Mohon tunggu...
SPA FEB UI
SPA FEB UI Mohon Tunggu... Akuntan - Himpunan Mahasiswa Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia

Studi Profesionalisme Akuntan (SPA) Faculty of Economics and Business Universitas Indonesia (FEB UI) is a student organization in FEB UI whose member are its accounting students. SPA FEB UI was established on August 22nd, 1998. Initially, SPA was a place for accounting students to study and focus on accounting studies. Nowadays, SPA has grown to become an organization which is not only a place to study and discuss about accounting issues, but also a place for accounting students to develop themselves through non-academic opportunities. Furthermore, SPA builds networks and relation to other communities, such as universities, small medium enterprise, academicians, and practitioners. Through these project, SPA always tries to give additional values to its stakeholders, especially FEB UI accounting students.

Selanjutnya

Tutup

Money

The Fall of Jiwasraya: A Lapse in Corporate Governance

21 Mei 2021   13:06 Diperbarui: 21 Mei 2021   13:44 1398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Good Corporate Governance (GCG) didefinisikan Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) sebagai prinsip-prinsip manajemen perusahaan yang disusun agar perusahaan berjalan secara optimal dalam mencapai tujuannya sembari memenuhi kebutuhan seluruh kelompok stakeholder tanpa melanggar hukum (KNKG, 2006). 

Gagalnya penerapan GCG dapat berdampak buruk bagi perusahaan, mulai dari rendahnya kinerja hingga runtuhnya perusahaan. Salah satu kasus nyata gagalnya penerapan GCG yang terjadi dalam waktu dekat ini adalah skandal yang dialami PT Asuransi Jiwasraya (Persero), salah satu perusahaan asuransi terbesar di Indonesia.

KNKG merumuskan GCG dengan lima prinsip, yaitu: 

  1. Transparency: Untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh stakeholders.
  2. Accountability: Perusahaan harus selalu dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya. Untuk itu, perusahaan harus dikelola secara benar, terukur, dan sesuai dengan selalu memperhitungkan kepentingan stakeholders.
  3. Responsibility: Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara keberlanjutan usaha dalam jangka panjang.
  4. Independence: Perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
  5.  Fairness: Perusahaan harus memperhatikan kepentingan stakeholder dan semua orang yang terlibat didalamnya berdasarkan prinsip kesetaraan dan kewajaran (KNKG, 2006).

Dok. SPA FEB UI
Dok. SPA FEB UI
Pada tahun 2019 kemarin, PT Jiwasraya terjerat skandal finansial yang berakibat macetnya ekuitas perusahaan hingga tidak mampu membayar kewajiban klaim polis JS Saving Plan. Tunggakan polis ini muncul dari banyaknya nasabah yang menginvestasikan dana mereka di JS Saving Plan dengan harapan return tinggi karena tawaran jaminan return sebesar 9-13% yang pada saat itu relatif besar dibandingkan bunga sebesar 5-7% yang ditawarkan deposito bank. Kepala BPK RI, Agung Firman Sampurna, menjelaskan bahwa penyebab gagal bayarnya polis asuransi JS Saving Plan disebabkan perusahaan menggunakan dana dari JS Saving Plan untuk berinvestasi di saham beresiko tinggi.

Dalam hasil audit yang dikemukakan BPK, PT Jiwasraya kerap melakukan transaksi jual beli saham serta diduga melakukan rekayasa harga dengan Bank BJB (BJBR), Semen Baturaja (SMBR), dan PT PP Properti Tbk (PPRO) yang memiliki kinerja saham -39,32%, -74,78%, dan -41,28% secara berurutan pada tahun 2019* (Noviani, 2020). 

Ditambah lagi, hasil audit Kantor Akuntan Publik (KAP) PricewaterhouseCoopers (PwC) Indonesia atas laporan keuangan PT Jiwasraya tahun 2017 mengoreksi jumlah laba laporan keuangan interim dari sebesar Rp2,4 triliun menjadi hanya Rp428 miliar. 

Akurasi dari kedua hasil audit ini tampak menguat saat Hexana Tri Sasongko, Direktur Utama Jiwasraya, kemudian mengungkapkan bahwa Jiwasraya memiliki aset perusahaan tercatat hanya sebesar Rp23,26 triliun, sedangkan kewajibannya mencapai Rp50,5 triliun yang berarti perusahaan memiliki ekuitas negatif Rp27,24 triliun.

Selain pelanggaran standar-standar akuntansi keuangan dalam laporan keuangan yang mengakibatkan pengoreksian laporan keuangan oleh pihak ketiga serta pengelolaan investasi yang kurang tepat, sesungguhnya kasus skandal keuangan ini dapat diatribusikan terhadap kurang efektifnya tata kelola perusahaan, terkhusus dari perspektif GCG. 

Dari kelima prinsip GCG, PT Jiwasraya gagal menerapkan prinsip accountability, transparency,  dan responsibility. Pertama, Jiwasraya menggunakan dana yang dititipkan nasabahnya melalui JS Saving Plan untuk berinvestasi di saham perusahaan yang berisiko tinggi. 

Dalam melakukan hal tersebut, Jiwasraya tidak memperhitungkan kepentingan stakeholders-nya. Sebaliknya, prinsip accountability mengharuskan perusahaan untuk selalu memperhitungkan kepentingan stakeholders dalam setiap keputusan yang diambilnya.

Kedua, Jiwasraya tidak pernah mengungkapkan kepada nasabah maupun pemerintah penggunaan dari dana yang dikumpulkan dari JS Saving Plan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun