Oleh : Elisa Sekenyap
Mengenang Kepergian Seorang Pionir
Perjalanan panjang telah dilalui, ukiran sejarah telah dirintis dan kaki, tangan, suara serta daya dan pikirannya telah menghiasi rintisan belahan gunung dan lembah di Pegunungan Tengah Papua, tetapi semua itu hanya menjadi kisah yang dilupakan.
“Walaupun bapak tidak terkenal sebagai pionir dan tidak tercatat di sejarah gereja maupun pemerintah, tetapi bagi kami keluarga hal itu tidak menjadi masalah, karena kami tahu yang akan mencatat semua itu adalah Tuhan Yesus sendiri. Dan Dia akan mencatat secara sempurna dari pada kita manusia,sebab Beliau sendiri yang mengutus dia datang untuk melakukan pelayanan itu,” kata Pdt. Markus Kafiar, S.Si yang adalah anak kandung dari almarhum Septinus Kafiar kepada Majalah Kemitraan di Wamena.
Selain itu, kata Pdt. Markus, yang tidak kala pentingnya lagi adalah, apa yang telah dilakukan almarhum selama pelayanannya untuk menjadikan manusia bertumbuh dan mengenal Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan juruselamat dalam kehidupan pribadi masing-masing.
Lanjutnya, beliau juga mengharapkan, supaya apa yang telah ia lakukan bisa dapat bertumbuh dengan baik dan menghasilkan hasil yang baik.
“Benih yang jatuh akan bertumbuh dan berkembang. Kami sudah membersihkan dan tanam, sekarang kalian rawat dan nikmati hasil tersebut. kata-kata ini saya anggap paling penting dan sangat bermakna, karena melalui kata-kata ini, semua suku di Pegunungan Tengah mengenal injil dan injil itu telah membuka semuanya. Hingga hari ini daerah ini dikenal orang banyak,” ujar Pdt. Markus yang akrap di panggil Pdt. Max menirukan apa yang almarhum ayahnya sampaikan.
Tetapi juga, diharapkan, apa yang bapak telah lakukan terus dilakukan oleh generasi saat ini. “Jadi saya harapkan, supaya masyarakat saat ini jangan berpikir untuk maju hanya dibidang ekonomi, pendidikan, politik dan seni budaya, tetapi baiknya lebih maju di kehidupan rohani. Karena itu dasar yang akan membentuk iman, moral dan karakter pengetahuan kita,” ujar Pdt. Markus.
“Apalah artinya jika kita pintar tetapi tidak berhikmat? Jadi kalau kita jadi pejabat tidak bisa perhatikan masyarakat, karena tidak berhikmat. Tetapi kalau berhikmat, kasih Allah itu nyata dalam melayani masyarakat,” sambungnya.
Almarhum Septinus Kafiar menghembusakan nafas terakhirnya pada usia ke-93 di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wamena pada tanggal 10 September 2014 pukul 3:00 Wpb. Dan dimakamkan di pekuburan umum lama Wamena pada tanggal 12 September 2014.
Beliau meninggal pada bulan yang sama dengan bulan kelahirannya, yaitu pada 13 September 1921 dan 10 September 2014.
Gedung Gereja Betlehem Wamena pada awal penginjilan
Awal Mula Penginjilan
Almarhum Septinus Kafiar adalah putra terbaik asal Biak dari gereja GKI Di Tanah Papua, tetapi waktu itu dikontrak oleh Misi Christian And Missionary Alliance (CAMA) yang sekarang disebut gereja Kemah Injil (Kigmi) pada tahun 1957 untuk melakukan penginjilan di Pegunungan Tengah Papua.
Almarhum bersama rombongan tiba di Minimo-Wamena menggunakan pesawat air (Catalina) dari Jayapura pada tanggal 14 September 1957. Dan melanjutkan ke Pos Misi Hitigima yang dekat dengan tempat pendaratan mereka.
Tidak lama kemudian, beliau ditempatkan di Seima distrik Kurima (Kabupaten Yahukimo sekarang), karena disitu menjadi daerah pelayanan CAMA. Beliau bertugas di sana selama 6 tahun dari tahun 1957 hingga tahun 1962.
Setelah enam tahun di Seima, pada tahun 1962 beliau dijemput oleh salah seorang pendeta asal Belanda, yaitu Pdt. P. Aring dari Wamena. Pdt. Aring waktu itu sedang bertugas sebagai pelayan di jemaat GKI Betlehem Wamena.
