Berkembangnya peradaban manusia dapat dilihat dengan terjadinya transaksi jual beli yang  berlangsung sejak beberapa abad lalu. Pada mulanya, transaksi dilakukan dengan barter atau bertukar barang kebutuhan.Â
Masyarakat yang bertinggal di pegunungan bertemu dengan masyarakat penghuni pantai. Mereka saling menukar bahan makanan yang sama nilainya, contohnya beras ditukar dengan beberapa ekor ikan. Selain barter menggunakan barang, dikenal pula metode pembayaran menggunakan mata uang dan logam mulia lainnya. Seiring berjalannya waktu, eksistensi manusia juga terus berkembang mengikuti peradaban yang didukung teknologi.
Kaum Adaptif di Masa Pandemi Covid-19
Eksistensi atau keberadaan berasal dari bahasa Latin existere (ex= keluar dan sistere= tampil atau muncul). Fenomena eksistensi seseorang yang menjadi  influencer dadakan muncul silih berganti meramaikan panggung Indonesia. Para inluencer ini meraup rupiah dengan konten endorse yang dimilikinya. Perkembangan teknologi komunikasi virtual atau media sosial memang diyakini sukses menjadi ladang sangat lembab bertumbuhnya jamur beraneka warna. Tersedianya YouTube, Instagram, Facebook, Twitter dan media komunikasi lainnya  memberikan peluang  sangat besar seseorang menunjukkan jati dirinya. Salah satu contoh nyata berkaitan dengan metamorfosis  sektor perekonomian selama masa pandemi Covid-19 adalah laman jual beli online.Â
Sebelum terjadinya wabah virus Corona, pusat perbelanjaan  selalu melimpah dikunjungi masyarakat untuk berbelanja atau sekedar mencuci mata bersama keluarga. Membuka toko konvensional memerlukan dukungan dana sangat besar untuk sewa tempat di lokasi strategis,  memilih dan membeli barang dagangan yang selalu dicari konsumen, memikirkan kiat khusus promosi barang dagangan anti mainstream serta rupa-rupa keriuhan lainnya.Â
Bukan hanya modal yang dibutuhkan untuk berdagang namun bakat promosi dagangan dan tips menarik pembeli juga memegang andil menarik pelanggan berbelanja di tempat tertentu. Bukan hanya manusia yang eksis, konten hewan peliharaan juga mempunyai andil besar dalam perputaran uang di dunia maya.
Beberapa tahun sebelum terjadinya wabah virus Corona, seorang teman saya mencoba peruntungan membuka toko baju konvensional. Saya menahu bahwa ibu ini orangnya sangat pendiam dan tidak punya bakat berdagang. Dia berani mengambil resiko besar karena tergiur iming-iming mendapatkan penghasilan tambahan untuk menghidupi keluarganya. Dengan bantuan seorang calo, dia berhasil menyewa sebuah kios sempit di pusat perbelanjaan yang menawarkan baju, jilbab, mukenah dan produk garmen lainnya.Â
Saat saya kunjungi kiosnya, hati ini sungguh pilu melihatnya. Kios baju muslimnya berada di sebuah sudut di lantai tiga yang sepi. Pusat perbelanjaan itu terdiri dari bangunan tiga lantai tanpa fasilitas lift. Umumnya pengunjung paling jauh menaik sampai ke lantai dua dan jarang menengok ke lantai tiga. Mereka malas menaik ke lantai yang lebih tinggi  karena pengunjung  tumpah ruah  di lantai pertama. Saat itu terdapat tiga kios penjual baju di lantai tiga. Dua penjual lainnya berdampingan menempati kios baju muslim yang berada dekat tangga.Â
Kata teman saya, kios yang posisinya berada dekat tangga sangat mahal harga sewanya. Uangnya tidak mencukupi untuk menyewa tempat eksklusif itu sehingga dia diarahkan oleh pengelola gedung membuka kios baju di sebuah sudut yang kurang strategis letaknya. Tidak sampai seumur jagung, teman saya sukses menutup kios tersebut. Dia merugi puluhan juta rupiyah dan jera melanjutkan bisnisnya.
Saat pandemi Covid-19 dilakukan pembatasan sosial berskala besar menjaga jarak dan  menghindari kerumunan. Hal ini membuat masyarakat harus bertinggal di dalam rumah dan keluar hanya untuk keperluan sangat penting, contohnya ke apotik atau membeli makanan.  Situasi serba terbatas ini telah dimanfaatkan oleh mereka yang jeli melihat peluang meraup rupiyah  dari situasi working from home. Jual beli bakul online begitu marak  dan keuntungannya sangat fantastis alias mampu melampaui  pencapaian toko konvensional.Â
Proses belanjanya anti ribet, hanya memanfaatkan ponsel atau laptop berbasis jaringan internet. Pelanggan mengunjungi laman tertentu, memilih barang dengan membaca spesifikasinya secara runtut, memasukkannya ke dalam keranjang dan melakukan transaksinya. Sebelum terjadinya pandemi Covid-19, barang pesanan datang setelah dibayar  tunai via transfer bank.Â
Saat ekonomi terpuruk karena banyaknya kasus merumahkan karyawan alias PHK, beberapa retailer ternama berada dalam kondisi pailit, fasilitas COD (cash on delivery)  sangat sukses memudahkan  proses jual beli antar kota karena barang pesanan dibayar ongkos kirimnya setelah diterima pelanggan. Keuntungan lain dari sistem COD di masa pandemi Covid-19 adalah pembeli tidak perlu keluar rumah sehingga dapat memutuskan rantai penularan virus Corona.
