Mohon tunggu...
Sopian Hadi
Sopian Hadi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Nature enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kaleidoskop Pelayanan Publik 2014

28 Januari 2015   15:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:14 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SELAMA 2014, terdapat sebanyak 6.676 laporan masyarakat yang masuk di Ombudsman RI. Instansi yang paling banyak dikeluhkan antara lain Pemerintah Daerah sebanyak 2.888 laporan, Kepolisian 852, Instansi Pemerintah / Kementerian 637, Badan Pertanahan Nasional 518 serta BUMN/BUMD 512. Dugaan maladministrasi yang sering menjadi keluhan masyarakat antara lain penundaan berlarut sebannyak 1.710 laporan, disusul dengan penyimpangan prosedur sebanyak 1.379 laporan, tidak memberikan pelayanan 939 laporan, kemudian penyalahgunaan wewenang dan tidak kompeten masing-masing 779 dan 644 laporan. Sisanya perbuatan tidak patut serta permintaan imbalan uang.

Di Kalimantan Selatan, selama 2014, sebanyak 133 laporan masyarakat masuk ke Perwakilan Ombudsman. Dari 133 laporan tersebut, sebanyak 42 berasal dari laporan media cetak. Sisanya laporan masyarakat yang datang langsung. Instansi yang banyak dilaporakan adalah Pemerintah Daerah sebanyak 71 laporan, BUMN/BUMD 18 laporan, disusul dengan Badan Pertanahan Nasional dan Kepolisian masing-masing 13 dan 10 laporan. Sisanya lembaga peradilan, kementerian dan lembaga pemerintah non kementerian.

Pelayanan Publik di Kalsel

Di sektor pendidikan, pungutan yang dilakukan oleh pihak sekolah dengan berbungkus Komite Sekolah masih mewarnai dunia pendidikan, khususnya di tingkat SD dan SMP. Iuran untuk bangku sekolah, iuran untuk pembangunan musholla dan kamar kecil, serta siswa “yang dikembalikan ke orang tua”, merupakan sederet problema di sekolah. Di level SMA, Ijazah yang ditahan pihak sekolah, karena siswa tidak melunasi uang pembangunan sekolah, beberapa siswa dikeluarkan dari sekolah karena diduga mengkonsumsi obat daftar “G”.

Untuk yang terakhir ini, tindakan sekolah yang mengeluarkan siswa yang terlibat narkoba mesti ditinjau lagi. Siswa yang dikeluarkan dari sekolah membuat mereka merasa diasingkan hingga mengalami tekanan psikologis. Pihak sekolah jangan terkesan melimpahkan tanggung jawabnya kepada orang tua, perlu ada tindakan bersama antara orang tua, pihak yang berkompeten menangani penyalahgunaan narkoba dan tenaga pendidik. Jika pihak sekolah mengambil jalan pintas dengan mengeluarkan siswanya, maka besar kemungkinan siswa tersebut justru lebih terjerumus lagi dalam penyalanggunaan narkoba, mereka merasa terasingkan dan tidak memiliki teman. Ujung-ujungnya mereka akan lari ke komunitas yang bisa menerimanya, dan yang lebih parahnya lagi mereka akan jadi pengedar.

Kondisi tersebut harus diantisipasi, sekolah tidak boleh mengeluarkan siswa yang terlibat narkoba, namun harus diantisipasi dan ditangani dengan menggandeng orang tua, pihak Badan Narkotika Nasional. Solusi terbaiknya adalah dengan memberikan cuti kepada siswa yang menggunakan narkoba. Selain tidak bisa menularkan kepada teman-temannya, siswa tersebut bisa dikarantina agar sembuh.

Di bidang kesehatan, ketersediaan obat generik di rumah sakit sering menjadi keluhan masyarakat. Masyarakat harus menebus obat di luar apotek rumah sakit yang harganya tidak terjangkau. Salah satu penyebabnya adalah dokter yang sering memberi resep di luar daftar obat formularium rumah sakit. Untuk itu, manajemen rumah sakit harus berani memberikan sanksi kepada dokter yang memberikan resep di luar daftar tersebut. Di samping itu, kekosongan obat dan banyak obat yang sudah kadaluarsa, menambah deret masalah ketersediaan obat di rumah sakit. Penyebab kekosongan obat lantaran pengadaan obat hanya dilakukan setahun sekali melalui lelang, sehingga sangat mengikat dan rumah sakit tidak bisa menggunakan anggaran untuk menutupi kekurangan obat. Belum lagi proses pengadaan melalui lelang yang berkali-kali mengalami gagal lelang. Selain itu, banyaknya obat yang kadaluarsa disebabkan perencanaan obat didasarkan pola penyakit dan kebutuhan obat tahun lalu, tentunya jenis penyakit dan obat yang digunakan pada tahun berjalan berbeda dengan tahun yang lalu, tergantung penyakit pasien dan penggunaan obat oleh dokter spesialis.

Di segmen perizinan, tambal sulam jalan sering menjadi keluhan masyarakat. Tidak ada koordinasi lintas instansi menyebabkan jalan yang sudah diperbaiki oleh Dinas Pekerjaan Umum, selang beberapa waktu kemudian dibongkar lagi untuk penanaman serat optic maupun galian PDAM. Ke depan, harus ada komunikasi lintas instansi agar jalan yang sudah diperbaiki tidak dibongkar lagi. Demikian juga, pendirian waralaba/pasar modern yang keberadaannya dikhawatirkan akan menggeser pasar tradisional. Pengaturan jarak minimal 500 meter antara toko waralaba yang satu dengan yang lain, atau dengan pasar tradisional sebagaimana diatur dalam Perda Kalsel  No. 12/2013 tentang Perlidungan Pasar Tradisional, mesti harus dilakukan. Jika dibiarkan, maka lambat laun, keberadaan pasar tradisional akan tinggal cerita.

Di bidang kepegawaian, pembayaran tunjangan fungsional guru yang sering terlambat dan tidak penuh dalam satu tahun, hampir semua terjadi di beberapa daerah. Kejadian ini berulang setiap tahun. Perlu ada terobosan dari pemerintah, agar pembayaran tunjangan tersebut tidak terlambat dan guru menerima full setiap tahun, misalnya digabung dengan pembayaran gaji setiap bulan. Di samping keluhan tersebut, mutasi yang dilakukan oleh pejabat pembina kepegawaian sering tanpa memperhatikan sistem merit. Mutasi sering dijadikan alat untuk menyingkirkan pegawai yang dianggap menjadi batu sandung.

Di bidang pertanahan, tumpang tindih kepemilikan sertifikat, serta lamanya pembuatan sertifikat menduduki peringkat atas keluhan masyarakat. Dari 133 laporan yang masuk di Perwakilan Ombudsman Kalimantan Selatan, hanya ada satu Rekomendasi yang dikeluarkan yaitu Rekomendasi ganti rugi tanah Empat Serangkai di Kabupaten Kotabaru. Rekomendasi tersebut memerintahkan kepada pemerintah daerah untuk memberikan ganti rugi kepada masyarakat yang tanahnya akan dijadikan ruang terbuka hijau. UU 23/2014, tentang Pemerintahan Daerah, menggariskan sanksi bagi kepala daerah yang tidak melaksanakan rekomendasi Ombudsman, yakni berupa pembinaan khusus pendalaman bidang pemerintahan yang dilaksanakan oleh Kementerian serta tugas dan kewenangannya dilaksanakan oleh wakil kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk.  (SH)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun