Mohon tunggu...
Sofia Malinda Nisa Firmansyah
Sofia Malinda Nisa Firmansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Lawang Sewu sebagai Urban Heritage Peninggalan Zaman Kolonialisme Belanda di Kota Semarang

1 Desember 2022   22:38 Diperbarui: 1 Desember 2022   22:48 1243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: heritage.kai.id

 Apa yang kalian ketahui tentang Urban Heritage? Urban Heritage atau dalam Bahasa Indonesia diartikan sebagai warisan perkotaan merupakan peninggalan budaya masa lalu yang berupa bangunan-bangunan gedung ataupun kawasan peninggalan sejarah dan purbakala yang merupakan aset suatu daerah yang dapat diandalkan sebagai identitas daerah tersebut. Sementara itu, Kota Semarang merupakan ibukota Provinsi Jawa Tengah. Kota Semarang sendiri terletak di pantai utara Provinsi Jawa Tengah. 

Dengan posisinya yang cukup strategis inilah yang menyebabkan Kota Semarang memiliki banyak peninggalan bersejarah dari zaman Hindia Belanda. Salah satu urban heritage yang terdapat di kota Semarang yaitu Lawang Sewu. Peninggalan bersejarah Lawang Sewu ini perlu dilestarikan dan dijaga keorsinilannya karena merupakan suatu bukti sejarah yang memuat nilai-nilai historis selama masa penjajahan Belanda dan Jepang di Indonesia. 

Gedung Lawang Sewu sendiri merupakan sebuah bukti bahwa dahulu di kota Semarang pernah mengalami masa pemerintahan colonial Hindia Belanda. Lawang Sewu sendiri dibangun oleh pemerintah kolonialisme Belanda yang berfungsi sebagai kantor pusat perusahaan kereta api swasta milik Belanda yang bernama Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NISM). Perusahaan swasta ini merupakan perusahaan yang pertama kali membangun jalur kereta api di Indonesia yang menghubungkan kota Semarang, Surakarta, dan Yogyakarta. Jalur pertama yang dibangun ialah jalur Semarang-Temanggung yang dibangun pada tahun 1867. 

Lawang Sewu sendiri dirancang oleh Prof. Jacob F. Klinkhamer, B.J Quendag dan asistennya C.G Citeroen yang berdomisili di Amsterdam, Belanda. Semua proses perancangan bangunan Lawang Sewu ini dilakukan di Belanda. Setelah rancangan selesai, gambar-gambar rancangan tersebut pun kemudian dibawa ke kota Semarang, untuk dilanjutkan kepada proses selanjutnya yaitu proses pembangunan.

Bangunan ini pun mulai dibangun secara bertahap pada 27 Februari 1904 dan selesai pada tahun 1907. Sedangkan bangunan tambahan dibangun sekitar tahun 1916 dan selesai tahun 1918. Ciri dari bangunan ini ialah desinnya yang menyerupai huruf L serta memiliki jumlah jendela dan pintu yang sangat banyak sebagai system sirkulasi udara. Karena jumlah pintunya yang banyak inilah akhirnya banyak masyarakat yang menamainya dengan Lawang Sewu atau seribu pintu.

Selain memiliki desain bangunan yang unik bangunan ini mengadopsi gaya arsitektur transisi dalam pembangunannya. Dimana hal ini dapat dilihat dari bentuk bangunannya yang memiliki kubah berbentuk persegi delapan di atas menaranya, kemudian menggunakan bentuk atap pelana dan perisai dengan penutup genting, memakai konstruksi tambahan sebagai ventilasi (domer) untuk menyesuaikan dengan iklim tropis Kota Semarang. 

Selain itu terdapat gable dan balustrade yang Nampak dari bagian barat Gedung. Lantai marmer yang digunakan di bagian bawah lantai satu merupakan marmer asli yang langsung dibawa dari Italia, dan kaca-kaca yang terpasang di bangunan ini pun langsung di impor dari Belanda, dimana kaca tersebut memiliki keunikannya tersediri yaitu kacanya yang jika dilihat dari luar terlihat seperti bergelombang. Memiliki bentuk atap yang tinggi dengan kemiringan antara 45 hingga 60 derajat dengan menggunakan kayu dan beton serta dinding pemikul dalam pembangunan kolom-kolom tersebut.

Selain desainya yang khas, Lawang Sewu memiliki ornament kaca patri pabrikan Johannes Lourens Schouten. Dimana di dalam kaca patri tersebut bercerita tentang kemakmuran dan keindahan Jawa, Kekuasaan Belanda atas Semarang dan Batavia, kota maritime serta kejayaan kereta api. Kemudian terdapat ornament tembikar yang terletak pada bidang lengkung di atas balkon, kubah kecil di puncak Menara air yang dilapisi dengan tembaga, dan puncak menara dengan hiasan perunggu.

 

Sumber: kai.id
Sumber: kai.id

Setelah memasuki periode penjajahan Jepang di Indonesia tepatnya pada tahun 1942- 1945, Gedung ini tidak lagi difungsikan sebagai kantor pusat perusahaan kereta api melainkan digunakan sebagai Kantor Riyuk Sokyoku (Jawatan Transportasi Jepang). Selanjtnya pada masa Kemerdekaan Republik Indonesia, Gedung Lawang Sewu digunakan oleh Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI). 

Pada masa Pertempuran Lima Hari Kota Semarang menjadi tempat pertempuran antara pejuang Kota Semarang yaitu AMKA (Angkatan Muda Kereta Api) melawan tentara Jepang dari Kido Butai yang menempati markas di Jatingaleh (sekarang Arhanud Kesatrian). Karena bangunan Lawang Sewu ini merupakan bangunan yang memiliki sejumlah nilai historis maka pemerintah kots Semarang pun memasukkan Gedung Lawang Sewu menjadi Bangunan Kuno Berejarah di Kota Semarang yang dilindungi melalui Surat Keputusan Walikota Nomor 650/50/1992. 

Dengan lokasiya yang strategis, bentuk bangunannya yang cukup unik, nilai-nilai historis yang ada di dalamnya dan ditetapkan sebagai satu dari 102 bangunan bersejarah di Kota Semarang yang patut dilindungi ini pun membuat Bangunan Lawang Sewu memiliki banyak sekali pengunjung yang tertarik untuk menelisik sejarah yang ada di dalamnnya atau hanya sekedar penasaran karena bangunan ini memiliki bentuk yang cukup unik. Sehingga tidaklah mengherankan karena banyak sekali pengunjung baik dari dalam ataupun luar negeri yang datang untuk berkunjung ke bangunan ini. 

Saat ini Gedung Lawang Sewu dijadikan sebagai objek wisata oleh pemerintah setempat, dimana banyak sekali para pengunjung yang berdatangan untuk menikmati keindahan bangunan serta menikmati sejarah yang ada di dalamnya tersebut. 

Bangunan Lawang Sewu ini tentunya telah menjadi salah satu ikon dari kota Semarang itu sendiri, dimana dengan bentuk bangunannya yang mengadopsi gaya arsitektur transisi yang membuat bangunan terseut terlihat berbeda dengan bangunan yang berada di sekelilingnya, kemudian Gedung tersebut yang merupakan saksi bisu atas penjajahan Belanda dan Jepang di kota Semarang tentunya mebuat bangunan ini memiliki kekayaan tersendiri baik dari segi seni, maupun nilai-nilai sejarah yang terkandung di dalamnya, membuat bangunan Lawang Sewu ini sangat cocok untuk dijadikan sebagai tempat objek wisata edukasi. 

Dengan dijadikannya Bangunan Lawang Sewu sebagai bangunan cagar budaya ini maka dapat menjadi salah satu penyumbang jumlah wisatawan yang datang ke kota Semarang. Sehingga tentunya, dengan dijadikannya Lawang Sewu menjadi objek wisata edukasi dapat menambah pemasukan bagi pendapatan kota Semarang dalam bidang kepariwisataan.

Namun tentunya, agar objek bangunan bersejarah Lawang Sewu dapat terus bertahan keindahannya, maka sebagai pengunjung yang datang pun harus selalu menjaga kebersihan dan tidak melakukan kegiatan yang tercela seperti melakukan pengerusakan atau pencurian terhadap benda-benda koleksi yang ada di dalamnya tersebut. 


Sumber Referensi:

https://heritage.kai.id/page/lawang-sewu https://repository.unair.ac.id/86513/5/22.%20Pelestarian%20dan%20Revitalisasi%20Fulltext. pdf 

Abyyusa, A. F., & Aly, S. (2019). LAWANG SEWU’S MONUMENTALITY ARCHITECTURE. Riset Arsitektur (RISA), 3(02), 105-120. FADHILLAH, I. R. (2017). POTENSI OBJEK WISATA LAWANG SEWU DI KOTA SEMARANG JAWA TENGAH (Studi Deskriptif Tentang Seni Arsitektur dan Unsur Mistis Sebagai Daya Tarik Wisata Objek Wisata Lawang Sewu) (Doctoral dissertation, Universitas Airlangga). 

Haryadi, D. (2011). Upaya Perlindungan Benda Cagar Budaya Lawang Sewu Semarang. Keadilan Progresif, 2(1). 

Maryati, I., Rukayah, S., & Sudarwanto, B. (2015). Pengaruh Alih Fungsi Bangunan Cagar Budaya Lawang Sewu Semarang Dalam Persepsi Masyarakat Untuk Mewujudkan Tujuan Revitalisasi. Teknik, 36(1), 54-60. 

Minarti, R. A., & Sumiyatun, S. (2016). Peran Dinas Pariwisata Kota Semarang dalam Upaya Melestarikan Gedung Lawang Sewu sebagai Objek Wisata Peninggalan Belanda di Kota Semarang Jawa Tengah Tahun 2011–2014. HISTORIA: Jurnal Program Studi Pendidikan Sejarah, 4(1), 29-38. 

Murtomo, B. A., Darmawan, E., & Shamara, D. (2017). Mapping of Urban Texture on Interest Heritage Buildings in Semarang. Modul, 16(2), 110-115. 

Karnowahadi, K., Sulistyani, E., & Poerbo, S. (2021, July). MODEL FUNGSI PERMINTAAN PARIWISATA LAWANG SEWU SEMARANG JAWA TENGAH. In Prosiding Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (Vol. 2, No. 1). 

Setiawati, S., Adji, T., Nugroho, W., Darmawan, I., Susanto, M., & Yandi, A. (2020, March). The Conservation of Cultural Heritage Areas of Film City in Kota Lama of Semarang. 

In Proceedings of the 2nd International Conference of Science and Technology for the Internet of Things, ICSTI 2019, September 3rd 2019, Yogyakarta, Indonesia. 

Soelistijanto, H. R., & Widayati, S. (2018). Peran Lawang SewuSebagai Benda Cagar Budaya, Seni, Pendidikan dan Ekonomi Pariwisata di Kelurahan SekayuKota Semarang. In Prosiding Seminar Nasional Unimus (Vol. 1). 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun