Mohon tunggu...
Sorot
Sorot Mohon Tunggu... Lainnya - Akun Resmi

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana Sorot digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel seputar rilis, serta kolaborasi dengan mitra. Email : sorot.kompasiana@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Waspadai Dampak Perang Israel Dengan Iran

16 April 2024   12:49 Diperbarui: 16 April 2024   13:09 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Dokumen Pribadi

Iran secara resmi menyatakan penghentian serangan ke Israel, setelah Sabtu 13 April 2024 lalu Iran menyerang secara langsung Israel. Serangan Iran terhadap Israel ini berdampak kontan atas kenaikan beberapa komoditas strategis global. Terjadi kenaikan harga minyak, menyentuh di level 90,5 US Dolar per barel dari posisi sebelumnya di harga 89 US Dolar per barel.

Setelah menyatakan penghentian serangan atas Israel pada 13 April 2024 lalu, apakah perang antara Iran dan Israel akan berakhir? Kita berharap serangan ini berakhir, sehingga ketegangan di Timur Tengah makin mereda. Namun melihat kemungkinan tren yang ada, eskalasi geopolitik di Timur Tengah akan tetap membara.

Seperti kita ketahui bersama, sejak pecah Revolusi1979, Iran mengubah orientasi kebijakan luar negerinya terhadap Israel. Kedua negara terlibat perang proxy berlangsung sangat lama. Karena itulah, saya perkirakan permusuhan kedua negara tidak akan segera berakhir dalam waktu dekat, dan setiap saat bisa terjadi konfrontasi lanjutan.

Merespon situasi tersebut, saya selaku Ketua Badan Anggaran DPR RI meminta pemerintah pro aktif melakukan langkah langkah strategis, antara lain:

1. Pro aktif melakukan upaya diplomatik, melalui lembaga lembaga internasional, baik di PBB, maupun OKI untuk mendorong gencatan senjata dari kedua negara, sejalan dengan mencari upaya damai perang antara Israel dan Palestina. Mendorong PBB untuk lebih memiliki makna dalam upaya penciptaan perdamaian dunia. Upaya ini memang tidak mudah, sebab pembelaan Amerika Serikat dan Inggris yang begitu kuat kepada Israel. 

Apalagi jika dilihat dari sisi keuntungan ekonomi, eskalasi di Timur Tengah yang mendongkrak harga minyak dunia, menguntungkan kedua "blok politik" besar, yakni Tiongkok, Rusia versus Amerika Serikat, Arab Saudi, Kanada yang sama sama produsen minyak bumi dan senjata besar di dunia.

2. Pro aktif mengamankan pasokan minyak bumi untuk kebutuhan di dalam negeri, sebab kita bergantung dari impor minyak mentah dan hasil minyak rata rata 3,5 juta ton per bulan, merujuk data tahun 2023. Jika perang masih berlanjut, jalur suplai minyak bumi melalui Selat Hormuz akan terganggu. Apalagi Iran termasuk 10 negara terbesar dunia yang memproduksi minyak buminya hingga 3,45 juta barel per hari pada tahun 2023. Dampak kenaikan harga minyak dunia akan menjadi beban besar bagi APBN kita.

3. Pro aktif mempersiapkan kesiapan APBN menghadapi tekanan eksternal imbas dari kenaikan harga minyak dan depresiasi US Dolar terhadap Rupiah. Sebab setiap rupiah yang melemah sebesar Rp 500 dan harga minyak naik US$ 10 per barel, maka anggaran subsidi atau kompensasi diproyeksi meningkat Rp 100 triliun. APBN 2024 mematok rupiah di level Rp. 15.000/ US Dolar dan ICP 82 US Dolar/ barel. Beberapa pengamat menyatakan, harga minyak bumi bisa menyentuh 120 US Dolar per barel jika distribusi minyak bumi melalui Selat Hormuz terganggu, sebab jalur ini menjadi penopang 21 persen lalu lintas minyak bumi dunia.

4. Pro aktif memastikan ketersediaan US Dolar bagi para importir komoditas strategis, seperti bahan pangan, dan minyak bumi, sekurang kurangnya enam bulan kedepan, untuk memastikan efektivitas lindung nilai. Termasuk pro aktif untuk mengembangkan skema pembayaran lebih variatif untuk menggantikan US Dolar, dengan terus mengembangkan local currency settlement, terutama pada pembayaran komoditas strategis di sektor pangan dan energi.

5. Pro aktif memastikan kemampuan pemerintah untuk pembayaran Surat Berharga Negara (SBN) dan utang luar negeri yang berdenominasi US Dolar, mengingat tren adanya depresiasi Rupiah dari US Dolar, dari batas rata rata yang ditetapkan di APBN 2024.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun