Memandang di kejauhan, kutemukan di ujung awan cintaku bertaburan dalam butiran-butiran bening. Di pantai ini ombak sangat mengerti diriku, bahkan dia diam seribu nada jika hatiku dilanda sejuta badai. Baru kusadari ternyata badai di hatiku itu gemuruhnya lebih dasyat dari lautan, dan menghadapi badai dengan frustrasi itu merusak diri. Itulah sebabnya aku mesti belajar menjadi romantis dan ternyata menjadi romantis itu seperti mendengarnya gemuruh di dada dalam alunan melodi hujan dan gemuruh lautan.
Di ujung awan rinduku menguap ke dalam awan dan terbang ke arah timur, entah kepada siapa dititipkannya sebab sudah lama aku tak menulis surat lagi dan bahkan rinduku seperti gemuruh di lautan yang tak beralamat.Â
Sementara memandang awan rindu itu terbang perlahan, beberapa nama muncul dalam ingatan dan semoga rindukan tersampaikan pada mereka. Sebab aku sadari ketika sedang berkecamuk, doa-doaku untuk mereka menjadi deburan ombak yang saling memecahkan diri.
Di ujung awan kenangan demi kenangan berterbangan ke sana kemari seperti kupu-kupu di taman mawar, untuk membuat lebih romantis kuyanyikan lagu tua. Lagu dari ayah tentang yang beberapa kali kunyanyikan di hadapan ibu.Â
Setelah mendengarnya ibu akan pergi entah ke mana dan kembali dengan memerah, dan aku tidak bertanya lagi.
Di ujung awan itu selalu ada kisah, tentang romantisme lelak sedangkan anaknya terjepit di antara rak-rak buku perpustakaan tua dan laut, yang memandang bintang dengan kekaguman kota untuk memahami rahasia bintang dan samudera.Â
Sementara ibu adalah wanita setia yang selalu menunggu ayah  sambil memandang ke arah lautan, yang jatuh ke samudera yang mahaluas. Inilah yang aku rindu di sini, Di ujung awan, kutemukan diriku hanyalah setitik embun membuatku menemukan realitas diriku apa adanya. Hanyalah Tuhan yang membuat hidupku menjadi berarti.
Lalu di ujung awan kutemukan mereka, kamu, kita, engkau, dia dan aku. Sekumpulan embun yang membentuk samudra, dan kita menjadi besar hanya karena Tuhan.
                         Â
Hasil refleksi pribadi
Angela Mau