Mohon tunggu...
Lardianto Budhi
Lardianto Budhi Mohon Tunggu... Guru - Menulis itu Membahagiakan

Guru yang suka menulis,buat film,dan bermain gamelan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengintip Masa Depan Indonesia via Ghost Fleet

3 April 2018   01:02 Diperbarui: 3 April 2018   01:09 1473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai misal pertunjukan Reog Ponorogo yang oleh beberapa kalangan dianggap merepresentasikan suatu pertunjukan rakyat yang dipakai untuk mengabarkan suatu ironi tentang lemahnya kepemimpinan kerajaan karena pengaruh seorang perempuan. Kepala harimau yang memanggul merak menyimbolkan seorang raja yang berada dibawah kangkangan seorang perempuan.

Novel Arok Dedes nya Pramudya Ananta Toer memotret keadaan dan intrik perebutan kekuasaan politik riil dengan mengambil analogi keadaan jaman dahulu kala. Teater Panembahan Reso yang naskahnya ditulis WS Rendra atau Teatrikalisasi Puisi Lautan Jilbab karya Emha Ainun Nadjib adalah sedikit contoh dari karya sastra yang berkendak menyampaikan suatu pesan yang dinilai rawan dalam kaitannya dengan stabilitas kekuasaan.

Dengan demikian karya kastra meskipun dianggap fiktif tidak bisa serta merta kita anggap sebagai sebuah karya yang tidak ilmiah sehingga tidak pantas kita jadikan sebagai salah satu rujukan untuk memperoleh pengetahuan. Lahirnya sebuah karya sastra dan seni tidak semuanya berawal dari imajinasi penulis yang antah-berantah.

Banyak pengarang menulis didasari oleh sebuah riset dan kajian lintas disiplin ilmu sehingga nilai dan pesan karya sastra yang dihasilkannya secara substantif disebut fiktif atau terlebih lagi dongeng. Karya sastra sampai pada tingkat tertentu bisa diterima sebagai tanda-tanda jaman bagi masyarakat.

Oleh karena itu, berkaca dari beberapa hal ini memahami novel Ghost Fleet selayaknya kita sikapi secara obyektif dan tidak berlebihan. Sikap phobia yang berlebihan atau sikap terlalu meremehkan muatan pesan Ghost Fleet merupakan pilihan yang tidak proporsional, apalagi novel itu ditulis oleh seorang pengarang yang berlatar belakang intelejen dan ahli dalam bidang pertahanan.

Selain itu, idomatik negara bubar bukan pula suatu hal yang tidak mungkin. Majapahit, Sriwijaya dan Mataram merupakan potret institusi kekuasaan masa lalu yang demikian kokoh namun toh akhirnya tumbang. Begitu pula yang terjadi pada Romawi dan kekaisaran Mongol yang pernah mengalami puncak keemasan dalam sejarah masa lalu akhirnya tinggal sejarah.

Dalam cara pandang kebudayaan, negara dan kekuasaan sebagai entitas politik tidak mungkin akan abadi. Hal ini tidak hanya berlaku bagi Indonesia tapi bisa juga berlaku pada Amerika, Rusia, Jerman, Tiongkok, Perancis dan Negara-negara besar dan kuat lainnya. Kekuasaan politik manapun oleh karena itu sangat tidak steril dari ancaman tergilas oleh perubahan jaman. 

Tapi yang lebih menakutkan dan membuat kita khawatir adalah bila kita bubar sebagai bangsa. Dan itu hanya akan terjadi bila kita makin menjauhi kebudayaan dan kebijaksaan lokal yang ditinggalkan nenek moyang dan para pendahulu bangsa kita yang terekam -salah satunya- pada karya-karya sastra yang mereka wariskan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun