Anda tidak akan menemukan hal yang bombastis dalam tulisan ini melainkan sebuah ajakan sederhana untuk merawat dan menghargai hasil perjuangan yang diupayakan para pahlawan kita. Menjadi sebuah negara merdeka adalah soal kesiapan menjalani tata kehidupan baru yang membutuhkan biaya. Tugas para pahlawan kita telah selesai ketika beliau-beliau menghadiahi kita dengan jalan panjang perjuangan sampai dengan deklarasi kemerdekaan. Sehingga dengan demikian, kita yang setelahnya, mewarisi amanah besar untuk merawat pengorbanan tersebut. Iya, mari kita sebut bahwa kemerdekaan ini adalah amanah yang harus kita jaga. Kelak, ketika generasi berganti, maka amanah itu akan kita teruskan ke anak keturunan kita. Sehingga semakin baik kita merawat amanah itu, semakin elok pula situasi kehidupan bangsa dan negara yang dapat kita wariskan.Â
Kehidupan terus berkembang. Kemerdekaan yang kita terima sejak 7,5 dekade yang lalu, sebagaimana yang kita lihat, telah diisi dengan rentetan agenda pembangunan yang dijalankan dalam setiap rezim kepemimpinan. Kita bersyukur bahwa di tengah belitan dinamika tantangan dalam negeri, rencana kerja yang mengedepankan kesejahteraan rakyat tetap dirawat dan dieksekusi oleh pemerintah. Aktifitas perekonomian negara semakin besar dan pergaulan negara di kancah internasional makin luas. Indonesia, yang dirindukan oleh para pahlawan di masa dahulu, sekarang pelan-pelan mulai diperhitungkan di tingkat global. Tapi, ibarat nasihat kakek nenek kita dahulu, tidak ada hal manis yang tidak mengundang semut. Tidak ada rumput yang tumbuh tanpa gulma dan hama.
Begitu juga dengan segala pencapaian negeri ini. Hasil yang saat ini kita saksikan dibangun dengan ketersediaan dana yang tidak sedikit. Cek saja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di negara kita. Setiap tahun, porsi pendapatan terus meningkat, dan kontribusi yang dominan atas pendapatan itu disumbang oleh pajak. Dengan begitu, kita seharusnya maklum sekali kalau makin kuat realisasi atas kontribusi pajak pada sektor pendapatan, maka makin kuat pula kemampuan pemerintah dalam menjaga dan mengawal agenda pembangunan ke depan. Lalu sebaliknya, makin lemah realisasi atas target kontribusinya, makin mudah pula kita jatuh pada sumber pembiayaan lain yang bukan dari kita secara mandiri, yakni: utang.
Sudah sifat dasar kita manusia untuk enggan membayar pajak. Tidak lelaki, tidak pula perempuan. Meskipun demikian, tuntutan akan ketersediaan dana dari pajak untuk memenuhi berbagai kebutuhan penyelenggaraan negara, tidak bisa dikorbankan dengan alasan keengganan tersebut. Dalih bahwa pajak tidak memberikan manfaat secara langsung bagi pembayar pajak harus digeser ke arah kesadaran bahwa pajak adalah wujud pengorbanan demi menjaga kualitas hidup bersama sebagai warga negara. Uang pajak yang dibayarkan ke negara merupakan modal untuk pemerintah menyediakan berbagai hal mendasar terutama penyediaan sarana/prasana umum di masyarakat. Semakin kualitas fasilitas publik yang tersedia, maka kualitas hidup dapat menjadi semakin berkualitas. Menilik negara-negara maju yang mampu menyediakan sarana transportasi yang layak, sekolah/pendidikan yang gratis, dan sarana fasilitas kesehatan yang baik, jika dipelajari dengan benar, negara-negara tersebut memiliki kualitas kesadaran pajak yang lebih tinggi di kalangan masyarakat. Pajak itu wajib, membebani, dan bersifat memaksa, namun meski begitu, ia semata dipungut secara sah untuk kepentingan bersama. Demikian kira-kira mindset yang tertanam di warga negara tersebut.
Dunia yang makin berkembang sekarang ini, tidak lagi menjadikan perjuangan fisik sebagai media pembuktian rasa cinta tanah air yang kuat. Adapun yang kini tampak adalah aktifitas pembangunan sebagai hasil perputaran ekonomi di semua kegiatan masyarakat, aktifitas ekonomi dan bisnis kini telah menjadi tolak ukur kehadiran suatu negara dalam pergaulan antar bangsa. Semakin besar cakupan dampak aktifitas ekonomi suatu negara di tingkat global, maka semakin ia diperhitungkan. Namun demikian, adalah suatu hal yang mustahil untuk membangun perekonomian yang kokoh tanpa dukungan sistem dan administrasi pajak yang kuat. Dukungan pajak yang optimal tercermin dari kehadiran pajak untuk memperkuat anggaran yang memungkinkan pemerintah mewujudkan semua sarana pendukung agar ekonomi dapat berjalan. Selain itu, kontribusi pajak yang kuat akan mampu memberikan topangan ketika negara menghadapi masa sulit, misalnya ketika di masa pandemi ini. Kondisi semacam ini membuat pajak tidak bisa sepenuhnya menjadi sumber penerimaan negara, melainkan harus bergeser ke fungsi lain yakni mendorong agar ekonomi tetap kuat melalui kebijakan yang meringankan dan membantu aktifitas ekonomi masyarakat.
Oleh sebab itu, semakin baik kontribusi masyarakat dalam mematuhi ketentuan perpajakan, maka akan semakin kuat pula daya topang pajak dalam membangun perekonomian suatu negara baik untuk jangka menengah maupun jangka panjang. Disinilah letak kontribusi kita sebagai satu kesatuan generasi penerus untuk ambil bagian dengan cara memenuhi kewajiban perpajakan yang diamanahkan ketentuan yang berlaku. Â Kontribusi itu pada dasarnya sebagai alat pengganti dari aksi mengangkat senjata yang dahulu dilakoni para pahlawan kita. Membayar pajak mungkin terasa berat, namun bertaruh nyawa sebagaimana para pahlawan kita dahulu, berkali lipat jauh lebih berat. Di titik ini semoga kita paham bahwa seharusnya ada perasaan malu dan merasa bersalah yang harus ditumbuhkan terhadap para pahlawan kita manakala kita gagal untuk sekadar merawat kemerdekaan yang mereka perjuangkan. Pengorbanan kita tidaklah seberapa dibanding mereka bertaruh nyawa dan tidak sempat mengenal nikmatnya berbagai kemudahan hidup yang serba modern seperti sekarang.Â
Oleh karena itu di Hari Pahlawan ini, sembari mengenang jasa para pahlawan kita, mari kita renungkan kembali hal ini: Mereka memperjuangkan, kita merawat, dan generasi mendatang yang meneruskan. Semua memiliki peran masing-masing dan para pahlawan kita telah menjalankannya dengan baik, lantas bagaimana dengan kita?
Erikson Wijaya
Selamat Hari Pahlawan untuk negeriku, Indonesia.
P.S.: Gambar diambil dari sini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H