang lebih awal dari sekolah saat pihak sekolah tiba-tiba  mengadakan rapat dadakan. Bersama dengan Rosi dan sahabat lainnya, momen itu kami gunakan berkunjung ke rumah teman lain untuk membaca koleksi buku ceritanya atau sekedar ngadem dalam kamar ber-AC. Saat saya masih bersekolah di SMU pada era 80 sampai dengan 90-an, fasilitas pendingin ruangan, mobil pribadi, video, kamera saku dan beberapa jenis alat elektronik lainnya masih merupakan barang mahal dan hanya dipunyai oleh kalangan tertentu yang berdompet tebal. Jujur saja, saya pertama kali merasakan pizza dan masakan Eropa lainnya saat SMU saya mengadakan lomba masak untuk kelas III di Hari Kemerdekaan. Saat itu sahabat saya, Andi Rahmayanti  memasak sup krim jamur dan asparagus yang disantap dengan roti bulat. Dia juga membuat pizza memakai topping keju, jamur kancing dan smoke beef berdasarkan resep neneknya yang pernah bertinggal di Eropa. Luar biasa rasanya bertualang rasa dan mendapatkan pengalaman baru mengenal masakan manca negara dalam event sederhana itu.
Persahabatan saya dengan teman-teman semasa SMU terus berlanjut sampai hari ini. Pada zaman dahulu, peranan Pak Pos pengantar surat sungguh luar biasa. Kedatangannya begitu saya tunggu untuk mendapatkan kabar terkini dari sahabat yang bertinggal di luar pulau Sulawesi. Terkadang bukan hanya surat yang datang tetapi buah tangan khas daerah pengirim juga menjadi obat rindu yang akan dikenang sepanjang masa. Saat ini kiriman surat atau post card dari kantor pos adalah barang yang sangat  langka. Berkembangnya teknologi digital dan berbagai  fasilitas sosial media sangat menunjang terjalinnya silaturrahim dengan para bestie yang telah lama menghilang.  Setiap sahabat saya mempunyai ceritanya sendiri setelah lulus sekolah dan jatuh bangun dengan iramanya masing-masing. Beberapa orang sahabat telah mendahului kami menghadap ke Sang Pencipta dengan berbagai penyebab. Ada yang menderita penyakit kronis dan menemui ajalnya karena kecelakaan lalu lintas.  Al Fatihah untuk para sahabatku yang telah berpulang.
Pada bulan Juni tahun 2015, saya mendapatkan kesempatan mengikuti Internasional Course bertema Integrated Pest Management and Food Safety (IPM and Food Safety) yang diadakan oleh CDI Wageningen University and Research (WUR), The Netherlands. Ini adalah kegiatan internasional course pertama kalinya yang memberikan saya peluang untuk bertemu dengan berbagai macam orang dari negara yang berbeda.Â
Kegiatan yang berlangsung selama tiga minggu di kota Wageningen yang dijuluki sebagai City of Life Science menorehkan kenangan yang begitu dalam.Â
Pada awalnya saya merasa deg-degan juga karena pronunciation bahasa Inggris saya yang terasa masih kurang pas di telinga. Saya mengabaikan hal itu dan memberanikan diri membuka komunikasi dengan teman baru yang kebanyakan berasal dari negara di Afrika (Ghana, Kenya, Mesir, Nigeria, Zimbabwe, Ethiopia, Tunisia), Eropa (Rumania, Belanda), Kolombia dan Asia (Nepal, Thailand). Peserta dari Indonesia ada lima orang dan terdiri dari berbagai instansi.Â
Komunikasi yang terjalin sungguh diluar ekspektasi saya. Tidak lama setelahnya segera terjalin komunikasi yang diiringi canda dan tawa. Kegiatan yang melelahkan tidak akan terasa saat kita bersama dengan orang-orang yang menyenangkan sikapnya. Inilah perlunya berkomunikasi dengan teman yang punya respek dan menghargai lawan bicaranya.
international course. Lokasi belajar kami di Wageningen University and Research dengan tempat menginap (hotel de Bilderberg Oosterbeek) berjarak sekitar 12 Â km yang harus ditempuh dengan menaik bus. Harga karcisnya 3 euro sekali jalan. Jika berlangganan untuk sebulan dapat lebih murah karena langsung dibeli via online. Rombongan peserta international course yang berjumlah sekitar 30 orang segera menyetop sebuah bus umum. Kami menaik bus dan penumpangnya langsung penuh. Yang tidak kebagian kursi berdiri dan berpegang pada tiang atau tali yang tersedia.Â
Satu kejadian lucu saat pembelajaran selesai di minggu kedua. Hari itu Jumat sore yang berarti libur dua hari untuk para peserta