Kritik pada dasarnya merupakan hal yang biasa dan lumrah terjadi. Selain bertujuan untuk membangun atau sebagai bahan evaluasi, kritik dinilai penting agar bisa belajar dari kesalahan sebelumnya. Dan kritik bisa dilakukan oleh siapapun, kapanpun dan dimanapun. Hanya saja, kritik harus juga disertai dengan data dan fakta. Kritik juga harus disertai dengan analisa dan referensi yang komprehensif. Yang terjadi sekarang ini, terkadang kritik tanpa disertai dengan data dan fakta. Kritik hanya asal bunyi. Dan yang lebih miris lagi, kritik seringkali juga disertai dengan provokasi. Akibatnya, masyarakat yang tingkat literasinya rendah, akan dengan mudah menjadi korban dari provokasi.
Kritik ibarat seperti suplemen, vitamin atau obat. Sebaliknya, provokasi ibarat seperti virus atau racun. Dalam konteks demokrasi di Indonesia, jika kritik dimaknai sebagai vitamin, maka demokratisasi di Indonesia juga akan ikut sehat. Sebaliknya, jika kritik dimaknai sebagai racun, maka demokrasi di negeri ini pelan-pelan akan hancur oleh masyarakatnya sendiri.
Masyarakat juga harus terbiasa dengan budaya kritik. Bagi yang tidak terbiasa, kritik memang menyakitkan. Apalagi jika kritik tersebut disampaikan di depan umum. Bagi Sebagian orang memang tidak terbiasa menerima kritik. Tapi kritik pada dasarnya justru membuat kita semakin dewasa, membuat kita berpikir terbuka, dan membuat kita bisa menjadi pendengar. Kritik pada dasarnya sangat memberikan manfaat bagi publik, asalkan tidak disusupi dengan provokasi di dalamnya.
Kritik pada dasarnya merupakan bagian dari kebebasan menyampaikan pendapat. Artinya, kritik tidaklah salah dan tidak menyalahi aturan hukum yang berlaku. Justru undang-undang mengaturnya, agar tidak menyalahi aturan dan bisa memicu terjadinya konflik. Jika kritik tersebut bernuansa provokasi atau kebencian, tentu hal itu tidak dibenarkan. Ironisnya, praktik ini belakangan masih terjadi di negeri ini. Praktek ini umumnya dilakukan oleh kelompok intoleran dan radikal. Mereka secara terbuka melakukan propaganda radikalisme dengan berbagai cara.
Sebagai masyarakat awam, kita harus lebih cerdas lagi dalam merespon setiap informasi yang berkembang di media sosial. Tak jarang diantara kita sulit membedakan, mana informasi yang valid dan tidak. Karena itulah diperlukan upaya untuk melakukan cek dan ricek. Pastikan informasi tersebut benar melalui sumber yang benar. Jika ada unsur kebencian di dalamnya, lebih baik dihiraukan saja. Karena hal tersebut merupakan bagian dari provokasi yang dimunculkan.
Kritik harus membangun. Karena itulah harus disertai data dan fakta. Tidak boleh sebatas opini yang dilandasi pemikiran yang subyektif. Karena tidak ada dasar, seringkali yang muncul hanyalah caci maki dan kebencian, bahkan provokasi untuk melakukan tindakan intoleran. Sebagai warga negara Indonesia, jangan lupakan adat dan budaya warisan para leluhur. Kita adalah warga yang sangat mengedepankan toleransi, saling menghargai dan menghormati. Tidak boleh saling membenci, apalagi memprovokasi dengan perilaku intoleran.
Kita semua bersaudara. Jangan hancurkan persatuan dan kesatuan yang telah kita jaga selama ini. Dan tetap berlaku adil dalam segala hal sejak dari dalam pikiran. Adil sejak dalam pikiran akan melahirkan perilaku yang adil dan beradab. Segala ucapan dan perilaku akan lebih terjaga. Mari kita tetap saling kritik sebagai bentuk kontrol, tapi jangan kritik disusupi dengan kebencian yang bisa mengancam persatuan dan kesatuan. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H