Mohon tunggu...
S K
S K Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Ibu dari dua orang anak yang tinggal di Jepang.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Kompasianer Book of The Year: Demi Waktu

26 Desember 2014   18:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:25 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1419567735168227122


Di tahun 2014 ini seorang Kompasianer, Tuty Yosenda, menelorkan sebuah buku yang saya kategorikan sebagai buku … “Jarang!” Buku setebal 264 halaman ini mencakup 27 bab. Kenapa buku ini saya katakan “Jarang?” Buku ini bertutur tentang dialog antara Kita~ si pembaca, dengan Dia ~ si penulis, dan dengan si Topik aktual ~ yang sering menggelitik emosi, intelektualitas dan pemahaman baku akan sesuatu yang tabu yang selama ini diamini untuk tidak dipertanyakan bahkan dilirik dari sudut lain.

Hei! Bukankah kita, yang sering mengaku –ngaku sebagai mahluk yang mempunyai logika, pikiran untuk menganalisa dan berperasaan halus untuk merawat seseorang (atau sesuatu) sering gagal meng-upgrade diri sendiri dan memanfaatkan WAKTU yang diberikan secara gratis, tanpa bunga pula?!

Bab pertama dibuka dengan Kisah si Tegon, warga sebuah negeri bernama Flatland yang komunitasnya terbagi dalam klan-klan utama seperti klan Segi Tiga, Segi Empat dan Sirkulari. Masing-masing klan mempunyai pola pikir dan gerakan yang seragam, kompak dan terprogram dalam dimensi yang itu-itu saja.

Tetapi, dalam sebuah komunitas, selalu ada yang namanya Perkecualian; warga yang tidak termasuk dalam klan-klan tersebut. Para minoritas, dimana Tegon adalah salah satunya.

Nah, di sinilah letak ASYIKNYA.

Ketika ada gerakan lain yang tidak mereka kenal masuk ke dalam dimensi mereka, klan-klan ini tak mampu melihat dan memahaminya. Kenapa? Karena mereka mempersempit dunia mereka sendiri!

Eit.. tenang dulu…. ada si Tegon, si minoritas yang selalu ingin memahami sesuatu dengan membuka dirinya dengan kemungkinan-kemungkinan di luar perspektif (baca: dimensi) mereka. Ia tak merisaukan tuduhan gila yang ditujukan padanya, karena terlalu sibuk dengan alam pikirannya yang jauh lebih kaya. Ia tak lagi menjadi pengecut yang kabur dikala kemungkinan-kemungkinan baru  datang dari arah yang tak disangka-sangka.

Kemampuan Tegon melihat perspektif lain memberikan manfaat pada komunitasnya. Karena ada Tegon yang berkata;

“Andai saja engkau tahu, betapa menyenangkannya pengalaman mengetahui atau menerima sesuatu dari arah yang tak disangka-sangka itu. Betapa indahnya misteri. Betapa menariknya dunia yang tak bisa ditebak dan penuh kemungkinan.”

“Engkau takut ini itu, karena engkau hanya melihat sebagian saja. ~~~”

“~~~~ Jika engkau tidak mau memperluas dirimu dengan perspektif baru, artinya engkau mengurung dirimu selamanya dalam kotak sempitmu sendiri.”

Lalu di bab tiga: Pay It Forward!

Intinya adalah Berbuatlah Kebaikan, karena berbuat kebaikan akan menuntun ke kebaikan lainnya, tanpa perlua adanya jaminan akan KEPASTIAN bahwa kebaikan itu akan memperbaiki dunia. (jadi, iklas sajalah, nggak usah koar-koar setelah berbuat baik. Yang koar-koar biasanya nggak iklas tuh! (kalimat terakhir nggak ada dalam buku loh, itu kata-kata saya sendiri (^0^) )).

Dan, bab-bab lain yang terkadang ‘usil dan bandel’ seperti bab yang judulnya: Setanku Sudah Jadi Muslim, Ya, Aisha …, Buaya dan Gayus Juga Ada Pelindungnya. Atau bab yang menohok seperti Adu Kejantanan dan Perkosaan: Sampai Kapan? Dan lain-lainnya.

Buku ini menjadi rangkuman dari berbagai masukan, kiasan dan data dari orang-orang seperti Tegon (baca: Einstein, Gus Dur, Muhammad Al-Bukhari, dll) yang diolah secara manis oleh penulis sehingga semua itu menjadi ‘hidup’ dalam keseharian kita. Benefitnya untuk kita? Kita dimanjakan, karena kita dirangkumkan oleh penemuan-penemuan dan pemikiran-pemikiran berbagai tokoh peradaban tanpa perlu membaca semua buku-buku yang jumlahnya tak sedikit itu.

Jadi, apa kesimpulan buku ini? Ga tau! Baca sendiri! Kesimpulan saya dengan Anda bisa saja berbeda. Tapi yang jelas, setelah membacanya kita menjadi bergairah dengan menyongsong kehidupan selanjutnya, karena….. KITA MAMPU MELIHAT BERBAGAI PERSOALAN DI ATAS PERSOALAN ITU SENDIRI.

Selamat Tahun Baru 2015!

Buku tersedia di Gramedia dan toko-toko buku lainnya terutama Bandung dan Jakarta

online: rajabuku.com   bukabuku.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun