Mohon tunggu...
Lardianto Budhi
Lardianto Budhi Mohon Tunggu... Guru - Menulis itu Membahagiakan

Guru yang suka menulis,buat film,dan bermain gamelan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengenal (kembali) Wajah Pendidikan Kita

25 Maret 2018   10:35 Diperbarui: 25 Maret 2018   12:26 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di salah satu esai yang ditulis dalam buku kumpulan esainya tentang pendidikan, YB. Mangunwijaya menulis bahwa antara pendidikan dan kebudayaan itu seperti air dan kebasahan. Pandangan YB. Mangunwijaya tersebut menyiratkan pemahaman betapa sulitnya membedakan antara keduanya.

Pendidikan dan kebudayaan bukan saja saling mempengaruhi namun sejatinya adalah satu esensi,hanya barangkali tampak berbeda pada aspek wadagnya.  Membangun kebudayaan dengan demikian sama halnya dengan membangun pendidikan. Melalui cara pandang seperti ini akan terasa agak aneh ketika meletakkan pendidikan seolah-olah bagian dari kebudayaan atau sebaliknya.

Pada tataran teknis,merancang konsep pendidikan juga harus dilandasi sebuah kesadaran terhadap sebuah ikhtiar untuk mengolah dan mengembangkan kebudayaan. Oleh sebab itu, cara pandang dan sikap yang cenderung mensubordinasi antara kedua hal tersebut sangat ganjil dan tidak logis.

Problem yang terus dihadapi dunia pendidikan kita hingga sekarang ini nyata sekali berbanding lurus dengan sebegitu banyak masalah kita dalam berkebudayaan. Berpijak dari fakta ini, wajarlah bila kita menduga ada yang salah dengan pendidikan kita.

Bila tujuan terpenting pendidikan adalah membentuk manusia-manusia yang berbudi tinggi, maka tampaknya arah pendidikan kita masih jauh dari tujuan itu. Upaya pemerintah yang memperlihatkan keinginan kuat untuk terus memperbaiki pendidikan sebenarnya telah dilakukan dengan berbagai cara,misalnya mendesain ulang kurikulum, meningkatkan kesejahteraan pendidik, dan mengeluarkan program-program penguatan pendidikan lainnya. 

Sayangnya, berbagai upaya itu seolah-olah kurang mampu membuat pendidikan kita segera beranjak dari keterpurukan. Beberapa hasil survei masalah pendidikan yang dilakukan oleh institusi terkait menunjukkan betapa lemahnya posisi pendidikan kita dibandingkan dengan negara-negara terdekat dikawasan Asia Tenggara sekalipun. Tentu, pendidikan bukan saja ditolokukuri oleh aspek kognitif semata,namun setidaknya hasil beberapa survei itu bisa menjadi rujukan untuk bahan evaluasi. 

Semua pasti mengamini bahwa masalah pendidikan adalah masalah vital kita,baik sebagai pribadi manusia atau dalam kaitannya dengan masyarakat dan bangsa.

Hal tersebut sejalan dengan apa yang dicita-citakan para pendiri bangsa kita dahulu yang menempatkan usaha pencerdasan kehidupan bangsa pada posisi paling awal dari tujuan didirikannya negara. Mencita-citakan kehidupan masyarakat beradab dituntut untuk sekaligus mengikhtiarinya dengan langkah sungguh-sungguh untuk mula-mula membangun masyarakat cerdas. 

Pendidikan dengan demikian menemukan relevansinya. Masalahnya, seringkali usaha mendidik ini tidak dibarengi dengan kemauan mengakomodasi karakter asli masyarakat yang tersimpan dalam saripati sejarah lokal kita. Usaha pendidikan seringkali direduksi sebagai upaya melatih kemampuan teknis dan praktis dan mengesampingkan aspek lain. Akibatnya,kita memiliki orang-orang yang trampil dalam hal-hal teknis,praktis dan normatif tapi menghadapi krisis generasi yang berjiwa. 

Orang-orang pandai hasil didikan sekolahan belum tentu sekaligus memiliki kecakapan dan kepedulian sosial bahkan lebih ironis lagi,tak memiliki karakter moral,adap dan sopan santun yang memadahi.

Dalam skala tertentu,bisa jadi kenyataan tersebut adalah akibat dari ideologi pendidikan yang terlalu "menghamba" pada industri atau pasar. Orang-orang mengikuti pendidikan disekolah dengan niat hanya mendapat ijazah yang tujuan utamanya untuk mendapat pekerjaan. Cara berfikir seperti ini meletakkan pendidikan tak lebih hanya sebagai bagian subordinat dari bidang ekonomi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun