Tidak berhenti sampai disana, Uswatun menjelaskan hasil penelitiannya. Penelitian menunjukan bahwa anak-anak yang menggertak orang lain beresiko mengembangkan perilaku antisosial, agresif, dan memiliki masalah akademis. Lingkungan sekitar seperti orang tua, teman sebaya, lingkungan sekolah, masyarakat, bahkan pemerintah perlu ambil andil dalam dalam melakukan pengawasan dan penyusunan kebijakan sehingga fenomena  dan peningkatan angka bullying dapat terhenti.
 Meskipun perundungan belu begitu banyak hukum yang terbuka, akan tetapi sebenarnya hukuman untuk pelaku bullying sudah diatur dalam beberapa kamar hukum. Hukum Bullying sudah tertulis secara jelas dalam pasal 351 tentang penganiayaan,  pasal 170 KUHP tentang pengkeroyokan dan pasal 310 dan pasal 311 KUHP tentang perundungan yang dilakukan di tempat umum dan mempermalukan harkat dan martabat seseorang.
Pelecehan seksual juga sering disebut salah satu jenis perundungan lainnya dimana aturan dan hukum u tuk pelecehan seksual pasal ini sudah diatur dalam pasal 76 UU No.35 Â tahun 2014 tentang perlindungan anak yang menjelaskan bahwa setiap orang di-larang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan kekerasan terhadap anak. Untuk yang melakukan tindakan tersebut akan dipidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp72 juta.
Kemudian hukuman untuk pelaku perundungan bisa lebih berat lagi apabila korban samapi nekat bunuh diri dengan alasan sudah tidak sanggup menerima perundungan. Dalam pasal 345 Kitab Undang-UndanHG hHukum Pidana mengatur, barang siapa dengan sengaja mendorongorang lain untuk bunuh diri, Hukuman bagi pelaku tersebut akan terkena pidana  penjara  paling lama 4 tahun jika orang tersebut sampai melakukan bunuh diri. Hal tersebut sesuai dengan pasal 345 KUHP.
Selain gugatan pidana, seorang bullying juga dapat dikenai dengan peraturan hukum perdata. Hval tersebut karena dalam Undang-Undang No.35 Tahun 2024 tentang perlindungan anak, korban juga memilki aspek perdata sebagai hak untuk menuntut ganti rugi secara metril atau immetril terdapat pelalu kekerasan.
Gugatan pendata untuk pelaku perundungan atau bullying tertera pada Pasal 71D Ayat (1) pasal 59 ayat (2) huruf I Undang-undang N0.35 Tahun 2014 yang secara umum memmberikan kesempatan kepada jorban untuk mengajukan gugatan pendata dan menuntut ganti rugi kepada pelaku atas dasar karen atelah melalukan tindakan melawan hukum menggunakan pasal 1364 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Tapi jika diperhatikan kembali hanya sedikit dari sekian banyak perlakuan perundungan yang terungkap. Tidak semua korban berani melaporkan. Ketakutan yang dialami korban membuatnya semakin tertekan dan takut, mereka tidak ada kuasa untuk bertindak. Hanya Sebagian kecil yang merasa peduli, untuk yang pedulipun tidak semua tidak bisa membantu dan menyelseikan mereka takut akan menjadi korban selanjutnya dan memilih untuk tidak pernah ikut campur sama sekali.
Lalu bagaimana dengan perundungan yang dilakukan anak dibawah umur terhadap sesamanya? Apakah anak dibawah umur bisa dibawa  ke jalur hukum? Atau ada prosedur khusus bagi mereka?  karena pada kenyataannya pada kasus perundungan banyak terjadi antara teman sebaya yang masih berada pada jenjang sekolah dasar dan menengah. Sering terjadi mereka melakukan tindakan perundungan dengan alasan hanya bercanda dan keseruan semata. Namun nyatanya bagi korban itu adalah masalah besar yang bisa berdampak pada trauma.
Dilansir dari Chanel YouTube seorang advokat Denny Irawan, Channel Cerdas Hukum, dalam kontennya dia menjelaskan, meskipun hukum mengenai perundungan sudah diatur di KUHP sebagai hukum penganiayaan, jika pelaku seorang anak-anak tentu harus melakukan proses yang berbeda dan tidak bisa disamakan dengan pidana atau pendata orang dewasa. Mereka tidak bisa secaea langsung dibawa ke jalur hukum.
"Permasalahan hukum yang melibatkan pelakunya dibawah umur memang wajib ditangani secara khusus. Dalam hal ini yang dijadikan acuan dasarnya adalah undang-undang perlindungan anak dan undanf-undang sistem peradilan pidana anak atau di singkat (SPPA). Semua  pihak yang ikut menangani persoalan anak tentunya memahami adanya perlakuan-perlakuan khusus yang tidak boleh disamakan seperti persoalan orang dewasa," jelasnya.
Lebih lanjut, dia menjelaskan dalam SPPA ditegaskan wajib bagi pemerintah, pemerintah daerah dan Lembaga yang terkait untuk ikut bertanggung jawab memberikan perlindungan khusus terhadap anak yang terlibat permasalah hukum baik itu korban maupun pelaku. Hal tersebut tertuang dalam undang-undang Pasal 59 Undang-Undang  Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).