Selain belanja belanji baju dan segala rupa pernak-pernik, urusan perut keroncongan dan antar jemput anak sekolah juga ada solusinya. Ibu milenial yang sibuk melaksanakan aktivitas cukup mengangkat telepon meminta diantar ke sekolah anaknya untuk menjemput si buah hati. Bakul online spesialis makanan dan minuman juga menemukan target pasarnya yang sangat populer di kalangan kawula muda. Â
Saat ini jarak bukan halangan untuk menikmati segelas cappuccino bertabur batu es karena hadirnya mas/mbak ojek online  yang siap menembus badai cetar membahana mengantarkan pesanan ke rumah yang bersangkutan.Â
Bakul makanan online juga membawa benefit untuk ibu rumah tangga yang lincah memasak dan mampu memahami peluang usaha meraup rupiyah berbasis teknologi digital. Pendapatan ekstra diperoleh saat kerabat yang bertinggal di rumah diberdayakan untuk mengantar makanan ke rumah pelanggan. Di balik kesulitan ada kemudahan, dibalik kemudahan ada kesulitan. Pandemi Covid-19 yang dianggap bencana justru mendatangkan rezeki tidak terduga untuk kaum adaptif terhadap segala situasi.
Eksistensi Tanpa Batas Usia
Melihat pada situasi pandemi Covid-19, hal ini mengisyaratkan bahwa eksistensi bukan hanya dilakukan oleh kaum melek teknologi secara online, tetapi eksistensi juga terlihat di pasar tradisional. Seringkali dijumpai bakul lansia duduk di atas terpal, menggelar dagangan sederhana yaitu: cabai rawit, tomat, jeruk nipis dan produk pekarangan lainnya dijejer rapi seharga dua ribu rupiyah per kantong plastik. Pastilah terbit rasa iba dalam hati melihat kaum perekonomian lemah ini  menunggui dagangannya dengan kesabaran luar biasa di bawah teriknya sinar matahari.Â
Payung tua dan alas terpal seadanya adalah indikator utama bahwa bakul ini tidak mampu menyewa kios di dalam pasar. Â Umumnya mereka berjejer di jalanan masuk pasar dan sangat berbahagia menerima pembayaran memakai uang pas karena tidak mempunyai kembaliannya. Paras kebingungan muncul jika bakul lansia ini dibayar memakai uang 'besar' (pecahan sepuluh ribu atau dua puluh ribuan).Â
Pembeli yang welas asih biasanya memberikan  semua kembaliannya sebagai sedekah. Sebaliknya pembeli yang tidak sabaran menuntut uang kembaliannya sesegera mungkin. Jika tidak ada uang kembalian, hasil transaksi berupa vetsin atau cabai dengan tambahan jeruk nipis dikembalikan dan pembeli mengambil kembali uangnya. Tipikal mati rasa ini banyak dijumpai di pasar. Mereka membatalkan transaksi, mengambil lagi uangnya dari tangan si bakul, memberikan sedikit kalimat pedas dan tanpa rasa bersalah berpindah belanja ke bakul di sebelahnya.
Food for living and living for food adalah semboyan yang berlaku universal. Semua makhluk hidup yang berada di muka bumi membutuhkan bahan baku untuk diolah menjadi makanan. Semua orang tanpa melihat  status sosial memerlukan makanan untuk menjaga kesehatannya. Alam semesta ciptaan Tuhan  begitu luas terbentang dengan segala rezeki yang tersimpan di dalamnya.Â
Tumbuhan putri malu memang mempunyai duri yang sangat menyakitkan  jari saat tertusuk tanpa sengaja, namun bunga mungil ini menghasilkan bunga sangat cantik dan tepung sarinya  disukai oleh serangga penyerbuk yang bertinggal di lingkungan itu. Batin terasa sangat bergetar melihat secara nyata kuliyah kehidupan tentang beraneka rupa cara makhluk hidup menunjukkan eksistensinya di muka bumi.Â
Manusia sebagai pemilik 2% keunggulan dibandingkan dengan simpanse adalah pemimpin di muka bumi yang harus memegang teguh amanah menjaga alam semesta secara berkelanjutan. Selamat menikmati hari libur bersama keluarga. Salam sehat selalu (srn).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H