Mohon tunggu...
Sopian
Sopian Mohon Tunggu... Dosen - Aparatur Sipil Negara

Mahasiswa Nama Dosen Prof Dr Apollo

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diskursus State of The Art Riset Disertasi

31 Desember 2022   16:54 Diperbarui: 31 Desember 2022   16:54 502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Burhan Bungin (2017)

Pengantar

Kemajuan peradaban sebuah negara berkolerasi dengan riset yang diimplementasikan. Kebijakan pemerintah terhadap dunia penelitian dapat tercermin dari besaran dana yang dianggarkan. Berdasarkan hasil kesepakatan antara Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) diketahui bahwa anggaran riset yang disediakan berjumah Rp 6,3 Trilyun untuk tahun 2023 (www.dpr.go.id). Nilai ini bertambah sebesar Rp 200 Milyar bila dibandingkan dengan anggaran riset pada tahun 2022. 

Menurut Nizam selaku Plt Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi, dari sisi persentase antara anggaran riset dengan Gross Domestik Produk (GDP), nilai anggaran riset untuk tahun 2022 hanya sebesar 0,08 %. Menjadi sebuah keprihatinan bila nilai anggaran tersebut dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara seperti Vietnam yang menganggarkan 0,44% dan Thailand sebanyak 0,62% dan Filipina sebanyak 0,14%. Berdasarkan perspektif penyediaan anggaran riset, patut disesalkan bahwa riset di Indonesia belum menjadi salah satu media utama untuk memajukan kesejahteraan umum.

Setiap kegiatan riset yang dilakukan tentunya perlu dipertanggungjawabkan dalam bentuk laporan atau publikasi hasil penelitian. Secara umum bentuk laporan atau publikasi terdiri dari introduksi, riset sebelumnya yang telah dilakukan, metode riset yang dipergunakan, hasil riset dan diskusi atas hasil riset yang dilakukan. Bentuk atau format laporan atau publikasi riset dapat berbeda menyesuaikan dengan disiplin ilmu yang menjadi focus penelitian. Setiap institusi yang memiliki kewenangan untuk melaksanakan riset seperti perguruan tinggi atau lembaga penelitian, memiliki kebijakan tersendiri tentang pedoman pelaksanaan, pelaporan dan pertanggungjawaban kegiatan riset.

Definisi Teori

Secara umum setiap penelitian memiliki permasalahan, pertanyaan, tujuan dan metode yang dipergunakan serta landasan teori yang akan dijadikan pijakan utama. Beberapa akademisi telah memberikan definisi tentang teori yang dipergunakan dalam kegiatan riset. Kerlinger dalam (Surahman et al., 2020) menyatakan bahwa teori merupakan kumpulan konsep (konstruk), proposisi dan definisi yang berfungsi untuk melihat fenomena secara sistematik dan menyeluruh melalui spesifikasi hubungan antar variable sehingga dapat bermanfaat untuk menjelaskan dan memperkirakan fenomena. 

Cooper et all dalam (Rahadjo, 2011)  berpendapat bahwa teori merupakan seperangkat definisi, proposisi dan konsep yang tersusun secara sistematis yang dipergunakan untuk menguraikan dan memperkiraka fenomena yang terjadi. Sementara  Labovitz dan Hagedorn dalam Rahardjo (2011) menyatakan bahwa teori merupakan anggapan dasar (rationale) yang menentukan bagaimana dan mengapa variable dan pernyataan relasional saling terkait. Teori dipergunakan untuk menguraikan seperangkap konsep atau sebuah model dan proposisi yang sesuai dengan kejadian sebenarnya atau sebagai dasar melakukan Tindakan yang berkaitan dengan peristiwa tertentu.

Sementara William Wiersma dalam (Sugiyono, 2019) menyatakan bahwa teori adalah generalisasi atau kumpulan generalisasi yang dapat dipergunakan untuk menjelaskan berbagai fenomena secara sistematik. Agak berbeda dari pandangan Kerlingger, akademisi Thomas Kuhn berpendapat bahwa dengan pendekatan kualitatif, dinyatakan bahwa semua teori berbasis observasi, yang bermakna bahwa pemahaman kita tentang dunia secara otomatis dibentuk oleh pengetahuan kita sebelumnya tentang dunia itu, sehingga tidak akan ada deskriptif atau penjelasan berbasis teori yang netral dan objektif yang lepas dari perspektif tertentu.  

Dari sudut pandang wilayah cakupannya, (Lawrence, 2000)  berpendapat bahwa terdapat tiga tingkatan teori yaitu tingkat mikro (micro level), tingkat meso (messo level) dan tingkat makro (macro level). Untuk tingkat mikro, sebuah teori hanya memberikan penjelasan terbatas pada peristiwa yang kecil dari sisi waktu, ruang dan jumlah orang. 

Untuk teori tingkat meso memberikan ruang untuk menghubungkan teori tingkat mikro dengan tingkat makro. Contoh teori tingkat messo adalah teori organisasi dan teori gerakan sosial. Teori tingkat makro memberikan uraian atas sebuah objek penelitian yang lebih luas seperti system budaya, lembaga sosial dan masyarakat secara umum.  Contoh adalah teori stratafikasi sosial yang dikemukakan oleh Lenski di mana surplus yang terjadi di masyarakat mengikuti perkembangan masyarakat itu sendiri.

Sementara Sugiyono (2019) meyatakan bahwa teori dapat dipandang sebagai sekelompok hukum yang disusun secara logis dengan sifat deduktif yang menunjukkan hubungan antar variable empiris secara ajeg dan dapat diprediksikan sebelumnya. Kemudian teori juga dapat dipandang sebagai suatu rangkuman tertulis mengenai suatu kelompok hukum yang diperoleh secara empiris dalam suatu bidang tertentu. Suatu teori dapat juga dipandang sebagai suatu cara menerangkan dengan generalisasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun