Telur masih stabil, harga beras sudah mulai Rp 10.000-12.000/kg, ayam sempat meraih penurunan harga Rp 18.000-22.000/kg, cabe Rp 16.000-18.000/kg, bawang putih dan merah Rp30.000-34.000/kg, dan sayuran di bawah Rp 5.000/kg selain kentang.
Bisa dibayangkan kondisi pedagang dan petani, sementara pasar ikut sepi.Â
Beberapa pasar di tingkat desa dan kecamatan yang memiliki Kalangan (pasar mingguan) ada beberapa yang tidak dianjurkan di buka. Pembatas fisik, membuat masyarakat kian memprihatinkan di saat Ramadhan.
Beberapa petani dan pedagang yang bisa survive, mencari celah alternatif bisa melaluinya. Tapi pembatasan fisik, kerumunan, bepergian tidak bisa maksimal dimanfaatkan semua orang.
Teman saya pedagang bernama Ros (30 tahun) ia mempunyai lapak sayuran di pasar PTM Serelo bersama suaminya. Jemput bola para pembeli dan menjual secara online, dengan ongkos pengantaran atau bahkan tidak menerapkan ongkos pengantaran.
"Supaya banyak yang beli kami jualan online via sosmed Facebook, dan jam tertentu diantar," kata Ros.
Pasar sepi dan lenggang, tak bisa mengharapkan berpangku tangan. Pedagang harus kreatif. Saling bekerja sama. Ibu-ibu saling barter jualan dan membeli produk teman atau warung. Jika tidak demikian mereka sudah pasti terpuruk saat ini.
"Harga anjlok dan kita tidak kreatif, bisa ambruk kerjaan dan ekonomi keluarga," ucap Ros dengan setengah mengeluh.
Bagi pedagang kecil dan petani, yang harus mereka sikapi saat ini dengan tersenyum positif. Â Mereka percaya dengan yang terjadi, mereka harus saling bekerja sama, berbagi rejeki, dan punya waktu banyak beribadah selama Ramadhan, banyak atau sedikit biar Allah yang mengatur.
Saya mengutip kalimat teman saya Okta memiliki usaha kuliner Sakina Brownies. "Kalkulator untung ruginya kita itu sudah milik Allah. Saat orang menanyakan terlalu banyak memberi, jadi kapan bisa untung. Untungnya cuma Allah yang Maha Mengatur."
Selamat menunaikan ibadah di bulan suci Ramadhan. Salam Kompal. Bekerja di rumah, tetap di rumah saja, tetap sehat.