Mohon tunggu...
Sopian Hadi
Sopian Hadi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Nature enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Layanan Publik untuk Anak

4 Maret 2015   21:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:10 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fungsi Negara dalam welfare state, salah satunya memberikan pelayanan publik kepada rakyatnya. Layanan publik yang sering terlupakan adalah layanan publik terhadap terhadap anak. Anak mempunyai hak yang sama, anak berhak untuk tumbuh dan berkembang secara sehat dan wajar baik jasmani dan rohani maupun sosial dan intelektualnya. Pasal 28 B ayat (2) UUD 1945 menyebutkan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Walaupun banyak perangkat aturan yang berpihak kepada anak. Namun implementasi di lapangan bertolak belakang dengan keinginan pembentuk undang-undang. Kurangnya kesadaran hukum masyarakat dan komitmen pemerintah daerah untuk memberikan perlindungan terhadap anak merupakan sederet problematika yang menyebabkan minimnya akses anak untuk mendapatkan pelayanan publik yang baik.

Kota Layak Anak

Salah satu cara untuk memberikan rasa aman dan nyaman terhadap anak adalah mewujudkan layanan publik yang ramah terhadap anak, dengan cara mengembangkan Kota Layak Anak (KLA). KLA adalah kabupaten/kota yang mempunyai sistem pembangunan berbasis hak anak melalui pengintegrasian komitmen dan sumberdaya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam kebijakan, program dan kegiatan untuk menjamin terpenuhinya hak anak. Saat ini, sudah ada 196 kabupaten/kota yang menuju proses KLA, dari 514 kabupaten/kota yang ada di Indonesia.

Anak berhak mendapatkan layanan publik layaknya orang dewasa. Layanan publik untuk anak harus memperhatikan kepentingan terbaik dan tumbuh kembang bagi anak. Sarana dan prasarana yang mendukung anak untuk memperoleh layananan publik prima dapat dikembangkan dengan beberapa kriteria KLA.

Di bidang hak sipil dan kebebasan, anak diberikan hak untuk mengekspresikan pendapatnya secara merdeka, dan tugas pemerintah adalah menyediakan ruang-ruang bagi anak untuk berekspresi. Di bidang sipil, anak harus mendapatkan hak atas identitas, dengan cara mencatatkan kelahiran anak di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Pemberian Kutipan Akta Kelahiran anak dari baru lahir sampai delapan belas tahun, harus digratiskan. Sehingga tidak ada lagi anak yang tidak mempunyai Akta Kelahiran.

Di sektor kesehatan dasar, anak penyandang disabilitas dan kelompok rentan mesti mendapatkan akses layanan publik yang menjamin kesehatan dan kesejahteraannya. Semua anak harus tercover dalam layanan Jaminan Kesehatan Nasional serta mendapatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif dan terintegrasi. Kita tentunya tidak ingin mendengar lagi kasus anak ditolak rumah sakit.

Fasilitas-fasilitas baik milik pemerintah atau swasta seperti pusat perbelanjaan, bandara, tempat kerja, instansi pemerintah dan layanan publik lainnya, harus menyediakan fasilitas untuk Ibu menyusui atau Pojok ASI, yang tentunya harus memenuhi persyaratan seperti ada ruangan tertutup, tempat cuci tangan, lemari es, meja bayi, dan kursi untuk tempat duduk ibu yang menyusui. Di samping itu, keseriusan pemerintah daerah untuk memberikan perlindungan terhadap anak di bidang kesehatan, juga harus dibuktikan dengan adanya aturan terkait Kawasan Tanpa Rokok. Di Banjarmasin sudah ada Perda7/2012 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Larangan merokok tersebut antara lain tempat proses belajar mengajar, layanan kesehatan, tempat anak bermain.

Di bidang pendidikan, masih adanya penerapan disiplin dengan cara kekerasan yang diterapkan oleh sekolah, harus dihindari. Konsep disiplin tanpa kekerasan harus diaplikasikan, sehingga tercipta Sekolah Ramah Anak. Pelayanan di bidang pendidikan juga diwujudkan dengan mendorong adanya sekolah inklusi, agar semua anak mendapatkan layanan pendidikan tanpa diskriminasi.

Di sektor perhubungan, tingginya kecelakan lalu lintas yang melibatkan anak sekolah harus ditekan dengan cara memberikan jaminan keamanan dan keselamatan perjalanan anak ke dan dari sekolah.Peran instansi terkait sangat diperlukan. Misalnya, Kepolisian memberikan sosialisasi kepada anak mengenai pendidikan tentang tertib berlalu lintas, Dinas Perhubungan memberikan penyediaan rambu lalu-lintas serta Zona Selamat Sekolah. Bahkan kalau dimungkinkan menyediakan jalur sepeda, sehingga keselamatan perjalanan anak dari dan ke sekolah terjamin.

Sarana dan prasarana penunjang lainnya yaitu penyediaan fasilitas kreatif dan rekreatif yang layak bagi anak seperti pojok baca, taman cerdas, perpustakaan, taman bermain, yang semuanya bisa diakses secara gratis. Minimnya fasilitas rekreatif membuat anak mengalihkan perhatian mereka kepada gadget dan game online yang kontennya cenderung mengandung kekerasan. Alhasil, sedikit banyak konten yang mereka dapatkan tadi diterapkan pada saat mereka bergaul sesama mereka. Catatan dari Komisi Nasional Anak, ada 21.689.797 kasus kekerasan telah menimpa anak-anak Indonesia dalam kurun empat tahun terakhir(2010-2014).Unicef mencatat, anak kerap mengalami kekerasan baik secara fisik maupun verbal, satu dari tiga anak perempuan dan satu dari empat anak laki-laki di Indonesia pernah mengalami kekerasan. Di samping itu, setidaknya 70 persen anak di Indonesia pernah menyaksikan kekerasan, baik berupa bully, penganiayaan verbal, psikologis, maupun perundungan di dunia maya.

Di segmen penegakan hukum, penerapan restorative justice terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, harus diprioritaskan. Pendekatan keadilan restoratif memprioritaskan diversi (menghindarkan anak dari proses pengadilan), sehingga selesai pada tingkat kepolisian. Mekanisme diversi adalah mekanisme pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar pengadilan anak. Karena pada hakikatnya anak, walaupun sebagai pelaku, adalah korban dari sistem sosial yang lebih besar.

Mengembangkan Kota Layak Anak, perlu campur tangan semua pihak, baik pemerintah, masyarakat maupun dunia usaha. Akhirnya, semua cita-cita mewujudkan KLA akan menjadi angan-angan, kalau tidak didukung politik anggaran dari DPRD untuk pemenuhan hak anak, termasuk anggaran untuk penguatan kelembagaan di setiap SKPD dan lembaga terkait. Karena hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh Negara yang menganut konsep Negara Kesejahteraan (welfare state). (SH)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun