Jakarta, 21 Agustus 2024 -- Suara Perempuan Nusantara (SPN) menyampaikan apresiasi tinggi terhadap Pemerintah Laos yang telah mengambil tindakan tegas dengan menutup paksa kompleks penipuan di Kawasan Ekonomi Khusus Segitiga Emas (GTSEZ) yang terkenal kejam. Penutupan ini akan dilakukan dengan batas waktu hingga 25 Agustus 2024. Tindakan ini dinilai sebagai langkah penting dalam memerangi perdagangan manusia dan kejahatan terkait lainnya.
Nur Khotimah, Ketua SPN, menekankan bahwa tindakan ini sangat penting, mengingat kompleks GTSEZ telah menjadi pusat kegiatan ilegal yang melibatkan perdagangan manusia dan penipuan. "Kami mengapresiasi langkah Pemerintah Laos dalam menutup kompleks penipuan ini. Ini adalah langkah signifikan dalam memerangi perdagangan manusia, kerja paksa, dan penipuan keuangan," ujar Nur Khotimah.
Informasi mengenai penutupan ini diperoleh SPN setelah menerima aduan dari istri seorang warga asal Sambas, Kalimantan Barat, yang tidak dapat menghubungi suaminya sejak 12 Agustus 2024. Berdasarkan data SPN, sejak Mei tahun ini, sebanyak 27 WNI telah dipulangkan dari GTSEZ melalui KBRI dan Mandiri, mayoritas dari Kabupaten Sambas. Hal ini menunjukkan bahwa banyak WNI kemungkinan terjaring atau ditangkap dalam operasi penipuan tersebut.
"Proses identifikasi WNI sebagai korban perdagangan manusia sangat penting untuk memastikan mereka tidak salah diidentifikasi sebagai pelaku penipuan. Kami mendesak Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri, untuk segera melakukan identifikasi agar para penyintas mendapatkan dukungan perlindungan dan akses keadilan yang layak," tambah Nur Khotimah.
SPN menyambut baik arahan Pemerintah Laos untuk menutup semua operasi penipuan di GTSEZ, dan berharap langkah ini dapat menjadi contoh bagi negara-negara lain yang menghadapi tantangan serupa, terutama di Asia Tenggara seperti Kamboja dan Myanmar. Nur Khotimah menekankan bahwa tindakan tegas ini perlu ditiru dan didorong di negara-negara dengan struktur tata kelola yang lemah.
"Penipuan bukan hanya ancaman finansial dan sosial, tetapi juga ancaman keselamatan pribadi bagi ribuan orang dari berbagai negara. Banyak kasus penipuan yang melibatkan warga Indonesia baik investasi, asmara, maupun pasar, dilakukan oleh pekerja yang terpaksa bekerja di negara-negara Mekong seperti Laos, Kamboja, dan Myanmar. Mereka terjebak dalam sistem penipuan dengan ancaman hukuman berat," jelas Nur Khotimah.
Ia juga mengkritik keras Pemerintah Kamboja yang dinilai lamban dalam mengambil tindakan terhadap kompleks penipuan daring. SPN menilai bahwa ketidakberdayaan Kamboja dalam menutup operasi penipuan daring menambah penderitaan bagi para pekerja yang terjebak dalam kondisi kejam dan eksploitasi.
"Industri penipuan yang melibatkan perdagangan manusia ini harus segera diatasi. Pelanggar di negara dengan struktur tata kelola yang lemah hanya dikenakan sedikit pertanggungjawaban pidana. Kita harus memastikan bahwa tindakan tegas seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Laos dapat menjadi contoh bagi negara-negara lain," kata Nur Khotimah.
SPN juga mendesak tindakan lebih lanjut dari pemerintah nasional di Asia Tenggara untuk menghadapi tantangan serupa. Selain itu, SPN telah aktif dalam upaya pemulangan, menyingkirkan agen-agen penipu, dan menggagalkan pemberangkatan pekerja paksa/operator penipuan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H