Banyak orang yang mengatakan bahwa Jakarta adalah kota metropolitan yang sebagian besar orang-orangnya bersikap egois dan hanya mementingkan diri mereka sendiri. Sebagian anggapan ini benar karena kota besar memang menuntut beberapa hal yang mungkin tidak diperlukan jika kita tinggal di kota kecil.
Contoh yang paling nyata adalah harga tanah yang sangat mahal, selain sarana transportasi yang sangat penting bagi warga Jakarta. Selain itu beberapa harga pangan cenderung lebih mahal di Jakarta dibanding kota lain di Indoensia. Dengan keadaan demikian banyak orang Jakarta yang berkonsentrasi pada tiga hal dasar itu, selain juga pendidikan dan kebutuhan lainnya.
Karena berkonsentrasi penuh pada kebutuhan dasar dan pekerjaannya, seringkali kita menganggap orang Jakarta amat egois, karena mereka jarang untuk peduli dengan sekitarnya. Karena bersosialisasi dengan warga sekitar juga jarang mereka lakukan.
Keadaan itu berubah saat pandemic melanda dunia, dimana ditemukan banyak orang lebih susah dibanding sebelumnya. Mereka kehilangan pekerjaan secara mendadak, mereka kehilangan anggota keluarganya karena terpapar Covid-19 dan imbas lain yang sebelumnya tidak pernah terjadi.
Wabah dan musibah yang sedemikian mendadak, membuat banyak orang tergugah. Para kelas menangah di Jakarta kemudian bahu membahu untuk menolong orang-orang di sekitar mereka untuk meringankan beban sesama. Mereka menyumbang masker kain, sembako, uang bahkan makanan jadi bagi orang sekitarnya. Ada beberapa rumah tangga yang menaruh makanan di pagar rumah agar orang-orang yang membutuhkan bisa mengambilnya.
Hal ini tidak hanya terjadi di Jakarta yang dikatakan orang-orangnya egois seperti ilustrasi di atas, tapi juga berlaku pada orang-orang yang secara ekonomi lebih baik dibanding sekitar. Terlebih masa-masa puasa dan menjelang Idul Fitri. Kepedulian sosial seakan menjadi hal penting yang harus dilakukan. Dunia dilanda wabah covid 19, Â kita juga dilanda wabah kesetiakawanan sosial dan solidaritas.
Banyak orang yang terselamatkan karena kepedulian sosial itu; para sopir angkot, para ojol, para pedagang kecil yang mengandalkan pendapatan harian. Juga para penjual makanan, penjual mainan, juga para pemulung bahkan para karyawan pariwisata yang pekerjaan mereka terhenti karena wabah ini.
Puasa dan Idul Fitri telah berlalu. Pemerintah juga telah melonggarkan beberapa pembatasan yang membelenggu beberapa profesi. Semua akan masuk pada era 'new normal' yang mungkin berbeda dengan masa sebelum terjadi wabah.
Namun agaknya, kesetiakawanan sosial harus tetap dipertahankan meski keadaaan sudah pulih. Bukan saja pemberian materi tapi juga peduli terhadap sesama secara keseluruhan. Itu solidaritas sesungguhnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H