Di bulan ini ada 2 hari bersejarah bagi negeri ini. 22 Oktober diperingati sebagai hari santri, dan 28 Oktober diperingati sebagai hari sumpah pemuda. Jika kita melihat kebelakang, peran santri dan pemuda bagi negeri ini sangat besar sekali. Kontribusi mereka dalam mempertahankan kemerdekaan, patut diacungi jempol. Tentu kita tidak lupa dengan pertempuran 10 November di Surabaya. Pertempuran yang dipimpin oleh Bung Tomo tersebut, mendapat dukungan para santri dari seluruh Jawa Timur. KH Hasyim Asyari, pendiri pesantren Tebu Ireng di Jombang mengeluarkan resolusi jihad, untuk mengusir Inggris dari tanah Indonesia. Alhasil, para santri pun berduyun-duyun datang ke Surabaya untuk mengusir penjajah Inggris.
Semoga kita juga tidak lupa, bagaimana upaya Sutomo, dalam mendirikan organisasi Budi Utomo. Melalui organisasi inilah yang menjadi cikal bakal bagi para generasi muda ketika itu, untuk berorganisasi memikirkan nasib bangsa kedepan. Para pemuda dari berbagai daerah, mulai dari Jong Jawa, Jong Sumatera, hingga Jong Papua berkumpul, tanpa melihat perbedaan. Para pemuda akhirnya menyatukan tekad melalui sumpah pemuda. Bertanah air satu, tanah air Indonesia. Berbahasa satu bahasa Indonesia. Dan berbangsa satu bangsa Indonesia. Janji para pemuda tersebut, mempererat persatuan dan kesatuan bangsa ketika itu.
Kini, 71 tahun sudah Indonesia merdeka. Tidak perlu lagi memperebut kemerdekaan. Yang harus dilakukan generasi saat ini adalah mempertahankan kemerdekaan. Seiring dengan kemajuan teknologi, dan globalisasi, membuat informasi masuk begitu cepat. Berbagai paham dan ideologi silih bergantu mampir ke Indonesia. Ada yang positif, namun ada juga yang merusak. Salah satunya adalah ideologi kekerasan yang dibawah oleh kelompok radikal dan teroris. Mereka membawa masuk ke Indonesia, dengan memanfaatkan banyaknya penduduk muslim di negeri ini. Faktanya, upaya mereka cukup menarik perhatian para generasi muda kita. Sebagian besar pelaku terorisme dan radikalisme adalah generasi muda.
Pertanyaannya, dimana semangat para santri dan pemuda dulu? Akankah semangat itu sudah luntur tergerus kemajuan jaman? Apakah generasi kita saat ini sudah tumbuh menjadi generasi yang antipasti, tidak peduli dengan nasib bangsa kedepan? Sudah saatnya para santri turun gunung, memperbanyak dakwah damai di masyarakat, di sekolah, masjid, mushola, hingga di dunia maya. Banyak tempat sudah mulai disusupi kelompok radikal. Mereka terus memanfaatkan berbagai cara, agar radikalisme bisa masuk ke Indonesia. Dengan memperbanyak pesan damai melalui dakwah yang menyejpukkan, diharapkan kekerasan itu pelan-pelan mulai mereda.
Dan bagi kita para generasi muda, bukan jamannya kita hanya diam dan menjadi penonton saja. Kita saat ini hidup di era kemajuan teknologi. Mari kita manfaatkan teknologi, untuk memajukan kemajuan negeri. Mari perbanyak pesan damai melalui sosial media, blog, atau apapun itu, agar pesan negatif yang disebarkan kelompok radikal bisa diminimalisir. Ingat, berdasarkan para pengakuan tersangka terorisme, mereka mengenal radikalisme dan terorisme, umumnya dari internet. Mari kita dorong generasi muda kita, menjadi generasi yang cerdas, yang mengedepankan keberagaman negeri. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H