Mohon tunggu...
Inspirator Keluarga Indonesia
Inspirator Keluarga Indonesia Mohon Tunggu... lainnya -

"Berbagi inspirasi untuk kebahagiaan hakiki.."

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

"Hani, Sayang Said 'kan?"

7 Agustus 2012   15:23 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:07 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendidikan anak usia dini merupakan hal yang sangat penting. Ini disebabkan rentang usia dini merupakan fase emas bagi pertumbuhan jiwa dan kepribadian seorang anak. Pada usia ini ibarat fondasi pada sebuah bangunan, jika fondasi tersebut disusun dengan bahan-bahan yang baik dan teranyam kuat, bangunan setinggi apapun yang ada di atasnya akan berdiri kukuh. Tak terguncang karena angin. Tak roboh karena gempa.

Sebuah anugerah terindah dalam hidup saya diberikan amanah berupa sepasang anak putri dan putra yang lucu dan sehat. Hanifah Nur Zahidah (3 tahun 10 bulan) dan Muhammad Said Ramadhan (1 tahun) adalah permata dalam keluarga kami. Masa-masa ini, kata orang adalah masa emas (golden age). Karena itu pemahaman tentang kondisi mereka sangat-sangat dibutuhkan. Memiliki dua anak yang sehat, lucu dan cerdas merupakan kebahagiaan yang tiada tara. Keduanya, Alhamdulillah menjadi qurrata a’yun dalam bahtera rumah tangga kami.

Sebagai orang yang baru belajar menjadi orang tua, adakalanya saya mengalami keadaan dilematis atau tepatnya merasa kebingungan dalam melakukan pendidikan terhadap anak-anak kami. Maklum saja, kalau orang ingin menjadi dokter ada sekolahnya. Mau jadi pengacara ada sekolahnya. Mau jadi ahli ekonomi ada sekolahnya. Tapi menjadi orang tua? Sepertinya tidak ada sekolahnya.

Seperti kejadian pada suatu malam. Ketika kami sedang beristirahat dan bercengkerama menjelang tidur. Hanifah putri kami tiba-tiba menggigit jari tangan Said, adiknya. Saat itu, saya dan istri sedikit kesal dengan apa yang dilakukan Hanifah. secara spontan saya menasihati Hanifah. “Hani sayang Said ‘kan?” tanya saya kepada Hanifah. “Kalau Hani sayang Said, jangan gigit jari Said, kan kasihan masih kecil”. Istri saya pun ikut juga menguatkan nasihat saya. Namun apa yang terjadi? Ternyata Hanifah menangis lebih kencang dari adiknya, Said. Mungkin saat itu dia merasa, kedua orang tuanya lebih sayang sama Said. Sementara dia kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang.

Pada saat-saat tertentu, terkadang kecemburuan Hanifah juga timbul. Pernah suatu waktu, ketika Said masih bayi ada yang saudara yang memberikan kado berupa tempat tidur untuk adiknya. Kemudian dia langsung berbicara, “Ini tempat tidur Hani ya?” Ketika ibunya mengatakan bahwa tempat tidur itu untuk adiknya, dia pun menangis dan minta tidur di tempat tidur bayi tersebut. Dan beberapa kejadian lainnya yang menggambarkan kecemburuan Hanifah.

Masalah kecemburuan memang sering dialami oleh anak-anak usia dini yang mempunyai adik dengan jarak tidak terpaut jauh. Hal ini diperparah oleh kekeliruan orang tua yang melakukan pembedaan perlakuan terhadap kakak-adik tersebut. Terkadang sebagian orang tua suka lupa. Ketika baru punya anak satu, anak pertama begitu di sayang, begitu dimanja. Namun setelah lahir anak kedua, seakan orang tua lupa pada anak pertama. Perhatian dan kasih sayang beralih kepada anak kedua. Apa-apa untuk anak kedua. Kalau adiknya menangis, maka yang disalahkan kakaknya. Ketika adiknya merebut mainan kakaknya, orang tua memaksa kakaknya untuk memberikan mainan kepada adiknya.

Hal-hal seperti ini, jika dibiarkan tentu saja akan menjadi bom waktu dikemudian hari. Karena itulah, penting rasanya bagi orang tua, khususnya saya pribadi, menyempatkan diri membaca buku-buku tentang dunia pendidikan anak (parenting), sebagai salah satu ikhtiar untuk mengembangkan kapasitas diri selaku orang tua. Harapannya, tidak terjadi lagi pengulangan kekeliruan dalam mendidik buah hati tercinta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun