Mohon tunggu...
Sopyan Kamal
Sopyan Kamal Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Saya seorang karyawan di smkn 38 jakarta hobi saya menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tunduk pada Takdir Allah

16 Agustus 2012   04:40 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:41 1102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Menggebunya semangat tak akan mampu menerobos benteng takdir.

Ibnu At-Thoilah menasehati dengan halus sekali, mengingatkan bahwa sekuat apapun ikhtiar manusia tidak akan menembus benteng takdir.

Takdir menurut Prof. Dr. Qurais Sihab terambil dari kata qaddara yang berasal dari akar kata qadara yang antara lain berarti mengukur, memberi kadar atau ukuran, sehingga jika kita berkata, "Allah telah menakdirkan demikian," maka itu berarti, "Allah telah memberi kadar/ukuran/batas tertentu dalam diri, sifat, atau kemampuan maksimal makhluk-Nya."

Dari sekian banyak ayat Al-Quran dipahami bahwa semua makhluk telah ditetapkan takdirnya oleh Allah. Mereka tidak dapat melampaui batas ketetapan itu, dan Allah Swt. Menuntun dan menunjukkan mereka arah yang seharusnya mereka tuju. Begitu dipahami antara lain dari ayat-ayat permulaan Surat Al-A'la :

"Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi, yang menciptakan (semua mahluk) dan menyempurnakannya, yang memberi takdir kemudian mengarahkan(nya)" (QS Al-A'la [87]: 1-3).

Peristiwa-peristiwayang terjadi di alam raya ini, dan sisi kejadiannya, dalam kadar atau ukuran tertentu,padatempat danwaktutertentu,dan itulah yang disebut takdir. Tidak ada sesuatu yang terjadi tanpa takdir,termasuk manusia. Peristiwa-peristiwa tersebutberadadalam pengetahuan dan ketentuan Tuhan, yang keduanya menurut sementara ulama dapat disimpulkandalamistilahsunnatullah,atauyang sering secara salah kaprah disebut "hukum-hukum alam’’.

Manusia terhalang dari keimanan akan takdir dikarenakan masih masih meyakini bahwa potensi dirinyalah yang menjadi sebab suatu perkara. Keinginan, cita-cita, semangat dan akal pikiran menutup hati manusia untuk melihat kepada kekuasaan dan takdir Allah dalam semua perkara. Potensi diri yang menutupi hati manusia dari takdir Allah adalah Nafsu dan akal, nafsu melahirkan keinginan, cita-cita, angan-angan dan semangat.Sedangkan akal menjadi anak buah dari nafsu yang berperan untuk menimbang, merancang, merancanakan usaha-usaha agar yang dikehendaki oleh nafsu tercapai.

Jika nafsu menginginkan keburukan maka akal bergerak pada keburukan, bila nafsu menginginkan kebaikan maka akal akan bergerak pada kebaikan. Dalam banyak perkara akal tunduk pada nafsu bukan menjadi penasihat nafsu, maka untuk menundukan nafsu tidak bisa meminta pertolongan pada akal.

Dengan beriman kepada takdirakan melahirkan penyerahan kepada Allah atas dasar pengetahuan bukan atas dasar ke jahilan, orang yang tidak paham akan perjalanan takdir tidak akan bisa berserah diri dengan sebenarnya, karena dibalik kejahilan itulah nafsu akan mempengaruhi akan untuk menimbulkan keraguan terhadap Allah SWT. Jiwa jahil adalah jiwa tidak ada pemahaman tentang hakikat takdir hal itu dikarenakan masih terikat dengan pemahaman bahwa tindakan mahluk akan mempengaruhi hidupnya. Keadaan jiwa seperti ini tidak akan mampu bertahan lama dalam berserah diri pada Allah. Untuk bisa bertahan keberserahan maka haruslah dipahami tentang hakikat takdir agar bisa berserah diri dengan iman.

Imam Ibnu At-Thoilah menasehati kita dengan begitu halus, kekuatan semangat,cita-cita, tidak akan bisa menembus benteng takdir, bagaimana mungkin cita-cita dan semangat bisa kita bisa menentukan hasil sedangkan semangat dan cita-cita yang ada pada manusia sudah masuk dalam benteng takdir Allah. Ibnu At-Thoilah memang selalu mengajak kita untuk sadar diri bahwa Allah lah yang menentukan segalanya bukan makhluk termasuk manusia termasuk semua upaya manusia, sadar diri sebagai mahluk yang hanya mempunyaitugas untuk beribadah pada Allah. Semua kehidupan sudah dalam genggaman takdir Allah, baik usaha maupun hasil yang akan didapatkan manusia.

Memang nasihat Ibnu At-thoilah tidak bisa di interpretasi sembarangan harus menggunakan pemahaman yang mendalam, namun disini saya menyimpulkan bahwa Ibnu At-Thoilah menasehati kita agar semua usaha yang kita lakukan harus tunduk kepada takdir Allah. Karena banyak manusia salah memahami takdir, yaitu dengan mempercayai bahawa kegigihan dan kerja kerasnyalah yang menentukan hasil, pemahaman ini adalah pemahan yang bahaya karena memposisikan manusia sebagai tuhan, dan Allah sebagai hamba yang mengikuti kehendak manusia. Beriman pada takdir Allah adalah sebuah konsekuensi daripada iman kepada Allah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun