(Berteriak)
Begitu banyak kebencian dalam tiap kata yang keluar dari mulutku, begitu banyak pahit dalam lidahku, begitu merah, begitu membara, aku, terbakar oleh amarahku, aku, hangus oleh ketidak berdayaanku, bahkan tak ada sisa dari jasad ku yang mengering terhembus angin ketidak pedulian mereka.
(menarik-narik tangannnya yang terikat)
Lihat-lihat aku terikat pada darah yang kubenci, aku terkukung, aku terbungkam oleh sang raja yang mengatur seluruh Duniaku, dengan perlahan dia memotong-motong arti dalam hidupku, dengan perlahan dia memotong kehidupanku.
(meludah)
Entah apa yang membawaku kedalam kepedihan ini, entah di mana sang keadilan bersembunyi.
(terduduk)
Tidak ada kasih dalam matanya, tidak ada sayang dalam belaiannya, tak pernah ada pelukan, atau kata-kata lembut yang menenangkan, bahkan, mungkin sejauh ingatanku, dia tak pernah ada untukkku, tidak pernah ada!
(menarik lengannya)
Aah, apa yang menahanku untuk tetap disampingnya, apa yang membuatku tak lari saja dari segala kebusukannnya, apa yang membuatku tetap diam dan membisu bagai batu kali walau kebencianku hampir menenggelamkan nafasku. Aah APA!
(Menarik nafas)
(tersenyum getir dengan pandangan kosong)
Tak ada selain fakta bahwa pria itu, meniduri wanita lemah berparas manis, tak ada selain pria itu membuangnya setelah bosan. Tak ada selain, nyawa wanita itu terbuang besertanya, tak ada selain, wanita itu meregangkan nyawanya bersamaku, tak ada selain, wanita itu ibuku, dan pria itu ayahku.
(berteriak)
tidak ada alasan sama sekali.
~Tengah~
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H