Jadi, Perempuan di masa sebelum adanya Kartini menderita, baik itu bagi fisik, mental, maupun pendidikan. Di masa tersebut, perempuan dapat disebut sebagai buruh dari laki - laki. Perempuan tidak dapat memiliki pangkat tinggi di dalam mengerjakan suatu pekerjaan, bahkan perempuan juga bisa saja tidak mendapat bagian, karena laki - laki mengira bahwa perempuan lemah dalam segala hal termasuk dalam melakukan pekerjaan yang membutuhkan ilmu yang tinggi.
Namun, semua perspektif tersebut dibantah oleh R.A.Kartini, Kartini membantah hal tersebut karena Kartini tidak ingin derajat perempuan berada di bawah laki - laki.Â
Kartini melakukan banyak cara agar dia dapat membuat derajat perempuan sama dengan derajat manusia pada umumnya. Kartini merubah derajat perempuan di masa itu dengan cara menulis surat kepada teman - temannya yang sebagian besar berasal dari Belanda. Kartini pada zaman itu diperbolehkan untuk sekolah karena sebagian besar dari keluarganya merupakan bangsawan. Seperti kakak dari Kartini, ia merupakan seorang yang ahli dalam bidang bahasa, ayah dan kakeknya merupakan bupati di kota - kota tertentu.Â
Meski begitu, R.A. Kartini terpaksa harus berhenti sekolah pada usianya yang ke 12 tahun, karena melanggar aturan dimana aturan tersebut adalah perempuan tidak diperbolehkan untuk keluar rumah. Walaupun ia dikeluarkan, Kartini tetap gigih dalam belajar, ia tetap membaca buku - buku yang ia dapatkan saat ia sekolh, tidak hanya itu,Â
Kartini juga koran - koran yang berisi tentang kemajuan pemikiran perempuan dari Eropa. Kartini pada saat itu membuat surat yang ada untuk menguraikan pemikiran Kartini terkait masalah tradisi feodal ( sistem yang memberikan kekuasaan kepada golongan bangsawan ) , pernikahan secara paksa, kerja paksa, poligami, dan yang terpenting adalah pendidikan bagi perempuan yang ditindas pada saat itu.
Tidak hanya itu, Kartini juga menuliskan keluh kesahnya dan gugatan kepada budaya yang ada di Jawa pada saat itu yang dipandang sebagai penghambat kemajuan perempuan.Â
Setelah Kartini meninggal, surat - surat dan pemikiran Kartini yang awalnya sudah ditulis dan dikirimkan olehnya, dikumpulkan dan  dibuat menjadi buku yang berjudul "habis gelap, terbitlah terang". Pemikiran dan surat yang ditulis oleh Kartini akhirnya dapat mengubah pemikiran dan pandangan masyarakat Belanda terhadap orang - orang yang tinggal di bagian Jawa. Bagi Kartini, perempuan tidak hanya dapat mengerjakan tugas di rumah, namun perempuan juga dapat mengerjakan sama halnya seperti yang dilakukan oleh laki - laki.
Maka dari itu, Kartini merasa sedih karena penderitaan perempuan pada zamannya, sehingga ia membuat keputusan untuk membuat surat sehingga jika suatu saat suratnya dibuka, akan membuat seluruh rakyat Belanda yang menindas perempuan disana mengubah cara pandangnya terhadap perempuan.Â
Kartini juga koran - koran yang berisi tentang kemajuan pemikiran perempuan dari Eropa. Kartini pada saat itu membuat surat yang ada untuk menguraikan pemikiran Kartini terkait masalah tradisi feodal ( sistem yang memberikan kekuasaan kepada golongan bangsawan ) , pernikahan secara paksa, kerja paksa, poligami, dan yang terpenting adalah pendidikan bagi perempuan yang ditindas pada saat itu.
Tidak hanya itu, Kartini juga menuliskan keluh kesahnya dan gugatan kepada budaya yang ada di Jawa pada saat itu yang dipandang sebagai penghambat kemajuan perempuan.Â
Setelah Kartini meninggal, surat - surat dan pemikiran Kartini yang awalnya sudah ditulis dan dikirimkan olehnya, dikumpulkan dan  dibuat menjadi buku yang berjudul "habis gelap, terbitlah terang". Pemikiran dan surat yang ditulis oleh Kartini akhirnya dapat mengubah pemikiran dan pandangan masyarakat Belanda terhadap orang - orang yang tinggal di bagian Jawa. Bagi Kartini, perempuan tidak hanya dapat mengerjakan tugas di rumah, namun perempuan juga dapat mengerjakan sama halnya seperti yang dilakukan oleh laki - laki.