Mohon tunggu...
Sopian Hadi
Sopian Hadi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Nature enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Lagi, Sekolah Diusik Tambang

11 November 2014   21:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:04 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

POLITIK Hukum di bidang pendidikan yang digariskan Undang-Undang Dasar 1945, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Ini artinya, seluruh rakyat Indonesia turut berperan serta untuk memajukan dunia pendidkan di negeri ini. Bangsa ini harus cerdas agar bisa bersaing dengan bangsa lain.

Kebijakan pemerintah yang mewajibkan pendidikan dasar sembilan tahun, telah berhasil mengurangi jumlah rakyat Indonesia yang tidak mengenyam pendidikan. Walaupun sebagian besar tenaga kerja kita masih banyak yang hanya berpendidikan sampai SMP saja. Kita berharap, pemerintahan era Jokowi-JK mendorong pendidikan wajib belajar hingga 12 tahun.

Program Wajib Belajar juga harus diimbangi dengan pembangunan infrastruktur sekolah, terlebih sekolah-sekolah yang berada di pinggiran. Proses kelangsungan belajar, sedikit banyak dipengaruhi oleh ketersediaan infrastruktur sekolah yang memadai. Tersedianya fasilitas perpustakaan, laboratorium, halaman, bangunan yang layak, fasilitas di kelas, merupakan sederet penunjang proses belajar mengajar yang ideal.

Bahkan secara khusus, konstitusi kita memberikan perhatian secara istimewa, yang diatur dalam Bab tersendiri mengenai Pendidikan dan Kebudayaan. APBN dan APBD sebanyak 20% harus dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan. Ini artinya, tujuan negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa di bidang pendidikan merupakan pelayanan dasar yang harus diutamakan, di samping pelayanan kesehatan.

Potret Muram Pendidikan

Alih-alih meningkatkan ketersediaan infrastruktur sekolah, di Kabupaten Balangan, Provinsi Kalimantan Selatan, malah ada enam sekolah yang mau digusur oleh tambang batubara.

Penggusuran sekolah tersebut, untuk kesekian kalinya terjadi di Negara kita ini, yang kaya sumber daya alam. Sekolah yang notabenenya milik publik, disubordinasi demi kepentingan tambang. Sekolah tersebut harus “digusur”, lantaran masuk dalam konsesi pertambangan batubara. Kondisi lingkungan menurun akibat aktifitas pertambangan, udara yang sudah tidak bersih lagi, debu yang masuk ke ruang kelas, dan suara bising, mengharuskan beberapa sekolah di Kabupaten Balangan harus mengalah. Jika demikian, layak bila sekolah dipindah, karena kesehatan anak-anak lebih utama.

Pertanyaan yang ada dibenak kita, apakah sekolah tersebut didirikan setelah Izin Usaha Pertambangan (IUP) telah diberikan atau sekolah tersebut telah lama ada, sebelum IUP dikeluarkan. Jika sekolah tersebut didirikan setelah IUP terbitkan, ini artinya sekolah masuk dalam areal konsesi izin pertambangan. Lalu kenapa pemerintah daerah membangun sekolah, yang jelas-jelas disitu sudah ada IUP-nya. Apakah pemerintah daerah tidak berkoordinasi dengan instansi terkait ketika mau mendirikan sekolah. Kenapa tidak dilakukan verifikasi di lapangan, sebelum izin diterbitkan.

Jika sekolah tersebut telah lama ada sebelum Izin Usaha Pertambangan dikeluarkan, kenapa izin diterbitkan di lokasi yang ada fasilitas publiknya. Bagaimana halnya jika dilokasi tersebut tidak hanya ada sekolah, namun terdapat fasilitas publik lainnya seperti rumah sakit, kantor pemerintah daerah, tempat ibadah atau pemukiman penduduk. Apakah semua fasilitas tersebut juga harus digusur?

Kita sudah bisa menebak, perusahaan tidak akan mau merugi, perusahaan lebih memilih merelokasi sekolah, ketimbang mengalah untuk tidak menambang di lokasi dekat sekolah.Pemerintah daerah dibuat tidak berdaya. Mentalitas rente di negeri ini sudah merasuki di semua lini kehidupan. Kepentingan publik diabaikan ketika berhadapan dengan ego sektoral. Tambang dan sejenisnya, tidak hanya merusak lingkungan hidup, namun juga telah merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat. Kali ini, anak-anak sekolah yang jadi korbannya.

Jarak Tambang

Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), tidak mengatur jarak antara lokasi tambang dengan fasilitas umum atau pemukiman penduduk. Tidak adanya kaidah yang harus ditaati, menyebabkan di berbagai daerah jamak kita temui pertambangan yang berdampingan dengan rumah penduduk bahkan di tepi jalan raya.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2012 tentang Indikator Ramah Lingkungan Untuk Usaha Dan/Atau Kegiatan Penambangan Terbuka Batubara, memang menyinggung jarak minimal galian lobang tambang 500 meter dengan pemukiman. Namun aturan ini tidak efektif dijalankan, ius constituendum dan ius constitutum bertolak belakang. Tidak adanya sanksi, salah satu faktor penyebab mandulnya regeling ini. Jarak 500 meter dari tepi lubang galian tambang, sangat tidak ideal jika kita bisa merasakan dampak di lapangan yang ditimbulkan dari kegiatan penambangan. Debu yang ditimbulkan, longsor, banjir hingga suara blasting, merupakan bentangan dampak dari pertambangan.

Revisi UU Minerba harus dilakukan untuk mengatur jarak antara pemukiman penduduk dengan tambang. Kita menghendaki, aturan mengenai jarak tersebut tidak hanya diatur di level Peraturan Menteri, tapi setingkat undang-undang.

Evaluasi Izin

Dampak yang ditimbulkan dari pertambangan tidak hanya mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup, juga berdampak pada dunia pendidikan. Relokasi, tukar guling atau apapun namanya, tetaplah telah melakukan penggusuran terhadap sekolah. Preseden buruk ini harus kita jadikan cerminan, terutama bagi pejabat yang mengeluarkan izin pertambangan. Pejabat yang berwenang menerbitkan izin lingkungan di bidang pertambangan, paling tidak harus menjadikan Permen Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2012 sebagai pedoman untuk menerbitkan izin dan melakukan pengawasan di daerah.

Evaluasi perizinan niscaya dilakukan, jika aktivitas pertambangan dan sejenisnya sudah menggangu fasilitas publik. Pemerintah harus berani mengambil kebijakan merevisi izin yang telah dikeluarkan. Jika persoalan pendidikan terus dikalahkan oleh tambang dan sejenisnya, maka niscaya akan banyak sekolah-sekolah lain di negeri ini yang bakal terusik keberadaannya. Jika sudah demikian, maka kita yang hanya berdiam diri saja, tanpa melakukan perlawanan, sesungguhnya telah mengingkari tujuan luhur Negara yang berkeinginan mencerdaskan kehidupan bangsa.  (SH)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun