Mohon tunggu...
Jayden Raphael Susilo
Jayden Raphael Susilo Mohon Tunggu... Mahasiswa - ‎

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diskriminasi dan Rasisme terhadap Kaum Uyghur di Xinjiang, China

18 Oktober 2022   17:14 Diperbarui: 18 Oktober 2022   17:19 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kita sebagai manusia modern yang sudah terdidik pastinya sudah belajar untuk menjadi lebih toleransi terhadap sesama dan menghormati perbedaan satu dengan yang lainnya karena hal tersebut merupakan keunikan kita masing-masing. Walaupun kita sebagai manusia modern telah memiliki konsep tersebut tetapi tetap banyaklah juga perbuatan diskriminasi & rasisme terhadap satu sama lainnya di masa-masa kita sekarang ini. Seperti contohnya di Amerika Serikat yang merupakan pusat demokrasi tetapi tetap juga marak kasus diskriminasi & rasisme terhadap warga yang berkulit hitam dan juga yang ber-etnis Asia.

Walaupun banyaknya contoh kasus diskriminasi ataupun rasisme di masa-masa sekarang ini, saya ingin membahas perlakuan China terhadap kaum Uyghur yang sangat keji di dunia yang sudah modern sekarang ini. Disebutkan bahwa terdapat sekitar 12.8+ juta kaum Uyghur yang mayoritas beragama Islam yang tinggal di daerah Xinjiang, China. Sejak tahun 2014,  pemerintah China secara perlahan-lahan mulai menahan para kaum Uyghur di "kamp pendidikan ulang" secara paksa. Diawasi secara ekstensif, diperlakukan kerja paksa, dan sterilisasi paksa merupakan beberapa contoh dari banyak hal yang harus mereka lewati di "kamp pendidikan ulang" tersebut.

Di tahun 2017, pemerintahan Xinjiang membuat peraturan anti-ekstremisme yang melarang masyarakatnya untuk menumbuhkan janggut panjang dan mengenakan cadar di depan umum. Peraturan tersebut juga secara resmi mengakui penggunaan "kamp pendidikan ulang" untuk menghilangkan ekstremisme.

Diestimasi bahwa terdapat 800.000 sampai 2.000.000 kaum Uyghur yang ditahan secara paksa di "kamp pendidikan ulang" tersebut menurut para peneliti internasional dan pemerintah U.S. Kaum-kaum Uyghur yang tidak tinggal di kamp-kamp tersebut juga terus mengalami penderitaan dari tindakan keras dan tidak adil para otoriter China.

Pemerintahan China juga memanfaatkan para kaum Uyghur untuk faktor-faktor ekonomi. Dikatakan bahwa banyak orang yang ditahan di "kamp pendidikan ulang" diperlakukan kerja paksa. ASPI mengestimasikan dari 2017 hingga 2020, sebanyak 80.000+ kaum Uyghur yang sebelumnya ditahan dikirimkan secara paksa ke pabrik-pabrik yang ada di berbagai wilayah China. Para peneliti dari Pusat Studi Strategis dan Internasional mengatakan bahwa kerja paksa adalah elemen penting dari rencana pemerintahan China untuk pembangunan ekonomi Xinjiang, termasuk menjadikannya sebagai pusat manufaktur tekstil dan pakaian jadi. Para otoriter China menggambarkan kebijakan itu sebagai "pengentasan kemiskinan".

Para kaum Uyghur diperlakukan seperti ini dikarenakan para otoriter China ingin mengatasi "ideologi ekstrimisme dan separatisme yang dapat membahayakan integritas teritorial, kepemerintahan, dan populasi China" lewat "perubahan pemikiran". Tetapi berbagai laporan mengatakan bahwa para tahanan dipaksa menyatakan kesetiaan kepada Presiden Xi Jinping, disamping mengecam atau meninggalkan keyakinan mereka yang sebelumnya.

Jurnalis dari Xinjiang mengatakan bahwa banyak aspek dari ekspresi kehidupan sehari-hari Islam di Xinjiang telah hilang. Otoriter China merekrut banyak orang yang tugasnya untuk mengawasi rumah para kaum Uyghur dan melaporkan apabila ada "tindakan ekstremisme" seperti puasa saat ramadhan. Para otoriter juga sudah menghancurkan ribuan mesjid yang diclaim dibangun secara tidak baik dan tidak aman bagi para jemaat. Makanan halal yang dibuat menurut hukum Islam juga semakin susah dicari di Xinjiang dikarenakan pemerintahan lokal meluncurkan kampanye untuk menentangnya.

Wanita-wanita Uyghur dan kaum minoritas lainnya juga melaporkan bahwa mereka dipaksa untuk melakukan sterilisasi paksa. Pemerintahan lokal juga mengancam untuk menangkap siapapun yang melanggar peraturan pengendalian kelahiran atau memiliki terlalu banyak anak. Orangtua-orangtua Uyghur juga dilarang untuk menamakan anak mereka nama-nama tertentu, seperti Muhammad dan Medina.

Pemerintahan China telah mengkategorikan segala macam ekspresi Islam di Xinjiang sebagai perbuatan ekstremis dan membahayakan walaupun itu merupakan budaya mereka. Hal ini terjadi akibat gerakan separatisme para dan tindakan-tindakan kekerasan para kaum Uyghur yang pernah terjadi di masa lalu ( persepsi Psikologi dari persepsi rasisme dan diskriminasi ). Dimata mereka semua Uyghur dapat berpotensi menjadi teroris ataupun simpatisan teroris.

Walaupun pastinya perbuatan diskriminatif dan rasisme akan tetap ada, sebagian besar pemerintahan dunia telah menentang perbuatan pemerintahan China terhadap kaum Ughyur di Xinjiang. Kantor hak asasi manusia PBB juga telah mendesak China untuk membebaskan orang-orang yang ditahan secara paksa dan menjelaskan keadaaan ataupun keberadaan orang-orang yang hilang.

Kiranya dari sanksi-sanksi ekonomi dan politik yang diberikan dari berbagai pemerintahan di dunia kita dapat berharap agar China sadar dan berhenti untuk memperlakukan para kaum Uyghur yang ada di wilayahnya secara diskriminatif dan rasis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun