KETERBUKAAN informasi publik merupakan salah satu sarana untuk mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Keterbukaan informasi, salah satu ciri negara yang demokratis. Masyarakat atau publik bisa mengetahui setiap proses pengambilan kebijakan bahkan bisa dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak. Kontrol masyarakat atas penyelenggaran pemerintahan dapat dilakukan dengan meminta informasi kepada badan publik, misalnya mengenai penggunaan dan pengelolaan anggaran. Tujuannya tidak lain, untuk mewujudkan penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang baik, transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan. Berbagai kalangan bahkan menggolongkan hak atas informasi dan pelayanan publik sebagai Hak Asasi Manusia gelombang ketiga, setelah hak Sipil Politik (sipol) dan hak ekonomi, sosial budaya (ekososbud).
Melalui Amandemen Kedua pada tahun 2000, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, telah memberikan jaminan perlidungan hak atas informasi. Pasal 28F menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”
Di level undang-undang, hak untuk memperoleh informasi publik dipayungi dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Dalam UU KIP, disebutkan bahwa informasi publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik. Sedangkan yang termasuk badan publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, BUMN/BUMD, organisasi nonpemerintah, termasuk partai politik.
Informasi yang dikecualikan
UU KIP menentukan kriteria informasi publik yang wajib disediakan oleh setiap badan publik, baik secara berkala, sertamerta, atau informasi yang harus tersedia setiap saat. Badan publik yang tidak mengindahkan ketentuan tersebut dapat dikenakan pidana kurungan atau denda.
Informasi yang dikelola oleh badan publik harus bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap orang. Namun UU KIP mengecualikan informasi yang tidak bisa diakses, antara lain karena sifatnya rahasia sesuai undang-undang, kepatutan dan kepentingan umum.
Informasi yang sifatnya rahasia karena undang-undang seperti informasi yang dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara, informasi yang apabila diungkapkan akan menghambat penegakan hukum, informasi yang dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat.
Informasi yang tidak dapat dibuka berdasarkan asas kepatutan, misalnya informasi yang mengungkap rahasia pribadi seseorang seperti riwayat penyakit yang diderita, rekening pribadi, wasiat seseorang. Informasi yang tidak dapat diakses publik karena kepentingan umum, misalnya informasi yang dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional, informasi yang mengungkap rahasia kekayaan alam Indonesia.
Sengketa informasi
Sengketa informasi publik timbul apabila badan publik tidak memberikan informasi yang telah ditentukan oleh undang-undang untuk bisa diakses, kepada pemohon informasi.Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) pada badan publik, dapat menolak untuk memberikan informasi kepada pemohon, apabila informasi tersebut dipandang sebagai rahasia Negara. Penolakan PPID tersebut harus disertai dengan penjelasan tertulis disertai alas an penolakannya. Upaya yang dilakukan oleh pemohon informasi apabila tidak puas dengan penjelasan dari PPID, dapat mengajukan keberatan kepada PPID. Selanjutnya, apabila masih tidak puas dengan penjelasan dari PPID, pemohon informasi dapat mengajukan penyelesaian sengketa kepada Komisi Informasi Provinsi atau Kabupaten/Kota.
Penyelesaian Sengketa Informasi Publik yang dilakukan oleh Komisi Informasi, melalui Mediasi atau Ajudikasi nonlitigasi. Putusan Komisi Informasi nantinya dapat berisi pemberian atau penolakan akses terhadap informasi yang diminta. Apabila keputusannya adalah positif, maka Komisi akan membatalkan keputusan dari badan publik dan memerintahkan untuk memberikan sebagian atau seluruh informasi yang diminta oleh pemohon informasi. Sebaliknya, Komisi Informasi akan mengukuhkan putusan pejabat PPID untuk tidak memberikan informasi yang diminta sebagian atau seluruhnya, apabila informasi tersebut menurut pertimbangan Komisi Informasi adalah bersifat dikecualikan sesuai ketentuan undang-undang. Peran PPID disetiap badan publik sangat penting, oleh karena itu, setiap pimpinan badan publik, harus menunjuk pejabat PPID untuk mengelola informasi agar terwujud pelayanan informasi yang transparan, cepat, tepat, dan mudah. Di samping melakukan tugas mengelola informasi, PPID juga harus melakukan pengujian tentang konsekuensi informasi yang dikecualikan menurut undang-undang, sebelum menyatakan Informasi Publik tertentu dikecualikan untuk diakses oleh setiap Orang.
Di Negara yang menganut paham demokratis, pelibatan masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan untuk mengontrol jalannya pemerintahan adalah hak yang paling dasar. Untuk menciptakan pemerintahan yang baik dan bersih (good and celar governance), diperlukan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik, sebagai bentuk check and balance system melalui keterbukaan informasi publik. Karena hak atas informasi adalah hak asasi setiap orang, menutup informasi sama dengan melakukan pengingkaran terhadap hak asasi manusia. (SH)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H