Setiap bulan suci Ramadhan selalu ada sisi istimewa bersama keempat anak ku dan lelaki tersayang. Yang jelas seperti wadah buat kami berinteraksi, berkomunikasi, memperbaiki diri. Tambalan seru saat sahur dan berbuka, menjadi kedekatan makan bersama.
Biasanya inspirasi makan sahur dan berbuka ditentukan oleh anak-anak. Ide sendiri rasanya tidak terlalu sulit menghadapi anak-anak yang doyan makan. Dan sebagai perempuan manja bersyukurlah, jika di kulkas sudah ada ayam ungkep, sudah ada sambel pecel buatan si Mamas, dan ia tahu banget makanan instan jauh-jauh, daripada mulut perempuan bawel mengomel, mengomentari betapa tubuh harus dijaga dan hindari makanan instan.
Menu simpel sahur saat kepepet adalah nasi goreng sayur, sambel telur, tempe mendoan, ditambahi kerupuk. Apalagi jika sayur mayur berlimpah diberi kuah segar hangat sudah pasti anak-anak lahap menyantap sahur.
Di grup WhatsApp Kompasianer Palembang (Kompal) hampir setiap hari dibahas menu berbuka atau sahur, jadi ide tambahan buat ibu malas masak seperti saya. Resep-resep simpel juga kami saling berbagi, jadi obrolan di grup tidak garing cuma membahas tulisan. Bahasan tentang masakan, makanan, selain dari dunia tulis menulis di Kompal obrolan ada saja yang menarik disimak. Sejak 2017 akhir, saya bergabung di Kompal yang akhirnya tertarik membuat akun di Kompasiana untuk menulis, selain menulis di beberapa media.
Tapi ada yang lebih istimewa lagi sejak Covid 19 merajai kehidupan di dua bulan terakhir. Kami jadi lebih rajin memasak sendiri, mengolah masakan sehat, menanam sendiri dan menu lebih banyak pada sayur mayur. Jadi lebih hemat, lebih memanfaatkan pekarangan, dan membuat betah di rumah. Sebab tidak terasa, waktu terus berjalan. Insyaallah kami juga menjadi tidak kekurangan lauk pauk.
Anak-anak hingga detik ini berpuasa, mereka tetap bersemangat untuk sahur. Dan tak ada keluh kesah membangunkan mereka sahur. Anak paling kecil yang berusia 8 tahun juga tidak pernah surut untuk Sahur. Kuncinya sebetulnya istirahat cukup, berpuasa justru membuat mereka lebih teratur. Pukul 21.00-22.00 anak-anak usai sholat dan tadarus Al Qur'an mengalami rasa letih. Mata pun lebih cepat terkatup rapat. Pukul 04.00 mereka sudah sahur, ngobrol sebentar, melakukan ibadah tambahan lainnya, sambil menunggu subuh.
Meski tidak pergi sekolah, pagi hari sudah ada rutinitas, sehingga semangat puasa pun terasa tidak kendur. Justru kulihat mereka berusaha berlomba mengerjakan tugas dan ibadah-ibadah yang lain. Baik atau tidak ibadah, kurasa Allah Maha Mengetahui.
Kesulitan saat Covid 19 memang terasa di semua sektor, sendi kehidupan. Untungnya saat ini bulan Ramadhan, membuat kami jadi lebih fokus menjalani Ramadhan terhibur dengan tidak memikirkan segala kesulitan yang ada. Anak-anak juga tahu jika membuka kulkas sudah ada sedikit persediaan makanan. Mereka sudah tahu, sahur nanti atau berbuka yang akan mereka nikmati. Mereka paham bahwa ibunya hanya ke pasar seminggu sekali. Sebisa mungkin saat pergi, listing belanja utama sudah maksimal dan anak-anak tinggal menambahi.