Mohon tunggu...
Sovi Indah Ariyanti
Sovi Indah Ariyanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Uhamka

Selanjutnya

Tutup

Analisis

FRAUD DI PT. PLN : Menganalisis Perjalanan dan Solusi Preventif

7 Januari 2025   14:58 Diperbarui: 8 Januari 2025   13:53 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : https://cyberhub.id/pengetahuan-dasar/waspada-invoice-fraud

Perusahaan menghadapi berbagai risiko yang sulit untuk dihindari dalam upaya mencapai tujuannya. Salah satu risiko yang dapat terjadi adalah tindakan fraud, yang dapat merugikan perusahaan secara signifikan. Fraud seringkali sulit terdeteksi karena melibatkan kolaborasi antara beberapa pihak yang bekerja sama untuk memperoleh keuntungan dari tindakan tersebut. Setiap institusi atau perusahaan berisiko mengalami fraud, yang dapat terjadi di semua level organisasi, baik dari karyawan di tingkat manajerial maupun yang berada di tingkat bawah. Tindakan fraud yang dilakukan oleh karyawan dapat berdampak negatif pada pencapaian target keuntungan dan kinerja perusahaan. Jika dibiarkan, hal ini bisa menimbulkan ancaman serius bagi keberlanjutan perusahaan.

Menurut Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), fraud didefinisikan sebagai tindakan penyalahgunaan posisi atau jabatan untuk memperoleh keuntungan pribadi melalui penyalahgunaan aset perusahaan. Sementara itu, AICPA  menyatakan bahwa fraud merupakan tindakan yang dilakukan baik secara sengaja maupun tidak sengaja oleh individu dengan tujuan untuk meraih keuntungan melalui cara yang tidak benar, tanpa memperhatikan dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan sekitar.

PT PLN (Persero) merupakan perusahaan milik negara Indonesia yang bergerak di bidang penyediaan listrik di seluruh Indonesia. Sebagai salah satu perusahaan energi terbesar di Indonesia, PLN bertanggung jawab untuk menghasilkan, menyalurkan, dan mendistribusikan listrik kepada konsumen, baik rumah tangga, industri, maupun sektor komersial. PT PLN merupakan salah satu perusahaan yang terlibat dalam beberapa kasus fraud (kecurangan) yang mencuat ke publik.

Salah satu faktor utama yang memicu terjadinya fraud diperusahaan PLN seperti kompleksitas operasional dan tingginya volume transaksi. PLN memilki jutaan pelanggan dan melaksanakan berbagai proyek besar untuk penyediaan listrik di seluruh Indonesia.

Kasus – kasus fraud yang terjadi di perusahaan tersebut berdampak pada kerugian finansial dan penuruna reputasi perusahaan terhadap pengelolaan sumber daya negara. Beberapa kasus juga melibatkan kolaborasi antara pihak internal dan eksternal yang memiliki akses ke informasi sensitif perusahaan. Oleh karena itu, penting untuk melakukan analisi lebih mendalam mengenai faktor – faktor yang memungkinkan terjadinya fraud di PT PLN serta upaya – upaya yang dapat diambil untuk mencegah dan menanggulangi tindakan tersebut.

 Bentuk - Bentuk fraud yang terjadi di PT PLN Persero :

Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) pada tahun 2014 mendefinisikan kecurangan (fraud) sebagai tindakan ilegal seperti penipuan, penyalahgunaan, penggelapan, dan perilaku yang melanggar kepercayaan. Sementara itu, menurut American Institute of Certified Public Accountants (AICPA), kecurangan merupakan tindakan yang bisa disengaja atau tidak disengaja, yang didorong oleh kecerdikan individu untuk memperoleh keuntungan melalui cara yang salah dan tanpa memperhatikan kepentingan pihak lain atau lingkungan sekitar (Kingsley, 2015 dalam Fajria, 2019). ACFE membagi kecurangan ke dalam tiga kategori utama :

  • Kecurangan Aset (Asset Misappropriation), yang mencakup pencurian atau penyalahgunaan aset .
  • Pernyataan Palsu (Fraudulent Statement), yaitu tindakan yang dilakukan oleh pejabat perusahaan atau instansi untuk menutupi kondisi keuangan yang sebenarnya dengan rekayasa keuangan dalam laporan keuangan demi meraih keuntungan.
  • Korupsi (Corruption), dimana pelaku menggunakan pengaruhnya secara ilegal dalam transaksi bisnis untuk kepentingan pribadi atau orang lain.

Jenis kecurangan ini sering terjadi di sektor pemerintahan dan sulit dideteksi karena melibatkan kolaborasi beberapa pihak. Kecurangan tidak bisa digeneralisasi karena ini adalah bentuk tindakan yang bisa dilakukan tanpa adanya unsur ketidaksengajaan (Fajria, 2019).

Pada tahun 2019, media Suara.com melaporkan bahwa Direktur Utama PLN saat itu, Sofyan Basir, ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus suap proyek PLTU Riau-1. Kasus ini melibatkan beberapa pejabat, termasuk Maulani Saragih, Idrus Marham (Mantan Menteri Sosial), dan Johannes B. Kotjo, bos Blackgold Natural Resource. Namun, pada Juni 2020, Sofyan Basir divonis bebas oleh pengadilan Tipikor. Di tahun yang sama, media Liputan6.com melaporkan bahwa mantan Direktur Utama PT PLN Batubara, Khairil Wahyuni, terlibat dalam korupsi pengadaan batubara senilai Rp 477 miliar. Berbagai penelitian mengenai kecurangan menggunakan teori segitiga kecurangan, namun hasilnya berbeda-beda. Penelitian oleh Fajria (2019) menyatakan bahwa tekanan dapat mempengaruhi tindakan kecurangan, sementara penelitian Zahara (2017) menunjukkan bahwa tekanan tidak berpengaruh terhadap kecurangan. Selanjutnya, penelitian Zahara (2017) juga menyatakan bahwa kesempatan dapat mempengaruhi terjadinya kecurangan. Faktor – Faktor terjadinya fraud di PT PLN Persero.

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kecurangan dapat dijelaskan melalui segitiga kecurangan (Triangle of Fraud), yang terdiri dari :

  • Pressure (tekanan) Secara umum, tekanan biasanya timbul akibat kebutuhan atau masalah keuangan, namun sering juga muncul karena dorongan keserakahan. Penggelapan yang dilakukan oleh pelaku seringkali berawal dari tekanan (pressure) yang mereka rasakan, serta kebutuhan mendesak yang sulit untuk dibicarakan dengan orang lain.
  • Opportunity (kesempatan) merupakan faktor penting yang memungkinkan individu untuk melakukan kecurangan (Fajria, 2019). Peluang ini muncul karena adanya celah dalam pengendalian internal, pengawasan manajemen yang tidak efektif, atau penyalahgunaan posisi dan wewenang (Listiana, 2012).
  • Rationalization (pembenaran) adalah proses di mana seseorang mencari alasan untuk membenarkan tindakannya sebelum melakukan kejahatan, bukan setelahnya. Pembenaran ini penting bagi pelaku agar dapat mempertahankan citra diri sebagai individu yang dipercaya. Setelah melakukan kejahatan, pembenaran tersebut tidak lagi dibutuhkan. Menurut Listiana (2012), rasionalisasi merupakan salah satu bagian dari fraud yang sulit diukur. Bagi mereka yang terbiasa berbuat tidak jujur, proses rasionalisasi menjadi sangat mudah dilakukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun