Mohon tunggu...
Diana Wardhani
Diana Wardhani Mohon Tunggu... Penulis - Penyunting Berita

Berkomitmen tinggi terhadap keakuratan dan kejelasan, dan menghadirkan berita yang berbobot untuk pembaca. Berfokus pada nilai-nilai etika jurnalistik. Memberikan kontribusi dalam memberitakan cerita-cerita yang relevan dan bermakna bagi pembaca di Suara Perempuan Nusantara.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Suara Perempuan Nusantara Menolak RUU Penyiaran 2024 yang Mengancam Kebebasan Jurnalis

13 Juli 2024   15:09 Diperbarui: 13 Juli 2024   15:13 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source : Freepik.com

RUU Penyiaran 2024 yang sedang dibahas DPR menjadi sorotan tajam berbagai kalangan, termasuk Suara Perempuan Nusantara. RUU ini mengandung sejumlah pasal kontroversial yang berpotensi mengancam kebebasan pers, yang merupakan pilar utama demokrasi di Indonesia. Beberapa pasal dalam RUU ini tidak hanya bertentangan dengan UU Pers No. 40 Tahun 1999, tetapi juga mereduksi hak-hak jurnalis dan kebebasan berekspresi. Kami, Suara Perempuan Nusantara, dengan tegas menolak RUU Penyiaran 2024.

Salah satu pasal yang paling kontroversial adalah Pasal 50 B ayat 2 huruf (c) yang melarang penayangan eksklusif jurnalistik investigasi. Larangan ini tidak masuk akal dan merusak esensi dari jurnalistik itu sendiri. Jurnalisme investigasi adalah alat vital dalam mengungkap kebenaran dan menyuarakan ketidakadilan. Melarang bentuk jurnalistik ini sama dengan membungkam suara-suara kritis yang berani mengungkapkan fakta di balik tirai kekuasaan. Jurnalisme investigasi adalah benteng terakhir dalam menjaga transparansi dan akuntabilitas di negara kita.

Nur Khotimah, Ketua Suara Perempuan Nusantara, menegaskan, "Melarang jurnalistik investigasi adalah langkah mundur dalam demokrasi kita. Ini adalah upaya sistematis untuk membungkam suara kebenaran dan melindungi kepentingan segelintir elit. Suara Perempuan Nusantara akan terus berjuang melawan setiap bentuk pembungkaman ini."

Pasal lainnya yang juga bermasalah adalah Pasal 42 ayat 2 yang memberikan kewenangan kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk menyelesaikan sengketa jurnalistik. Ini jelas bertentangan dengan UU Pers yang mengamanatkan bahwa sengketa jurnalistik harus diselesaikan oleh Dewan Pers. KPI, yang seharusnya hanya mengawasi penyiaran, tidak memiliki kompetensi untuk mengadili sengketa pers. Mengalihkan wewenang ini ke KPI adalah langkah yang tidak hanya tumpang tindih, tetapi juga melemahkan fungsi Dewan Pers sebagai penjaga independensi pers.

Pasal 50 B ayat 2 huruf (k) yang melarang konten siaran yang mengandung penghinaan dan pencemaran nama baik juga sangat problematik. Pasal ini adalah "pasal karet" yang bisa digunakan untuk memberangus kebebasan pers dan membungkam kritik. Seperti yang kita lihat dalam UU ITE, pasal semacam ini rentan disalahgunakan untuk melindungi kepentingan-kepentingan tertentu dan menekan kebebasan berpendapat.

Tidak hanya itu, Pasal 51 huruf E yang mengatur bahwa sengketa yang timbul akibat keputusan KPI dapat diselesaikan melalui pengadilan juga patut dipertanyakan. Ini tidak sejalan dengan prinsip penyelesaian sengketa jurnalistik yang seharusnya dilakukan melalui mekanisme yang sudah diatur oleh UU Pers. Menghadapkan jurnalis pada proses pengadilan yang berbelit-belit hanya akan mengintimidasi dan menghalangi mereka dalam menjalankan tugasnya.

RUU Penyiaran 2024 ini menunjukkan betapa lemahnya komitmen para pembuat undang-undang terhadap kebebasan pers. Dalam konteks ini, Suara Perempuan Nusantara menyerukan kepada semua elemen masyarakat, termasuk jurnalis dan organisasi pers, untuk bersatu dan menolak RUU ini. Kebebasan pers adalah fondasi demokrasi yang tidak boleh dikompromikan. RUU ini harus ditolak demi menjaga integritas dan kebebasan pers di Indonesia.

Nur Khotimah menambahkan, "Kami akan terus mengawasi dan mengkritisi setiap upaya yang berpotensi mengancam kebebasan pers. Suara Perempuan Nusantara akan berada di garis depan dalam mempertahankan hak-hak jurnalis dan kebebasan berekspresi. Kami mengajak seluruh masyarakat untuk bersatu dan menolak RUU Penyiaran 2024 ini."

Kebebasan pers adalah hak asasi yang harus dilindungi. RUU Penyiaran 2024 dengan segala kontroversinya harus dihentikan. Hanya dengan kebebasan pers yang terjamin, kita bisa memastikan demokrasi yang sehat dan masyarakat yang adil.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun