Mohon tunggu...
Sri Rejeki
Sri Rejeki Mohon Tunggu... -

Staf Gizi Pemprov Kepri

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Derita Istri yang Bersuamikan Laki-Laki Pemalas

31 Agustus 2012   14:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:05 1767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pukul 20.30 adalah waktunya istirahat. Biasanya sih menganggu suami dulu yang sedang konsentrasi dengan pekerjaannya, kalo sudah dimarah, kabur ..lalu tidur! hehe, tapi kasihan juga kalo diganggu terus, bisa naik tensi -nya hehehe, mending buka laptop dan nulis saja.....apalagi anak-anak sudah tidur....

Tulisan kali ini terinspirasi dari curhat tetangga tentang suaminya saat berkunjung dan menemani masak tadi sore. Dia sangat kesel dengan suaminya. Suaminya sukanya marah kalau dimintai tolong, misalnya membeli garam karena garam habis padahal lagi mempersiapkan makanan untuk dimasak. Kata-kata suaminya pun kasar: "Sebelum masak kenapa nggak dicek dulu, sekarang nyuruh-nyuruh..! Emangnya saya pembantumu, Tak usah saja masak....! Aku bisa makan diluar!"

Ibu itu bercerita suami nya tidak pernah membantu menyuci padahal sudah ada mesin cuci, mesin cuci itu dibeli bukan dari uang pemberian suami tapi dari penghasilannya sebagai Guru Honor. Suami yang kerjanya swasta jarang memberikan uang. Melengkapi kebutuhan rumah, kepasar, dilakukannya sendiri. Kadang kalau sakitpun suami tidak mau mengantarkan ke sekolah, sehingga dia harus sewa taksi atau naik aangkot. Uang suaminya banyak habis untuk motor antiknya, atau membeli barang-barang dirumah yang kadang tidak dibutuhkan seperti Alat Olahraga, kursi goyang, keramik-keramik cina dan lain-lain. Padahal rumah kecil dan nampak sempit dengan barang-barang tersebut.

Ceritanya lagi, padahal suaminya punya banyak waktu luang dirumah. Menjaga anak saja dia tidak mau, terpaksalah sewa orang untuk jaga anak, sekalian mencuci dan menstrika baju. Semua dibayar dari penghasilannya. Suaminya jika tidak ada job, lebih banyak menghabiskan waktu berkumpul-kumpul dengan teman-temannya, tidak jarang temannya dibawa kerumah berkumpul berbicara politik hingga tengah malam, membuat rumah dipenuhi asap rokok, dan anak-anak tak bisa tidur.Padahal dia bisa bertukang, apa salahnya dia mengecat rumah atau melanjutkan pembangunan rumah yang terbengkalai padahal bahannya ada, tapi itu tidak dia lakukan, dia lebih suka mengupah orang.

Kalau lagi marah, habis benda-benda dirumah dipecahkannya.Walau yang membuat salah itu anak-anak yang keasyikan bermain tersenggol keramik yang dibelinya lalu pecah, anaknya bisa dia pukul habis-habisan, sampai menangis semalaman. Anak-anak sangat takut sekali dengannya. Jika dia dirumah anak-anak seperti tertekan batin.anak-anak lebih suka bapaknya tidak dirumah.

Saya sangat prihatin dengan cerita ibu ini. Saya hanya bisa menasehatkan tetap sabar. Saya menyarankan untuk menyenangkan hati, ibu ingat-ingat saja masa indah bersamanya atau hal-hal yang baik dari suaminya.

Jawaban ibu itu malah diluar dugaan: " untuk menyenangkan hati maap ya bu ya? saya senang melihat bapak, yang suka bantu ibu menyuci dan tak malu menjemurkan pakaian....! melihat bapak bersih-bersih halaman, berkebun bunga dan lain-lain...! Beruntung sekali ibu punya suami yang tidak ada pantangan dan rajin tersebut....yang paling senang melihat bapak menyuapkan anak-anaknya..! nampak sabar dan lucu....!

"andai saya punya suami seperti bapak...! Katanya. "Aduh..bahaya nih! Bisik saya dalam hati, sambil tersenyum. Saya senang suami saya dipuji tetangga, tapi kalo sudah ada yang mengidolakan ketar-ketir juga...hehehe.

selamat malam, semoga bisa menjadi renungan.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun