Mohon tunggu...
sri nuraini
sri nuraini Mohon Tunggu... Hoteliers - swasta

seorang yang gemar snorkeling

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dosen Harus Bebas dari Bibit Radikalisme

17 Oktober 2017   10:24 Diperbarui: 17 Oktober 2017   10:43 830
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perang melawan radikalisme memang telah dilakukan oleh banyak pihak. Tak terkecuali dari elemen lembaga pendidikan. Karena lembaga pendidikan juga menjadi target penyebaran radikalisme dan intoleransi yang bisa mengarah pada terorisme. Pemerintah pun sudah memberikan peringatan, agar para rektor memberikan pengawasan yang maksimal. Jika ada dosen atau mahasiswa yang terindikasi mengarah pada radikalisme, harus diluruskan dan diberi peringatan. Namun jika masih tetap bersikeras dan tidak mau berubah, bisa dilakukan pada tindakan pemecatan.  

Kini, pihak kampus pun terus berbenah untuk membersihkan bibit radikalisme di dalam kampus masing-masing. Setiap tenaga pengajar di perguruan tinggi, harus mampu mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila, baik itu dalam aktivitas belajar mengajar ataupun dalam setiap ketiatan kemahasiswaan. Komitmen ini penting untuk dilakukan, mengingat penyusupan paham radikalisme, bisa dilakukan dengan berbagai cara. Kelompok radikal yang telah menyusup di dalam kampus, umumnya menyasar mahasiswa yang baru masuk. Karena begitulah modus yang selama ini terjadi. Tak heran, jika dalam perguruan tinggi negeri pun bisa kita temukan bibit-bibit radikalisme.

Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Muhammad Nasir, berkali-kali menegaskan, agar para pengajar mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam setiap metode pengajaran. Apalagi dalam beberapa bulan terakhir telah ditemukan, ada beberapa dosen yang menjadi anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Bahkan, di kampus sekelas Universitas Gadjah Mada juga pernah menemukan ada 7 dosen yang menjadi anggota aktif HTI. Jika pemahaman khilafah ini disebarluaskan ke kampus, tentu menjadi hal yang sangat mengkhawatirkan. Di Jakarta sendiri, rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pernah memberhentikan salah satu tenaga pengajarnya, karena dinilai sudah tidak bisa diingatkan lagi. Dosen itu diduga terindikasi gerakan radikal. Ketika diminta keterangannya, dosen tersebut akhirnya memilih bergabung dengan organisasi yang cenderung radikal.

Memang betul, berkumpul dan berserikat diatur dalam undang-undang. Begitu juga alasan organisasi intra kampus, yang diduga mengajarkan bibit radikal, selalu mengatakan hal tersebut. Namun dalam berorganisasi dan berserikat, tentu harus sesuai dengan landasan hukum yang berlaku., Ketika landasan hukum mengatakan harus sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, semestinya organisasi atau aktifitas kemahasiswaan yang cenderung radikal, bisa melakukan introspeksi. Jangan sampai ketika nanti ada tindakan tegas, selalu mengatasnamakan melanggar hak untuk berserikat dan berekspresi.

Tanpa bermaksud mendiskreditkan para dosen, pengawasan dari pihak kampus harus diperketat. Jika di level sekolah menengah pertama dan atas, masuknya guru radikal karena minimnya tenaga pengajar di bidang agama. Akibatnya, banyak guru bidang lain yang menjadi guru agama. Dan ironisnya, guru-guru yang menjadi guru agama itu ada yang berafiliasi dengan kelompok radikal. Bagaimana dengan perguruan tinggi? Meski belum menjelaskan secara detil, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pernah menyatakan, ada beberapa dosen yang terindikasi mengajarkan paham radikalisme di kampus. Peringatan itu jangan dianggap sebagai upaya untuk mendiskreditkan dosen, tapi harus dimaknai sebagai upaya peringatan. Karena faktanya, pihak-pihak yang terpapar ajaran radikalisme bisa berasal dari mana saja, termasuk dari tenaga pengajar di perguruan tinggi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun