Petruk tidak mikir uang pensiun, apalagi menunda pemilu dengan terus membawa jamus kalimasada agar kekuasaanya makin lama. Petruk merasa lebih senang menjadi punakawan, ngemong pendawa ketimbang raja. Anda bisa bayangkan Petruk yang tengil naik Mobil Mercy S Class, bagian dari pensiunan mantan raja? Petruk terpikir ia tidak sanggup menerima bullying dari Bagong dan Gareng jika harus naik Mercy S Class. Pasti jadi tekanan batin bertubi tubi buatnya.
Selain punakawan, diantara para narasi kesatatria, ada figur pendampingnya, yakni Dewi Sinta yang mengembala rasa dan setia. Bukti kesetiaannya, saat suaminya harus meninggalkan istana dan tinggal di hutan karena menjalani masa pembuangan, Sinta memilih untuk meninggalkan kemewahan istana demi mengikuti suami yang hidup sengsara di tengah hutan. Padahal Sinta adalah anak seorang raja, ia bisa saja tetap tinggal di istana dan menceraikan suaminya.
Di tengah kesetiaan Sinta kepada Rama, bahkan muncul gosip bahwa Sinta berselingkuh dengan Rahwana. Tetapi, sejarah membuktikan bahwa Sinta tetaplah setia dan karena itu ia mengalienasi diri demi keutuhan Kerajaan Ayodya, ia menumbalkan dirinya demi keutuhan Ayodya. Demi negara, demi suami tercinta, pada malam hari dia menyelinap ke luar, pergi dari istana. Hingga di akhir riwayatnya, Sinta muksa ditelan bumi saat akan boyong kembali ke Istana Ayodya.
Dewi Sinta, seorang puteri raja, rela mengorbankan diri demi negara, demi harkatnya sebagai wanita setia. Ironisnya kini banyak pejabat diperiksa oleh penegak hukum karena ulah sang isteri, tampil tidak sepatutnya, keranjingan flexing, seolah "aku tidak ada kalau tidak flexing".
Maka berhati hatilah, suami atau isteri terhadap pasangannya yang keranjingan flexing dan banyak permintaan bendawi, suruhlah membaca kisah Dewi Sinta kepadanya Kitab Ramayana yang berisi 24.000 sloka (ayat) sebagai uji kesetiaan tingkat pertama.
Dari Petruk dan Dewi Sinta kita belajar, mereka adalah orang orang berjiwa besar, bukan karena asal usulnya, tetapi karena jati dirinya yang paripurna. Orang dengan jabatan besar tidak senantiasa berjiwa besar. Jiwa besar hanya bisa dibentuk melalui lelaku, bukan karena predikat dari jabatannya. []