Mohon tunggu...
Sri Rahayu
Sri Rahayu Mohon Tunggu... Lainnya - Menyukai literasi

Seorang ibu rumah tangga

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Memori Kereta Api

5 Oktober 2022   15:28 Diperbarui: 5 Oktober 2022   15:41 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Pertama aku naik kereta api pada saat aku masih sekolah TK kira-kira umur 6 tahun. Adalah sebuah perjalanan rutin setahun sekali sekeluarga pergi mudik naik kereta api. Karena pada saat itu kereta api masih jadi transportasi umum andalan bagi kami. Dengan tarif yang murah dan stasiun dekat dengan tempat tinggal kami. 

Aku dan keluargaku tinggal di kota Pati. Sebuah kota kecil di Jawa Tengah. 25 km dari Kudus. Kota kami yang sepi dengan perkembangan pembangunan yang lambat dan banyak lansia maka kota kami mendapat julukan kota pensiunan. 

Ibuku asli Pati sementara ayahku asli Boyolali (kemusu) yang merantau dan mendapatkan pekerjaan sebagai ASN di Pati. 

Setiap bulan Ramadzan tiba adalah saat yang paling membahagiakan karena seminggu sebelum lebaran pasti ada event naik kereta api dari Pati ke Telawah station (daerah Boyolali kalau nggak salah). Kami berkunjung berlebaran ke rumah kakek. 

Pagi jam 5 kami sudah selesai mandi dan berpakaian rapi. Aku, orang tuaku dan kedua adikku berjalan beriringan ke stasiun kereta api yang jaraknya hanya sekitar 200 meter. Sampai di stasiun ayah membeli tiket sementara kami menunggu di peron. Bahagia banget rasanya mau naik kereta api. Bahkan semalam susah tidur karena sudah membayangkan naik kereta. 

Setelah menunggu sekitar 30 menit, kereta api datang. Petugas membantu kami menaikan barang dan kami sibuk mencari tempat duduk. Pada saat aku masih kecil, gerbong kereta dan kursi tidak sebagus sekarang. Bangku tidak ada nomernya meskipun kereta luar kota. Jadi kalau penuh ya kita berdiri. Banyak banget bawaan kami. Aku dan adik duduk di kardus yang kami bawa sementata orang tua kami berdiri menjaga kami.

Inilah kenangan yang tidak akan aku lupakan sampai sekarang. Duduk di kardus bawaan kami melihat sawah yang menghijau, menikmati perjalanan kereta api yang sangat mengesankan. Berdesak dengan para penumpang lain justru suatu memori yang sangat menyenangkan bagi aku waktu masih kanak. Jendela kereta dibuka lebar agar angin bisa masuk dan menghilangkan pengap. Kereta belum ada AC maupun kipas angin saat itu. Berbagai aroma bercampur baur jadi satu, bau keringat, bau buah an yang kami bawa bau ikan asin bawaan penumpang lain. Sungguh luar biasa waktu itu. Dan kami menikmatinya. 

Pada saat makan siang dan kami masih di dalam kereta, ibu membuka bekal dan kamipun makan siang disuapin ibukku di dalam kereta. Saat kebersamaan yang sederhana seperti inilah yang tidak bisa kami lupakan. Terimakasih juga pada KAI saat itu yang mengantarkan kami setiap tahun ke rumah kakekku. Yang telah membarikan kebahagian dalam kebersamaan dengan orang tercinta kami. 

Kira jam 4 sore kami tiba di stasiun Telawah. Kami sudah di jemput bulik dan paklik (om dan tante). Bukan naik kendaraan tapi berjalan kaki. Dan setelah turun dari kereta api kamipun melanjutkan berjalan kami kurleb 7 km menyusuri hutan untuk sampai ke desa ayahku. Kalau sekarang mungkin kami mengeluh, tapi saat itu kami bahagia bisa berjalan dan berlari menembus hutan. Kalau capek berhenti atau minum es di warung pinggiran. 

Hampir isyak kami sampai rumah kakek. Emmm indahnya waktu itu. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun