Mohon tunggu...
sri nuraini
sri nuraini Mohon Tunggu... Hoteliers - swasta

seorang yang gemar snorkeling

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memperkuat Pilar Kebangsaan di Era Maraknya Provokasi

12 Juni 2021   07:55 Diperbarui: 12 Juni 2021   08:06 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perdamaian Indonesia - jalandamai.org

Hoaks dan provokasi seolah menjadi hal yang tak bisa dilepaskan di era kemajuan digital ini. Hoaks dan provokasi terbukti telah menghilangkan akal sehat sebagian orang, dan memilih mengedepankan emosi dan pembenaran dalam dirinya. Orang lain selalu menjadi dianggap sebagai pihak yang salah, sedangkan dirinya dan kelompoknya dinilai sebagai pihak yang benar. Negara dianggap kafir, pejabatnya dianggap sesat. Sementara itu, tokoh agama ada yang berdakwah secara santun, ada juga yang mengkritik habis-habisan tanpa adanya data yang benar. Hal inilah yang membuat pilar kebangsaan di negeri ini tidak pernah bersatu. Dan hal ini bisa terjadi salah satu faktornya karena maraknya provokasi yang sudah disusupi sentimen radikalisme.

Jika kita melihat yang terjadi saat ini, provokasi masih terjadi dalam segala hal. Tak terkecuali isu yang ramai jadi perbincangan saat ini yaitu pembatalan ibadah haji ke Arab Saudi. Pemerintah memutuskan membatalkan ibadah haji untuk yang kedua kalinya. Sebelumnya, pemerintah Arab Saudi melakukan pelarangan terbang sejumlah negara, untuk masuk ke Arab. Indonesia salah satu negara yang masuk dalam daftar tidak boleh masuk. Tak lama kemudian muncul keputusan pemerintah Indonesia, yang membatalkan ibadah haji di 2021, dengan berbagai alasan. Salah satunya adalah masih maraknya angka covid-19 di Indonesia dan mencegah terpaparnya Jemaah asal Indonesia dari covid-19.

Keputusan ini nampaknya ditanggapi negatif oleh sejumlah pihak. Provokasi begitu marak di sosial media terkait hal ini. Pemerintah menegaskan, keputusan ini diambil murni untuk kepentingan masyarakat sendiri. Jika di Arab Saudi terdeteksi positif, tentu Jemaah dan pihak biro perjalanan yang akan pusing. Namun, pemerintah menegaskan bahwa uang yang telah disetorkan boleh diambil, dan Jemaah tetap akan mendapatkan prioritas keberangkatan di tahun 2022. Namun, hal ini justru disikapi secara berbeda oleh pihak-pihak tertentu. Alasannya, dana para Jemaah digunakan untuk pembangunan infrastruktur, yang mengungtungkan negara. Ironisnya, tuduhan ini juga dilontarkan para tokoh agama.

Pemerintah menegaskan, bahwa uang para Jemaah diinvestasikan di instrument investasi yang profil resikonya rendah. Bahkan instrument investasi yang dipilih juga bersifat Syariah. Sehingga dana tetap terjamin dan Jemaah tidak dirugikan. Untuk menyikapi hal ini, masyarakat harus cerdas. Jangan langsung percaya. Cek kebenaran informasi tersebut ke sumber yang tepat. Cari ke media-media mainstream. Kalau informasi yang dikatakan tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh politik atau siapapun itu, tidak perlu dipercaya. Dihiraukan saja.

Ingat, Indonesia adalah negara besar dengan berbagai macam elemen di dalamnya. Tidak hanya masyarakat, di dalamnya juga terdapat para tokoh dan pemerintah. Perpaduan ketiganya merupakan bagian dari pilar kebangsaan ini. Antara umat, ulama, dan umaro harus bisa bergandengan tangan dan saling mengisi satu dengan lainnya. Ketiganya boleh saling mengkritik, tapi tidak boleh dilandasi dengan rasa kebencian, apalalagi diselipkan sentimen SARA di dalamnya.

Menguatkan pilar ini harus dilakukan oleh semua pihak. Tidak boleh saling melemahkan seperti sekarang ini. Jangan terpedaya dengan provokasi yang muncul di sosial media. Ingat, kita semua adalah bersaudara. Jika ada sesuatu yang tidak sesuai, lebih baik dibicarakan dengan cara yang baik, agar bisa mendapatkan solusi bersama. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun