Bagi remaja yang meneruskan ke perguruan tinggi, tentu mempunyai semangat yang berapi-api. Berbagai keinginan dan harapan berada di benak para mahasiswa baru. Namun semangat yang berapi-api ini seringkali disalahgunakan oleh pihak yang tak bertanggung jawab.
Tidak sedikit para remaja ini, masuk ke dalam kelompok intoleran dan radikal, yang secara sengaja memanfaatkan momentum masuknya mahasiwa baru ini untuk melakukan perekrutan anggota.
Tanpa disadari, pergaulan di kampus bisa mempengaruhi pola pikir seseorang. Bahkan, tidak sedikit pula yang merubah gaya berpakaiannya, untuk mengejar hal yang mereka yakini.
Pada dasarnya tidak ada yang salah dengan cara berpakaian, celana cingkrang, celana jeans, berambut gondrong, berjenggot ataupun bercadar. Sepanjang pola pikirnya tetap mengedepankan kemanusiaan, toleransi, dan mengedepankan apa yang dianjurkan dalam ajaran agama, bukan menjadi persoalan.
Yang menjadi persoalan adalah jika pola pikirnya berubah, karena terprovokasi oleh paham atau pengaruh tertentu. Akibatnya, mereka jadi mudah menyalahkan orang lain, mengkafirkan orang lain dan merasa dirinya paling benar. Jika ada yang berubah seperti ini, maka kita patut curiga bahwa mereka telah terpapar paham radikalisme dan intoleransi.
Kampus pernah menjadi salah satu tempat penyebaran paham radikalisme. Makanya tak heran jika ada salah satu kampus yang pernah dijadikan deklarasi dukungan pada khilafah. Tak dipungkiri, kelompok HTI sebelum dibubarkan oleh pemerintah, seringkali menyusupkan ideologi radikalisme ke kampus-kampus.Â
Caranya melalui forum diskusi, selebaran, organisasi ekstra kampus, dan masih banyak lagi. Bahkan, beberapa waktu lalu kelompok ini masih berusaha menunjukkan eksistensinya, dengan cara memutar sejarah khilafah. Rencana tersebut gagal karena sudah diblokir sebelum tanggal pemutaran.
Hal semacam ini pada dasarnya merupakan upaya penyusupan ideologi radikalisme ke kalangan mahasiswa. Dengan memanfaatkan rasa ingin tahu yang besar, rasa belajar yang masih tinggi, kelompok radikal mencoba menyusupkan ideologi yang menyesatkan ini. Tidak hanya kepada mahasiswa, para pengajar seperti dosen dan rektor pun, juga ada yang terpapar ideologi ini.
Karena itulah menjadi tugas kita bersama, untuk membersihkan ideologi menyesatkan ini dari lembaga pendidikan seperti kampus. Menjadi tugas kita bersama untuk mensterilkan perguruan tinggi, dari segala ucapan dan perilaku intoleran.
Sebagai lembaga pendidikan, kampus diharapkan bisa mencetak generasi penerus yang mengedepankan nilai-nilai kearifan lokal. Karena kearifan lokal inilah yang diadopsi Pancasila sebagai dasar negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H