Penyebaran paham radikalisme terus menyusup kemana saja. Dalam beberapa tahun terakhir ini remaja terus menjadi korban. Bahkan, anak-anak juga mulai dilirik menjadi korban dari radikalisme ini. Buku-buku berisi radikalisme sempat ditemukan di pendidikan anak usia dini (PAUD). Media sosial juga terus dipenuhi konten kebencian, yang bisa menjadi bibit dari intoleransi. Semuanya itu bisa berpotensi membuat anak-anak kita menjadi intoleran. Jika indikasi intoleransi ini dibiarkan, bisa menjadi radikal, bahkan bisa memunculkan perilaku teror. Disinilah peran orang tua, khususnya ibu untuk melindungi anak-anaknya dari radikalisme.
Kenapa peran ibu sangat penting? Karena umumnya ibu lebih dekat dengan anak-anaknya. Disamping itu, ibu mempunyai peran besar dalam menghadapi segala persoalan di keluarga. Begitu juga dalam proses mendidik anak, ibu mempunyai peranan yang tidak sedikit. Tak terkecuali peran ibu dalam mencegah penyebaran radikalisme pada anak. Perempuan mempunyai kemampuan untuk meredam egonya. Disamping itu, perempuan juga lebih cenderung lebih dingin dalam menghadapi segala persoalannya. Sehingga, mereka bisa melihat segala persoalan secara utuh dan mendapatkan solusi yang efektif.
Saat ini, penyebaran paham radikalisme dan terorisme, tidak hanya menyebar melalui buku dan pergaulan di sekolah atau diluar sekolah. Namun juga menyebar melalui gadget dan media sosial. Dalam seketika, anak-anak bisa mudah mengaksesnya. Jika anak tidak diberi dasar yang kuat, mereka tentu akan mudah terpengaruh paham yang cenderung mengedepankan kekerasan itu. Apa dasar yang kuat itu? Ajaran agama yang benar, nilai-nilai Pancasila yang merupakan akar budaya nenek moyang, serta rasa untuk tetap memanusiakan manusia. Dengan memanusiakan manusia, anak akan belajar saling menghormati dan tolong menolong sejak dini.
Seorang ibu, harus memberikan perhatian yang cukup kepada anak-anaknya. Seorang ibu juga harus mampu menjadi teman yang baik, agar anak menjadi aktif dan selalu menceritakan apa yang mereka rasakan ke keluarga. Dengan demikian, ibu dan para orang tua bisa mengontrol anak-anaknya. Sebaliknya, mulailah curiga jika anak-anak mulai cenderung mengurung diri di kamarnya. Anak yang suka mengurung diri di kamar, umumnya lebih labil dan mudah dipengaruhi oleh orang lain.
Seorang ibu, yang lebih dekat dengan anak-anaknya sejak kecil, semestinya bisa mengetahui perubahan perilaku anak-anaknya. Hal ini bisa dijadikan sebagai alat untuk deteksi dini, agar paham radikalisme tidak menyebar pada anak-anak. Orang tua, khususnya para ibu harus terus meningkatkan kewaspadaan kepada anak-anaknya. Ingat, radikalisme terus mencari korban di kalangan anak muda. Bahkan, ada beberapa dugaan kini mereka mulai melirik anak-anak untuk dijadikan korban. Jika para ibu aktif melakukan cegah dini pada anak-anaknya, radikalisme tidak akan bisa masuk dalam keluarga kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H