Ditjen Pajak sebagai otoritas pajak negara ini, patut meningkatkan awareness-nya terhadap permasalahan itu. Secara tidak langsung Ditjen Pajak akan ikut bertanggung jawab terhadap angka kemiskinan di negara ini. Ditjen Pajak memang terlihat sudah berusaha keras untuk mengamankan target yang dibebankan, namun ternyata itu saja belum cukup. Ditjen Pajak perlu diberikan tambahan kewenangan dan kemampuan yang mendasar oleh negara, agar tax gap nya semakin kecil. Tax gap, yang menunjukkan potensi penerimaan yang belum berhasil direalisasikan, saat ini masih cukup tinggi.
Desain Ulang Ditjen Pajak
Perlu diketahui bahwa sekarang ini Ditjen Pajak telah memiliki jutaan data wajib pajak yang berkaitan dengan segala macam transaksi para pelaku ekonomi. Bagi Ditjen Pajak, data tersebut merupakan modal yang besar dalam rangka mengamankan penerimaan pajak melalui intensifikasi dan ekstensifikasi wajib pajak. Intensifikasi untuk meningkatkan pembayaran pajak, sedangkan ekstensifikasi untuk meningkatkan jumlah (basis data) wajib pajak.
Namun meski telah berbekal modal yang besar seperti itu, Ditjen Pajak masih mengalami kesulitan dalam mengamankan penerimaan negara. Tidak tanggung-tanggung, selama kurun waktu 10 tahun terakhir realisasi pencapaian Ditjen Pajak selalu meleset dari target, kecuali tahun 2008. Pada tahun 2008 Ditjen Pajak telah mencatatkan penerimaan sebesar 105,9 persen dari target, namun perlu diingat bahwa saat itu program sunset policy (kebijakan pemberian fasilitas perpajakan berupa penghapusan sanksi administrasi) berkontribusi sebesar 15,2 persen terhadap surplus penerimaan pajak 2008 tersebut.
Tahun 2015 ini juga masih meleset dari target, yang artinya akan semakin menambah panjang deretan tahun kegagalan Ditjen Pajak dalam mengamankan penerimaan.
Mencermati hal itu, dapat diasumsikan bahwa design atau konstruksi Ditjen Pajak yang ada saat ini belum banyak mendukung upaya untuk mengamankan target penerimaan yang dibebankan. Restrukturisasi organisasi atau modernisasi administrasi yang telah dilakukan sejak 2002 dirasakan belum memenuhi tuntutan jaman.
Ditjen Pajak membutuhkan redesign atau reformasi perpajakan yang menyeluruh dan mendasar agar pembangunan negara tidak tertekan dan terjerumus dalam utang yang semakin mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu 5 tahun (2015-2019), pemerintah telah memiliki sasaran pembangunan infrastuktur mencakup investasi senilai Rp. 6.451 triliun, yang 50% nya, atau Rp. 3.272 triliun, dianggarkan dari utang dan obligasi!
Permasalahan ini penting dan mendesak untuk segera diselesaikan bersama agar kegagalan dalam mengamankan penerimaan pajak, dan tantangan pembiayaan pembangunan tidak semakin berat di tahun-tahun mendatang. Negara membutuhkan otoritas pajak yang kuat. Sudah bukan saatnya lagi run the business as usual, demi kemandirian dan kedaulatan bangsa.
“I believe in taxation and health care that is outside the usual libertarian mandate, because I don't want people to have to suffer. It's as simple as that” -- Neil Peart (the drummer for the rock band Rush)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H