Akhirnya, sejak tahun 1962 almarhum Septinus Kafiar kembali ke gereja asalnya, yaitu GKI. Dan bertugas melayani bersama Pdt. Aring di gereja Betlehem Wamena. Lalu beliau melakukan penginjilan di Lembah Balim.
Waktu di Wamena, beliau membuka gereja di Hom-Hom yang sekarang disebut GKI Lachairoi dan tinggal di Ukuloa.
Sebenarnya, Lembah Balim atau Lembah Agung waktu tahun 1950-an hingga 1960-an bukan menjadi daerah penginjilan GKI. Karena berdasarkan pembagian, daerah Lembah Balim menjadi bagian penginjilan gereja Kigmi dan Katolik, sedangkan GKI mendapatkan bagian di daerah Yalimo.
Tetapi, karena banyaknya pegawai pemerintah yang tinggal di Wamena, maka mereka-mereka itulah yang dengan sendirinya membuka gereja GKI pada tahun 1959.
Awalnya GKI dibuka di Wesama (Sekarang disebut Wesaput) oleh seorang petugas kesehatan, yaitu Bapak Obet Patimea. Namun, gereja di Wesama hanya jemaat kecil yang terdiri dari para pegawai pemerintah yang bertugas waktu itu di Wamena.
Namun, jemaat kecil itu berdiri menjadi jemaat betul pada tahun 1962 saat dibukanya jemaat Betlehem. Dan akhirnya GKI sekarang berkembang pesat di Pegunungan Tengah Papua.
Saat itulah almarhum Septinus Kafiar dan Pdt. Aring melakukan pelayanan di Lembah Balim.
Setelah 7 tahun beliau melakukan pelayanan di Wamena, nasib buruk menimpah keluarganya pada tahun yang ke 8, yaitu tepat pada tanggal 3 Maret 1970. Dari 11 anak-anaknya, 4 anak terbakar didalam sebuah Honai di Ukulua.
Ketika peristiwa itu terjadi, almarhum hanya berkata, “Benih yang jatuh akan bertumbuh dan berkembang”.
Kata-kata itu mengambarkan kata Tuhan Yesus kepada murid-muridnya.
Tetapi perlu diingat, bahwa maksud dari benih yang jatuh itu adalah pengorbanan dalam pelayanan, tetapi pasti injil akan terus tembus ke desa-desa, suku-suku hingga ke pelosok-pelosok dan semua orangterima injil. Dan yang kedua, dengan pengorbanan itu pasti Tuhan mempunyai rencana besar, dimana terbukti saat ini memiliki 10 anak dan 44 cucu serta 24 cicit.
Selain pelayanannya kerohanian, beliau juga sempat mengapdi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Jayawijaya sejak tahun 1975 hingga pensiun pada tahun 1995. (***)
Profil Keluarga
Nama Lengkap: Septinus Kafiar
Tempat Tangga Lahir: Mokmer Biak, 13 September 1921
Istri: 1 (satu) BastianaTecuari
Anak:Awalnya 11 (sebelas) anak, 4 terbakar dengan honai dan sekarang 10 anak Naomi Kafiar, Markus Kafiar, Yuli Kafiar, Martince Kafiar, Martin Kafiar, Yoas Kafiar, Aneta Kafiar, Anace Kafiar, Sofia Kafiar, Yuliana Kafiar, Rosalina Kafiar dan Rode Kafiar.
Cucu: 44 (empat puluh empat) cucu
Cicit :: 24 (dua puluh empat cicit)
Pernikahan
Pada Tanggal: 27 Januari 1957
Tempat: Benyom
Pasangan suami-istri: Septinus Kafiar dan Bastiana Tecuari
Pendidikan
Pendidikan Dasar: VVS Korido tahun 1948
: Sekolah Rakyat (SR) tahun 1950
: Sekolah Penginjil Ransiki Manokwari lulus 1965
Pekerjaan
Pertama: Hotel di Sorong tahun 1952-1954
Kedua: Telepon Kantor 1953-1956
Ketika: Kontrak oleh Sending CAMA sebagai perintis penginjil 4 September 1957 keLembah Balim dan ditempatkan di Seima
Keempat: Ketua Majelis GKI Betlehem Wamena 1962-1974 selama 5 periode
Kelima: Pegawai Pemerintah 1975-1995 Pensiun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H