Mohon tunggu...
Diana Wardhani
Diana Wardhani Mohon Tunggu... Penulis - Penyunting Berita

Berkomitmen tinggi terhadap keakuratan dan kejelasan, dan menghadirkan berita yang berbobot untuk pembaca. Berfokus pada nilai-nilai etika jurnalistik. Memberikan kontribusi dalam memberitakan cerita-cerita yang relevan dan bermakna bagi pembaca di Suara Perempuan Nusantara.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perjuangan Perempuan Indonesia Pasca-Kemerdekaan: Perspektif Suara Perempuan Nusantara

15 Agustus 2024   23:53 Diperbarui: 15 Agustus 2024   23:54 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Ilustrasi By Tim Kreatif Suara Perempuan Nusantara

Tahun ini, Indonesia memperingati 79 tahun kemerdekaannya. Setiap kali bulan Agustus tiba, kita diingatkan pada semangat perjuangan para pahlawan yang telah mengorbankan nyawa demi kemerdekaan bangsa. Namun, dalam kilas balik ini, kita perlu bertanya: apakah kemerdekaan sudah benar-benar dirasakan oleh semua elemen masyarakat, terutama perempuan? Dalam perspektif Suara Perempuan Nusantara, kemerdekaan bukan hanya berarti lepas dari penjajahan fisik, tetapi juga kebebasan dari ketidakadilan, kekerasan berbasis gender, serta ketertinggalan sosial dan ekonomi.

Meski telah merdeka selama puluhan tahun, perempuan di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan. Kekerasan berbasis gender dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) menjadi dua isu utama yang masih menghantui kehidupan perempuan di negeri ini. Data Komnas Perempuan menunjukkan bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2023, tercatat 338.496 kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia. Angka ini jelas menggambarkan bahwa kemerdekaan bagi perempuan Indonesia masih belum sepenuhnya diraih.

Di sisi lain, TPPO masih menjadi ancaman serius, terutama bagi perempuan yang rentan secara ekonomi. Banyak perempuan Indonesia yang terjebak dalam jaringan perdagangan manusia, menjadi korban eksploitasi di luar negeri dengan harapan memperoleh kehidupan yang lebih baik. Namun, harapan tersebut sering kali berubah menjadi mimpi buruk.

Menurut Ketua Suara Perempuan Nusantara, Nur Khotimah, "Kemerdekaan yang sejati adalah ketika setiap perempuan Indonesia dapat hidup dengan aman, merdeka dari kekerasan, eksploitasi, dan memiliki akses yang setara terhadap sumber daya serta peluang ekonomi. Saat ini, banyak perempuan yang masih terjebak dalam lingkaran kemiskinan, kekerasan, dan ketidakadilan struktural."

Suara Perempuan Nusantara, sebagai organisasi yang fokus pada pemberdayaan perempuan dan perlindungan korban kekerasan berbasis gender serta TPPO, percaya bahwa kemerdekaan perempuan Indonesia harus diwujudkan melalui tiga pilar utama: pendidikan, kesetaraan ekonomi, dan akses terhadap keadilan.

Pertama, pendidikan adalah kunci untuk memutus siklus ketertinggalan. Dalam masyarakat yang patriarkal, perempuan sering kali ditempatkan pada posisi subordinat, sehingga akses mereka terhadap pendidikan yang layak masih terbatas, terutama di daerah-daerah terpencil. Pendidikan bukan hanya soal akademis, tetapi juga mencakup pengetahuan tentang hak-hak mereka sebagai individu dan warga negara yang merdeka.

Kedua, kesetaraan ekonomi menjadi aspek penting untuk mencapai kemerdekaan yang utuh. Perempuan sering kali menghadapi diskriminasi dalam dunia kerja, baik dari segi upah maupun akses terhadap posisi kepemimpinan. Suara Perempuan Nusantara berkomitmen untuk mendorong program-program pemberdayaan ekonomi perempuan, terutama bagi mereka yang menjadi korban TPPO dan kekerasan berbasis gender. "Pemberdayaan ekonomi akan memberikan kekuatan bagi perempuan untuk keluar dari jerat ketergantungan dan memutus mata rantai kekerasan," tambah Nur Khotimah.

Ketiga, akses terhadap keadilan menjadi tantangan yang masih harus dihadapi oleh perempuan korban kekerasan. Proses hukum yang panjang, biaya yang tinggi, serta stigma sosial membuat banyak perempuan enggan melapor dan memperjuangkan hak-haknya. Oleh karena itu, diperlukan reformasi dalam sistem peradilan agar lebih berpihak kepada korban dan memberikan rasa aman serta keadilan yang sesungguhnya.

Kemerdekaan Indonesia di masa depan harus lebih inklusif, di mana hak-hak perempuan dihormati dan dilindungi tanpa terkecuali. Hal ini bukan hanya tanggung jawab negara, tetapi juga seluruh elemen masyarakat. Suara Perempuan Nusantara percaya bahwa kesadaran kolektif dan solidaritas sosial menjadi kunci untuk mewujudkan masyarakat yang lebih adil dan setara.

Nur Khotimah menegaskan, "Kami berharap bahwa kemerdekaan di masa depan adalah kemerdekaan yang dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia, tanpa terkecuali. Perempuan harus berada di garda terdepan dalam pembangunan bangsa, bukan hanya sebagai penerima kebijakan, tetapi juga sebagai pembuat keputusan yang berdaya."

Maka dari itu, refleksi kemerdekaan tahun ini harus menjadi momentum untuk lebih memperhatikan isu-isu yang dihadapi perempuan Indonesia. Selama perempuan masih menjadi korban kekerasan, eksploitasi, dan ketidakadilan, kemerdekaan Indonesia belum bisa dikatakan utuh. Mari kita bersama-sama memperjuangkan kemerdekaan yang sebenarnya---kemerdekaan yang melibatkan, melindungi, dan memberdayakan perempuan di seluruh pelosok negeri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun