Mohon tunggu...
Sophie Hartantri lestari
Sophie Hartantri lestari Mohon Tunggu... Lainnya - Pencapaian saya sudah menyisihkan uang jajan saya untuk menabung

Hobi saya menyanyi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bahasa Santun : Penanaman Nilai - Nilai Karakter Pembelajaran Bahasa

18 Januari 2025   09:48 Diperbarui: 18 Januari 2025   09:05 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahasa Santun :Penanaman Nilai -Nilai Karakter Melalui Pembelajaran Bahasa
Disusun oleh: Sintia Febriyanti, Sophie Hartantri Lestari.
Kesantunan Berbahasa beberapa teori  dari kesantunan berbahasa, teori Brown dan Levinson di lihat
dengan nilai terkuat sehingga banyak penggunanya. (Brown P. d., 1989. ) Dalam teorinya, Brown dan Levinson menggunakan nosi muka atau citra diri ( menghadapi ).Istilah "wajah", yang dalam konteks ini diterjemahkan sebagai muka atau citra diri,pada awalnya digunakan oleh Goffman pada tahun 1967. Kata itu pada awalnyamerupakan pemahaman bahasa daerah yang kemudian menjadi entri tersendiri dalambahasa Inggris. Seperti tampak dalam penggunaan istilah "kehilangan muka" (kehilanganmuka), muka merupakan istilah yang secara emosional tertanam ( menyumbang ), dan itudapat dihilangkan, dipelihara, dipertinggi, atau diperhatikan ( pergi ke ) dalam interaksi (Brown dan Levinson, 1989).Brown dan Levinson (1989) kemudian dinyatakan bahwasannya di dalam interaksi, baik diadik maupun triadik, secara umum orang berusaha memelihara muka dan juga berusaha agar tidak mudah kena serang (ketidakberdayaan ). Hal itu mengisyaratkan bahwa penyelamatan muka ( sparing konfrontasi ) merupakan masyarakat mengetahui bahwa setiap anggota yang lain mengharapkannya, dan secara umum hal itu menjadi perhatian setiap anggota. Jika dikaitkan dengan teori kebutuhan Maslow, seperti dinyatakan oleh Goble (1994), kebutuhan dasar tersebut berhubungan dengan kebutuhan akan rasa aman, suatu kebutuhan nonfisiologis yang bersifat dasar . Muka dapat merangkum ke dalam dua kategori, yaitu muka negatif dan muka yang positif. (open self-image) merupakan orang sudah"dewasa yang mampu menginginkan perbuatan yang tidak mengganggu orang lain, sedangkan muka positif merupakan citra-diri publik orang "dewasa yang mampu dan menginginkan agar keadaannya dibutuhkan oleh orang lain (Brown dan Levinson, 1989).
Dengan kata lain, seperti dinyatakan. (Yule, 1998) oleh , muka negatif berorientasi pada keinginan untuk (a) mandiri, (b) memiliki kemerdekaan atau kebebasan bertindak, (c) dihormati, dan (d) tidak mendarat atau diganggu seperti dihina; padahal muka positif mengharapkan keinginan untuk diterima, dilibatkan atau diajak berpartisipasi, dan diperlakukan sebagai anggota kelompok yang sama. Kedua jenis muka ini tidak disebut default terjamin didalam kondisi tersebut orang dapat "diperkenankan" untuk mengancam wajah orang lain, contohnya ia dirugikan atau diposisikan kedalam kondisi berbahaya. Namun, seperti yang "diajarkan" oleh etika pergaulan yang secara umum dapat di rangkum dengan tindakan perbuatan ancaman wajah seharusnya meminimalisir dengan mengedepankan perbuatan penyelamatan wajah.
Perbuatan membebaskan wajah yang diorientasikan pada wajah negatif yang menunjukkan rasa hormat, sedangkan yang diorientasikan pada muka positif akan menunjukkan solidaritas. beralaskan dua jenis wajah tersebut, Brown dan Levinson (1989) membagikan beraturan didalam dua jenis, yaitu kesantunan negatif dan kesantunan positif. Kesantunan negatif merupakan kesantunan yang bernosi muka negatif. Orientasinya adalah menyelamatkan muka negatif. Kebalikannya, kesantunan positif merupakan kesan-tunan yang bernosi muka positif. Kesantunan jenis ini berfokus pada penyelamatan muka positif.
Misalnya yang diterangkan di depan, Brown dan Levinson (1989) memanfaatkan
nosi wajah dengan teori kesantunan. pengukur tingkat kesantunan yang menampilkan yaitu tingkat ancaman wajah. Beralaskan skala itu, kalimat yang santun memiliki tingkat keterancaman wajah yang  rendah dan penyelamatan muka tinggi. MSeperti yang dipaparkan di depan, Brown dan Levinson (1989) menggunakan nosi muka dalam teori kesantunannya. Skala pengukur tingkat kesantunan yang diajukannya ialah tingkat keterancaman muka. Berdasarkan skala itu, tuturan yang santun adalah yang memiliki tingkat keterancaman muka rendah dan penyelamatan muka tinggi. Makin rendah tingkat ancaman wajah maka dengan sendirinya semakin tinggi tingkat penyelamatan wajahnya makin sopam suatu ucapanya. Berdasarkan formulasi itu, tindak direktif (1) yang dituturkan oleh penutur agar ucapan yang di perbaiki dengan posisi spion yang kurang simetris simetris dapat diidentifikasi lebih santun dari pada (2). (1) Spionnya tadi kesenggol, Pak. (2) Betulkan spionnya, Pak!akin rendah tingkat keterancaman muka---dengan sendirinya makin tinggi tingkat penyelamatan muka---makin santun suatu tuturan. Berdasarkan formulasi itu, tindak direktif (1) yang dituturkan oleh penutur agar (Rohali, 2011) ucapan yang diperbaiki dengan posisi spion yang kurang simetris dapat diidentifikasi lebih santun
daripada (2). (1) Spionnya tadi kesenggol, Pak. (Penyusun, 2011) (2) Betulkan spionnya, Pak! Upaya mewujudkan pendidikan karakter yang ditanamkan dalam Rancangan Pembangunan Jangka Panjang Nasional yang disebut (RPJPN), sebetulnya sudah Terisi dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional, yaitu "Pendidikan nasional berfungsi dalam mengembangkan dan membentuk sikap serta diperadaban bangsa yang dalam membentuk rangka mencerdaskan kehidupan berbangsa, yang bertujuan untuk memajukan  potensi peserta didik supaya menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta berakhlak mulia, sehat wal afiat, berilmu, cakap, kreatif,mandiri, dan menjadi warga negara yang bertanggung jawab pendidikan karakter dianggap sebagai pendidikan nilai, budi pekerti,moral,watak yang bertujuan dalam mengembangkan kemampuan warga sekolah untuk menyampaikan keputusan baik-buruk, keteladanan, menjaga apa yang baik & melaksanakan kebaikan ke dalam kehidupan sehari-hari dengan menyukai hati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun