Riuh terdengar obrolan  ibu-ibu kartiniÂ
Yang bersantai di teduhnya pepohonan karet tak jauh dari rumah
Berlindung dari sengatan matahari pukul satu siang
Tapi pekerjaan mereka belum usai mengumpulkan ranting puntung kayu api
Cadangan penganti LPG 3 kg Melon yang harganya cukup mahal
Begitulah kegiatan sampingan sebagian ibung-ibung (ibu-ibu) dan perempuan setengah baya di dusun-dusun di Bumi Seganti Setungguan, julukan Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan. Untuk menambah penghasilan keluarga menopang pendapatan suami mereka yang merupakan buruh tani atau buruh bangunan.
Biasanya selepas mereka melakukan pekerjaan pokok di rumah barulah mereka memasuki hutan-hutan dan kebun yang tak dirawat pemiliknya mencari kayu dan ranting atau biasa mereka menyebutnya puntung kayu. Sebab mereka tidak mampu memasak menggunakan bahan bakar LPG 3 kg (Melon) yang di dusun mereka harganya Rp 25.000 - Rp 28.000. Kartini desa ini harus memutar otak memenuhi kebutuhan dengan penghasilan seadanya.
"Awalnya puntung ini hanya untuk kebutuhan dapur kami saje, tapi karena lama-lama ada yang beli dan nambahi duit kebutuhan yang kurang akhirnya jadi kegitan rutin kami," ujar Novi (31) ibu beranak dua ini, yang merupakan warga Desa Batay, Lahat.
Memang kebutuhan pokok yang mereka harus penuhi tak sebanding dengan penghasilan keluarga ini. Dengan memiliki anak dua orang di usia sekolah, dan suami yang hanya buruh bangunan ini dirinya merasa sangat pas-pasan menghadapi tekanan hidup.
"Anak-anak harus dibelikan baju sehari-hari, baju sekolah, ongkos dan makan sehari-hari yang secukupnye saje," begitu ucap Novi yang tetap bersemangat mengisi kinjar-nya dengan puntung-puntung kayu api ini.