Pada kegiatan talk show dengan tema  Penguatan Perhutanan Sosial : Menghubungkan Hasil Riset dengan Kebijakan, Petani dan Pasar yang diselengggarakan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Kebijakan dan Perubahan Iklim Badan Penelitian dan Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan diseminasi atas berbagai hasil kerjasama penelitian bilteral Enhancing Community-Based Commersial Forestry In Indonesia CBCF pada tanggal 7 - 8 April 2021 di Bandar Lampung.Â
Salah satu topik bahasan pada acara tersebut adalah hasil penelitian tentang dinamika sosial ekonomi petani yang berada di Desa Budi Lestari Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan. Pada Tahun 2017 Gapoktan Tani Maju yang menjadi wadah petani di Desa Budi lestari telah mendapatkan akses legal atau izin melalui IUPHHK-HTR yang tertuang dalam  surat Keputusan Menteri LHK No. 224/MenLHKPSKL/PSL.0/1/2017. Gapoktan Tani Maju terdiri dari beberapa Kelompok Tani Hutan (KTH), yaitu Sumber Karya, Karya Makmur, Budi Utomo, Budi Jaya I, Budi Jaya 2, Karya Jaya 1, Karya Jaya 2, Purwosari, Asri Mandiri, Budi Makmur, Podo Moro. Sebagian besar anggota KTH adalah penduduk transmigran.Â
Dengan keluarnya izin berupa IUPHHK-HTR masyarakat bisa mengelola hutan secara nyaman dan mengurangi rasa khawatir saat beraktifitas di dalam kawasan hutan. Walaupun masyarakat tidak mendapatkan sertifikat (karena area IUPHHK-HTR merupakan kawasan negara), namun mereka dapat memanfaatkan hasil hutan baik kayu maupun turunannya. IUPHHK-HTR diharapkan dapat mengurai kendala yang ada seperti pendampingan, pengelolaan hutan, keterbatasan akses modal dan akses pemasaran hasil hutan. Praktek agroforestry yang dilakukan oleh masyarakat Desa Budi Lestari pada area HTR diharapkan dapat menopang kesejahteraan masyarakat dan memenuhi kebutuhan industri.
Topografi area HTR cenderung datar dan berada di dataran rendah. Akses untuk mencapai lokasi cukup mudah dijangkau dan kondisi jalanya cukup baik. Komoditas utama di desa Budi Lestari adalah karet dan singkong. Â Motivasi masyarakat untuk menanam pohon berkayu berlevel sedang. Sebelum terbit IUPHHK-HTR, area sudah ditanami dengan berbagai jenis tanaman kayu-kayuan dan singkong.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh "Enhancing Community-Based Commersial Forestry In Indonesia (CBCF) pada periode tahun 2018 s/d 2020 sebagai berikut : Â Profil responden mayoritas merupakan rumah tangga yang sama, baik pada pengumpulan data pada tahun 2018 dan tahun 2020. Pemilihan respnden dilakukan dengan memperhatikan tingkat kesejahteraan masyarakat yang dirumuskan sendiri oleh perwakilan masyarakat setempat dengan memperhatikan kepantasan dan nilai-nilai lokal yang berlaku di desa tersebut.Â
Sebagian besar petani menanam tanaman kayu-kayuan sebagai tanaman utama seperti karet, akasia, sengon, jati dan lain-lain. Untuk Karakteristik rumah tangga, rata-rata rumah tangga berumur  49 tahun, dengan mata pencaharian utama adalah petani (87%) dan sisanya 13 % disamping petani juga memiliki pekerjaan lain seperti buruh bangunan, tukang kayu, lapak karet  dan wirausaha. Sumber  penghasilan rumah tangga berasal dari lahan (65%) dan non lahan (35%). Jaringan bisnis kayu  dari petani ke pengepul atau pedagang atau ke panglong/industri.  Petani menjual kayu  dalam bentuk satuan pohon berdiri, hamparan lahan, log, dan bahan bangunan.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan pendapatan berbasis lahan menjadi sumber utama petani sehingga mereka sangat bergantung dengan tersedianya lahan yang dapat digarap, dalam hal ini adalah lahan hutan negara/HTR. Komoditas perkebunan terutama karet, meskipun kontribusinya sedikit menurun, masih menjadi sumber penghasilan utama yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Meskipun terbatas, sebagian petani telah memanam pohon sengon,akasia, jati dll. Â Beberapa diantaranya telah mengganti tanaman karet yang tidak produktif dengan tanaman sengon.
#P3SEKPI
#KementerianLHK
#ACIAR
#CBCF Indonesia