Marxistically; di Jakarta, untuk pergi ke tempat penghisapannya saja
buruh harus pikir sendiri transportasinya.
Â
Pada waktu kampanye pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Jokowi dan Ahok menyatakan tidak akan meneruskan proyek pembangunan Enam ruas Tol Dalam Kota.
Tetapi sikap tersebut tiba-tiba berubah pada bulan Agustus-September tahun 2014, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama (waktu itu masih Plt. Gubernur) mengatakan akan meneruskan proyek pembangunan enam ruas jalan tol dalam kota Jakarta. Salah satu tujuannya, sesuai dengan perkataan Ahok, adalah untuk meningkatkan rasio jalan dan mengurangi kemacetan di Jakarta.
Â
1. Rasio Luas Jalan & Kemacetan
Sampai kapan teori lapuk "rasio luas jalan" mau terus dikunyah-kunyah untuk merasionalisasi pembangunan jalan baru untuk kendaraan pribadi, jalan layang baru untuk kendaraan pribadi, dan jalan tol baru untuk kendaraan pribadi?
Teori rasio luas jalan memang masih dapat digunakan untuk sebuah kota kecil dengan jumlah penduduk yang terbatas, atau kota yang sedang dalam masa-masa awal pertumbuhannya, sebagai acuan dasar bahwa sekian persen dari luas kota haruslah ditujukan untuk memfasilitasi sirkulasi warga, untuk mendukung aktivitas warga, menggerakan roda perekonomian perkotaan, memekarkan kota itu sendiri, dan memastikan setiap tempat memiliki akses dan ruang terbuka yang memadai.
Tetapi Jakarta ini adalah sebuah kota metropolitan seluas 661 kilometer persegi dengan penduduk tetap sebanyak sekitar 10 juta jiwa dengan ditambah para komuter sekitar 5.4 juta jiwa per hari. Untuk kota sebesar dan sepadat Jakarta, dengan kepadatan penduduk rata-rata sekitar 16 ribu jiwa per kilometer persegi, rasio tersebut sudah semakin tidak masuk akal untuk dikejar.
Â