Prinsip ke-3 (mandate) dan 4(power): lembaga asuransi harus diberi mandat yang spesifik, dan harus ada konsistensi antara tujuan (public policy objective) kewenangan (power) dan tanggung jawab (responsibility); selain itu, lembaga asuransi deposito juga harus diberi kewenangan memadai untuk melaksanakan mandat yang diberikan. Konsistensi ini yang nampaknya kurang di UU LPS 2004.
LPS diminta "aktif memelihara stabilitas keuangan (sesuai dengan kewenangannya)"; dengan demikian mestinya lembaga ini punya cara lebih dari sekedar "merumuskan kebijakan penanganan bank gagal...". Apalagi kalau dicermati, definisi "bank gagal" adalah bank yang sudah tidak bisa lagi disehatkan oleh pengawas bank. LPS menghadapi resiko bangkrut kalau bank yang gagal ini bank besar dan deposito yang harus diganti/dibayarkan lebih besar dari persediaan dana LPS. Siapa yang akan bailout LPS? Mestinya pemerintah Indonesia. Tapi apa yang akan terjadi dengan "stabilitas keuangan" kalau sampai terjadi?
Prinsip ke-6 (relationship with other safety net participants), 15 (early detection and timely intervention and resolution) , 16(effective resolution process).
 LPS dan BI baru mem-formalkan berbagi informasi setelah kejadian bank Century. Informasi yang akan dibagi oleh BI adalah stress testing. Selain itu ada usulan melibatkan LPS dalam pemeriksaan "bank dalam pengawasan khusus". Menurut saya, walaupun LPS punya informasi akurat dan tepat waktu mengenai kondisi bank, ikut memeriksa bank, semuanya akan percuma tanpa kewenangan untuk ikut menentukan strategi penyehatan bank (early intervention). Celakanya, BI sebagai pengawas bank (pihak yang mestinya bisa intervensi dini pada bank yang mulai bermasalah) nampaknya tidak memiliki strategi atau protokol penyehatan bank dalam bentuk "prompt corrective action".
Â
Kalau LPS juga diberi kewenangan yang lebih besar untuk melakukan early intervention (misalnya), inkonsistensi antara tugas dan perangkat yang dimiliki LPS bisa dikurangi. Tapi UU LPS mungkin harus diubah (tidak lagi cukup dengan nota kesepakatan). Hal ini disebabkan, fungsi LPS tidak lagi sekedar "pay box plus" tapi jadi "risk minimizer" (meminimalkan resiko lembaga). Sebaliknya kalau LPS betul2 hanya akan difungsikan sebagai "juru bayar", impian2 yang berkaitan dengan peran LPS untuk "aktif menjaga stabilitas keuangan" mestinya disesuaikan atau direduksi.
 Sri (tulisan dengan judul sama, tapi lebih bertele-tele ada di http://grundelanbankcentury.wordpress.com )
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H