Belut Stress Penghasil Listrik Mematikan
Terkait dengan perilaku hewan, di habitat air tawar dikenal predator bernama belut listrik atau sidat.  Hewan ini sangat mematikan karena menghasilkan variasi tegangan listrik sekitar 100 sampai dengan 600 volt. Prof. Budimawan menjelaskan bahwa tegangan listrik yang dihasilkan oleh belut listrik bervariasi berdasarkan gangguan yang terjadi di lingkungan tempat tinggalnya. Respon gangguan yang mengakibatkan ketakutan atau stress pada belut itu, mampu menghasilkan listrik sebesar 600 volt yang mengalir dalam air dan berpotensi mematikan manusia. Saya sangat tertarik mendengar pemaparan  ini. Saya sempat berpikir bahwa  baguslah kalau si belut ini diteliti dan diberikan gangguan terus menerus untuk menghasilkan listrik secara maksimal. Dengan cara itu terdapat kemungkinan penelitinya  dapat membaca menggunakan lampu yang menyala karena simpanan energi yang dihasilkan oleh belut luar biasa itu.
Terkait dengan energi terbarukan, saat ini beberapa tanaman dapat menghasilkan  bioetanol yang menjadi sumber energi yang mulai dikembangkan potensinya. Sagu merupakan salah satu tanaman pangan yang dapat menjadi sumber bioetanol.  Di daerah Maluku dan Papua banyak sekali tumbuh pohon sagu secara alami sehingga menjadi makanan pokok masyarakat di daerah itu.  Hasil penelitian Numberi (2018) menunjukkan bahwa ampas sagu atau ela merupakan limbah yang dihasilkan dari pengolahan sagu menjadi tepung untuk konsumsi masyarakat. Sagu mengandung karbohidrat dan bahan organik lainnya (lignoselulosa, selulosa dan lignin) merupakan hasil ekstraksi pati sagu yang menjadi  sumber karbon. Bioetanol berasal dari ampas sagu merupakan salah satu bahan bakar alternatif yang dapat diperbaharui, sifatnya ramah lingkungan dan menghasilkan gas emisi karbon yang rendah dibandingkan dengan penggunaan minyak tanah. Selain ampas sagu sebagai bioetanol, sumber energi lainnya adalah cahaya matahari yang dapat dijadikan sebagai sumber listrik. Indonesia yang terletak di daerah khatulistiwa beriklim tropis hanya mempunyai dua musim yaitu: kemarau dan hujan. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia mempunyai intensitas cahaya matahari gratis sepanjang tahun dan belum dimanfaatkan dengan baik. Prof. Imam Robandi memberikan gambaran bahwa di dalam 1 meter persegi panel solar system (setara dengan 4 buah keset yang disusun berbentuk kotak) mampu menghasilkan energi listrik sekitar 1.400 watt yang dapat menerangi dua buah rumah. Potensi besar dan gratis  ini hendaknya harus terus diteliti supaya meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat Indonesia di masa yang akan datang (srn).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H