Mohon tunggu...
Petrus Purnama
Petrus Purnama Mohon Tunggu... -

Hanya seorang yang mau belajar 'mengetik' di keyboard... Dan Mau membaca ketikan orang lain. Pemerhati Social Entrepreneurship dan Internet Marketing, suka masalah Teknologi khususnya Internet.

Selanjutnya

Tutup

Money

Ketika Sampah Menjadi Berguna

3 April 2010   04:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:01 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

[caption id="attachment_109311" align="alignleft" width="270" caption="sumber : www.alternative-energy-news.info"][/caption] Penanganan sampah di Indonesia menjadi masalah yang pelik, terutama di kota-kota besar. Ribuan ton sampah dihasilkan tiap harinya, sehingga pemerintah kesulitan dalam menanggani pembuangannya. Negara maju  sudah memiliki teknologi yang bisa diserap untuk penanganan sampah masal, seperti penggunaan sampah untuk bahan bakar pembangkit tenaga listrik, dilakukan oleh Jepang, dan penggunaan sampah sebagai bahan makanan ternah khusus sampah organik. Teknologi penggunaan sampah sebagai pembangkit tenaga listrik sudah mulai di terapkan di kabupaten Bantul - Yogyakarta, hanya belum diketahui sejauh mana hasil realisasi energi listrik ini. [caption id="attachment_109313" align="alignleft" width="240" caption="sumber : unilever.co.id"][/caption] Kali ini saya ingin menulis penanganan masalah sampah secara individual dan kelompok, saya ingin menceritakan apa yang sudah dilakukan oleh seorang tokoh yang menggeluti penangganan sampah dilingkungannya. [caption id="attachment_109326" align="alignright" width="144" caption="doc pribadi"][/caption] Berawal dari terpilihnya Ibu Huristiana asal  Sleman, Jogjakarta, menjadi salah satu pemenang agent 1000 Sunlight 2009, beliau mulai tertarik untuk memperdayakan potensi lingkungannya terutama untuk mengatasi kondisi sampah non organik di lingkungannya. Selain mendapatkan hadiah sebagai pemenang, beliau juga dibekali beberapa ketrampilan dalam menggolah bungkus cairan pencuci piring tersebut menjadi berbagai bahan kerajinan tangan. [caption id="attachment_109329" align="alignleft" width="158" caption="doc pribadi"][/caption] Ibu Semmy sebutan ibu ini, mulai membentuk kelompok ibu-ibu untuk mulai menggumpulkan sampah non organik yang dapat di olah kembali menjadi barang- barang yang berguna, Sampah tersebut diolah kembali menjadi produk tas, celemek masak, payung dll. Produk tersebut dikenal sebagai produk Trashion, dari asal kata Trash (sampah) dan Fashion (mode). Kendala awal dari penanganan sampah yang dilakukan ibu Semmy ini adalah masalah bagaimana dapat memberikan pengetahuan penanganan sampah non organit tersebut sejak dari lingkungan rumah tangga, karena untuk dapat diolah menjadiproduk Trashion yang berkualitas bagus , maka sampah plastik tersebut harus dalam kondisi yang tidak cacat, sehingga bisa dihasilkan produk trashion yang lebih baik.Dari sampah bisa dihasilkan produk yang bisa menjadi salah satu penghasilan tambahan, dan tentunya mengurangi polutant di lingkungan. [caption id="attachment_109337" align="alignright" width="135" caption="sumber : unilever.co.id"][/caption] Produk Trashion biasanya banyak diminati oleh kalangan dari luar negeri, untuk kalangan dalam negeri produk ini memang masih kurang peminat, mungkin karena image yang masih melekat bahwa produk itu terbuat dari sampah. [caption id="attachment_109347" align="alignleft" width="240" caption="doc pribadi"][/caption] Sampah organik yang di hasilkan oleh rumah tangga juga bisa dimanfaatkan secara mandiri untuk keperluan pembuatan pupuk organik. Pupuk tersebut bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan pupuk untuk tanaman di pekarangan rumah atau lingkungan setempat. Pupuk organik sebenarnya bisa juga dihasilkan dalam kapasitas yang besar, seperti yang sudah dilakukan oleh beberapa kelompok tani di Jawa Barat. Hanya saja kalau tiap rumah tangga bisa mulai memanfaatkan sampah sebagai pupuk kompos, maka akan terjadi reduksi yang tinggi dari sampah yang terbuang. Jadi untuk menangani masalah sampah apakah kita harus menunggu dari pemerintah ? atau apakah kita mau mencoba menangani sampah secara mandiri di lingkungan rumah tangga atau lingkungan masing-masing. Go Green and Be Smart Entrepreneur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun