Praktek radikalisme agama tidak bisa dipungkiri masih terjadi di sekitar kita. Bahkan praktek radikalisme ini cenderung mengalami peningkatan. Sadar atau tidak, perilaku kita terkadang cenderung lebih dekat pada radikalisme. Dalam diri kita masih terkandung kebencian. perilaku negatif ini bisa begitu mudah menyebar, karena kita tidak bisa mengendalikan diri. Bahkan, kebencian ini juga cenderung meningkat, jelang pemilihan kepala daerah di Jakarta.
Dunia maya saat ini ramai dipenuhi ujaran kebencian terhadap salah satu pasangan calon. Sebelumnya, dunia maya kita dipenuhi ujaran kebencian, yang disebar oleh kelompok radikalisme. Mereka begitu mudah menyatakan seseorang bersalah, seseorang kafir, bahkan darahnya halal. Sementara, mereka selalu merasa dirinya paling benar. Bahkan perilaku kekerasan dan ujaran kebencian yang selalu mereka lakukan, selalu dianggap bagian dari kebenaran yang mereka usung.
Tahun 2017, akan diselenggarakan pilkada secara serentak. Pada penyelenggaraan pilkada ini, rawan disusupi unsur kebencian, diantara simpatisan pasangan calon. Di DKI Jakarta misalnya, saat ini sudah mulai ramai diramaikan ujaran kebencian di dunia maya. Terakhir, Ahok dianggap melecehkan kitab suci. Padahal, seseorang telah mengedit video Ahok dan disebarluaskan. Ahok memang sering menjadi sasaran tembak, setelah memutuskan maju dalam pilkada. Banyak orang yang tidak menyukai cara kepemimpinannya, lalu menggunakan pilkada ini untuk menyerangnya.
Mari kita menjadi pengingat, agar para tim sukses dan simpatisan partai atau pasangan calon tidak saling menjelekkan dan mengumbar kebencian. Lebih baik bertarung ditingkat ide dan gagasan untuk membangun Jakarta, dari pada mencari kesalahan atau kelemahan lawan. Lebih baik memikirkan bagaimana Jakarta kedepan, agar ibukota bisa bisa lebih ramah, bisa lebih toleran terhadap para pendatang. Jangan lelah untuk terus mengingatkan. Karena ketika nanti memasuki kampanye, semua orang berpotensi melakukan segala cara, agar jagoannya bisa menang.
Kebencian merupakan bagian dari radikalisme agama yang sering kita temukan. Dalam propaganda kelompok radikal, kebencian terhadap sesama seringkali dilakukan. Seseorang yang berbeda agama, dianggap sebagai orang yang sesat dan tidak sejalan. Bahkan mereka juga seringkali menyalahgunakan makna jihad, hingga definisi syahid. Ironisnya, banyak orang yang tertipu dan menjalankan jihad dengan cara-cara yang salah. Padahal, jihad yang sebenarnya adalah mengendalikan hawa nafsu, untuk tidak berbuat kekerasan.
Mumpung saat ini belum memasuki masa kampanye, tidak ada salahnya kita terus saling mengingatkan. Bahkan, para pasangan calon gubernur juga seharusnya berani mendorong dan meminta, kepada para pendukungnya untuk melakukan kampanye damai. Kampanye dengan cara yang tidak merugikan orang lain, tidak memicu kebencian antar sesama. Mari kita lakukan kampanye damai, mengajak semua orang untuk bergandengan tangan, tanpa ada kebencian. Mari kita saling berkomitmen, untuk tidak melibatkan radikalisme dalam bentuk apapun, untuk menjatuhkan pasangan calon. Berikanlah pendidikan politik yang baik, agar masyarakat kita juga semakin dewasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H