Ribut-ribut bailout bank Century hanya menyoroti dua pihak yaitu pemerintah (Departemen Keuangan) dan Bank Indonesia (pengawas bank). Padahal ada satu lagi pihak yang penting untuk dibahas, tapi tidak terlalu banyak dibicarakan, yaitu: LPS (Lembaga Penjamin Simpanan).
LPS resmi terbentuk dengan UU no 24 bulan September 2004. Salah satu tugas LPS adalah "aktif memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya". Caranya antara lain: merumuskan kebijakan penanganan bank gagal baik yang beresiko sistemik maupun yang tidak beresiko sistemik. LPS berwenang (antara lain): mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan keuangan bank, laporan hasil pemeriksaan.
Setidaknya ada dua hal yang menarik pada UU LPS ini.
Pertama, ada definisi "bank gagal" tapi tidak ada definisi/kriteria/protokol penetapan bank dengan "resiko sistemik".
Saya ingin membandingkan dengan FDICIA (FDIC-Improvement Act: Undang-undang FDIC yang diperbaiki tahun 1991) mengenai "resiko sistemik". Di Amerika, untuk memberi label bank "beresiko sistemik" ada syaratnya: 2/3 pimpinan FDIC dan 2/3 pimpinan Federal Reserve harus sepakat bahwa penggunaan least cost resolution akan berdampak buruk bagi kondisi ekonomi dan stabilitas keuangan. Setelah sepakat, pimpinan FDIC dan Fed menulis surat ke Departemen Keuangan yang akan konsultasi dengan Presiden Amerika. Kesepakatan/keputusan penggolongan "sistemik" juga akan dievaluasi/diawasi/diperiksa oleh GAO (General Accounting Office, semacam BPK nya Amerika).
Sejak FDICIA diterbitkan tahun 1991, klausul "sistemik" baru dipakai pada saat krisis keuangan global barusan; dalam penggunaannya, tidak semua bank besar yang gagal digolongkan sebagai "sistemik". Ada yang dibantu, ada yang dilikuidasi.
 Pada UU LPS, "bank beresiko sistemik" dibahas dalam konteks penanganannya. Bukan bagaimana resiko sitemik itu sampai "dilabelkan" oleh pengawas bank, atau (mungkin) komite kestabilan sistem keuangan. Karena protokol "pemberian label" tidak ada, ketika yang harus dikasi label adalah bank macam Century, terjadi debat bertele-tele antara anggota KKSK. Saya jadi membayangkan, seandainya saja waktu itu ada protokol "systemic risk" macam FDICIA di UU LPS...
 Kedua undang-undang LPS banyak membahas mengenai penanganan bank kalau diselamatkan dan kalau tidak diselamatkan (pasal 21-61). Tapi hanya ada 2 pasal (pasal 6 dan 7) membahas mekanisme kerjasama antar lembaga terkait dalam safety net system (misalnya dengan pengawas bank) untuk menangani bank gagal. Menurut saya, dilihat dari minimnya hak untuk mendapatkan data yang akurat dan tepat waktu, LPS ini sebenarnya "hanya" difungsikan sebagai "pay box"dengan tugas tambahan untuk intervensi bank dalam bentuk pengambilalihan (bank gagal). Sistem ini biasa disebut "pay box plus system" atau "least cost resolution system".
Â
Bagaimana sebetulnya best practice penyelenggaraan asuransi deposito?
 Pada bulan Juni 2009, Bank for International Settlements di Swis bersama-sama dengan International Association of Deposit Insurer menerbitkan Core Principles for Effective Deposit Insurance System. Ada 18 prinsip supaya asuransi deposito efektif; tapi yang relevan untuk tulisan ini ada 5: